Pemerintah wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh permukiman yang layak huni, sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial. Pengembangan permukiman meliputi pengembangan prasarana dan sarana dasar perkotaan, pengembangan permukiman yang terjangkau, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, proses penyelenggaraan lahan, pengembangan ekonomi kota, serta penciptaan sosial budaya di perkotaan.
Perumahan sebagai salah satu kebutuhan dasar, sampai dengan saat ini sebagian besar disediakan secara mandiri oleh masyarakat baik membangun sendiri maupun sewa kepada pihak lain. Kendala utama yang dihadapi masyarakat pada umumnya keterjangkauan pembiayaan rumah. Di lain pihak, kredit pemilikan rumah dari perbankan memerlukan berbagai persyaratan yang tidak setiap orang dapat memperolehnya dengan mudah. Kondisinya diperburuk oleh suku bunga yang tidak murah.
Berharap Presiden Prabowo Bangkitkan PerumnasÂ
Pemerintah Prabowo mesti berusaha melakukan pembangunan infrastruktur yang bisa langsung dinikmati rakyat kecil. Antara lain dengan menyediakan rumah yang harganya murah. Namun, fakta dilapangan menunjukkan terjadinya komplikasi regulasi dengan pelaksanaan pembangunan perumahan untuk rakyat.
Regulasi dan kebijakan yang ada sekarang ini nuansanya belum mengatur secara tegas sistem kelembagaan pelaksana pembangunan perumahan. Akibatnya posisi lembaga pembangun perumahan seperti Perumnas masih kabur atau lemah. Selain itu peraturan juga belum bisa dijadikan pondasi untuk mengatasi defisit pengadaan rumah rakyat.Â
Dengan adanya komplikasi seperti itu, lalu dengan sistem seperti apa pemerintah bisa mewujudkan rumah murah dengan jumlah yang signifikan. Skema yang bisa mengatasi defisit adalah dengan cara menurunkan suku bunga KPR dengan cara menyuntikkan sejumlah dana APBN kepada perbankan. Selain itu harus ada terobosan kebijakan untuk mengatasi kondisi dilapangan yang ruwet dan disana-sini terjadi biaya ekonomi tinggi bagi pelaksana pembangunan rumah murah.
Berbicara tentang rumah murah, di dalam benak rakyat tidak bisa lepas dari eksistensi Perumnas. Ironisnya, kondisi lembaga Perumnas sendiri seperti hidup segan mati tak mau. Aset dan proyek-proyek PT Perumnas terlihat stagnan dan terbengkalai. Kawasan-kawasan perumahan rakyat yang telah dibangun oleh PT Perumnas kondisi infrastrukturnya banyak yang rusak.Â
Tak bisa dimungkiri lagi pada saat ini telah terjadi degradasi kawasan yang telah dibangun oleh Perumnas. Selain itu juga masih banyak aset dan produk Perumnas yang masih nganggur dan terbengkalai lepas dari kontrol manajemen pusat. Pengelola Perumnas belum mampu menciptakan kawasan pertumbuhan kota yang nyaman dan sarat nilai tambah ekonomi.
Masih banyak aset Perumnas yang masih menganggur dan cukup banyak yang disalahgunakan oleh pihak lain. Terkait dengan masalah tersebut, sebaiknya pemerintah melakukan audit investigasi guna mengetahui secara pasti berapa sebenarnya jumlah aset Perumnas yang masih menganggur serta jumlah aset yang mengalami penyimpangan. Setelah itu baru menggerakan usaha yang arahnya ke efisiensi lahan.
Langkah manajemen Perumnas untuk meningkatkan kinerja korporasi di segala lini dengan menetapkan visi baru sebagai pelaku utama dalam penyediaan perumahan rakyat masih gontai dan terlihat disorientasi. Pentingnya mengarahkan PT Perumnas menjadi semacam National Urban Development Corporation (NUDC) yang tangguh. Namun kondisinya sekarang sangat ironis, karena  tidak mendapatkan alokasi dari APBN yang memadai seperti dalam bentuk skim PSO (Public Service Obligation ) maupun dalam bentuk insentif atau stimulus lainnya. Kalau sudah demikian ceritanya, lantas dengan skema dan instrumen apa pemerintah sekarang ini bisa mewujudkan rumah yang murah untuk rakyat.