Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kurikulum Merdeka dan Masalah Fleksibilitas Sekolah Terpencil

28 Maret 2024   15:33 Diperbarui: 23 April 2024   15:06 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pendidikan. (Sumber: KOMPAS/HERYUNANTO)

Tahun terakhir pemerintahan Presiden Jokowi ditandai dengan terbitnya kurikulum baru. Masyarakat menyambut dingin terbitnya kurikulum tersebut. Justru timbul pertanyaan: apakah kurikulum tersebut bisa efektif dengan kondisi pendidikan nasional yang masih lesu darah pada saat ini? 

Apakah kurikulum baru ini bisa diterapkan secara fleksibel bagi sekolah yang minim fasilitas khususnya di daerah terpencil di negeri ini. Apalagi masih puluhan ribu sekolah yang belum memiliki akses internet.

Tidak lama lagi terjadi pergantian pemerintahan, namun Kemendikbud Ristek menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah. Regulasi ini menjadi payung hukum bagi implementasi Kurikulum Merdeka.

Sebelum Permendikbud Ristek ini terbit, Kurikulum Merdeka sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar pendidik dan satuan pendidikan di Indonesia. 

Kurikulum Merdeka dikembangkan sejak 2020, kemudian diterapkan dan dievaluasi secara bertahap sejak 2021. Saat ini sudah lebih dari 300 ribu satuan pendidikan di seluruh Indonesia yang mulai menerapkan Kurikulum Merdeka.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Anwar Makarim pernah menegaskan bahwa Kurikulum Merdeka hadir untuk mengatasi krisis pembelajaran di Indonesia. Penerapan Kurikulum Merdeka diharapkan berdampak pada terciptanya generasi adaptif yang mampu bertahan menghadapi perubahan zaman dengan kekuatan mereka sendiri.

Gayung bersambut, PGRI menyatakan bahwa implementasi Kurikulum Merdeka bisa memberikan perubahan besar terhadap guru dan siswa. Dengan mengedepankan proses pembelajaran yang esensial dan minat bakat, proses ini akan menjadi sebuah interaksi yang sesuai dan menciptakan ruang pembelajaran yang lebih positif. 

Dampak yang terjadi dengan Implementasi Kurikulum Merdeka membuat proses pembelajaran di ruang kelas terasa lebih merdeka dan sesuai dengan perkembangan Iptek.

Bisakah Kurikulum Merdeka selaras dengan pengembangan kompetensi guru dan platform Merdeka Mengajar. Dengan adanya program Guru Penggerak dan Pendidikan Profesi Guru (PPG) Kemendikbud Ristek berusaha mendampingi para guru agar menjadi guru yang lebih kompeten serta dapat berkembang terus ke depannya.

Tujuan besar Kurikulum Merdeka adalah pendidikan harus dapat mengantarkan peserta didik menjadi manusia merdeka, mandiri, dengan karakter dan kompetensi yang mencerminkan Profil Pelajar Pancasila. 

Selama ini Kemendikbud melalui Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) menggalakkan program bertajuk Gerakan Literasi untuk Mewujudkan Pelajar Pancasila. Gerakan tersebut bertujuan memberikan pemahaman tentang peran vital literasi untuk menghasilkan sumber daya manusia unggul.

Yaitu pelajar yang belajar sepanjang hayat, menguasai kompetensi global yang dicirikan oleh nilai-nilai Pancasila yaitu profil pelajar Pancasila dengan kriteria beriman, bertakwa kepada Tuhan yang maha esa dan berakhlak; mandiri; bernalar kritis; kreatif: bergotong royong; dan berkebinekaan global.

Apakah Kurikulum Merdeka bisa diterapkan secara efektif dan fleksibel ? Lalu mengapa lembaga pendidikan unggulan masih belum semangat menerapkan kurikulum tersebut, Dan justru lebih suka menerapkan kombinasi kurikulum dari negara maju. 

Betapa pentingnya membangun pendidikan berkelas dunia dengan mengadopsi kurikulum dari luar negeri. Sampai sampai TNI telah membangun dan mendirikan lembaga pendidikan berkelas dunia untuk pendidikan umum, yakni Sekolah Menengah Atas (SMA).

Pimpinan TNI mengambil langkah cepat dan sesuai dengan tantangan zaman. Yakni bersiap menghadapi perkembangan tatanan dunia baru yang diwarnai dengan era revolusi industri 4.0.TNI telah membangun beberapa lembaga pendidikan untuk jenjang SMA berkelas dunia. 

Antara lain SMA Taruna Nala di Malang Jawa Timur yang telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo. Lalu mendirikan SMA unggulan berkelas dunia lainnya yang bernama Pradhita Dirgantara yang berlokasi di Lanud Adi Soemarmo, Solo.

Pembangunan SMA berkelas dunia tersebut diharapkan mampu mencetak SDM bangsa yang unggul dan berdaya saing global. Lulusan SMA itu juga diproyeksikan mampu menembus perguruan tinggi terkemuka baik di dalam maupun luar negeri. 

Perlu terobosan seperti yang telah diterapkan SMA Taruna Nala yang telah mengkombinasikan antara kurikulum nasional dengan kurikulum internasional dari Cambridge University (IGCSE). 

Juga menekankan Program Leadership Academy sehingga lulusannya bisa menjadi calon pemimpin masa depan yang berwawasan internasional dan siap hadapi tantangan globalisasi.

Kegiatan belajar mengajar di wilayah Kelompang, Kabupaten Batanghari, Jambi ( KOMPAS/IRMA TAMBUNAN )
Kegiatan belajar mengajar di wilayah Kelompang, Kabupaten Batanghari, Jambi ( KOMPAS/IRMA TAMBUNAN )

Penerapan Kurikulum Merdeka perlu pembelajaran literasi integral yang meliputi literasi etika, literasi informasional, dan literasi fungsional. Di samping itu juga menekankan pentingnya pendekatan dan pemberdayaan ekosistem dalam mewujudkan gerakan literasi.

Salah satu ukuran keberhasilan Kurikulum Merdeka adalah mampu mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila kepada generasi milenial perlu metode yang lebih pas. Era Industri 4.0 dan gelombang disrupsi teknologi harus dipahami secara baik oleh generasi muda saat ini. Metode membumikan Pancasila sebagai ideologi negara telah dilakukan beberapa dekade lalu. 

Namun, problem sekarang lebih kompleks. Hal ini karena perkembangan teknologi informasi dan media sosial yang sangat lengket dalam kehidupan masyarakat.

Gelombang disrupsi harus dipahami secara baik oleh generasi muda saat ini dalam konteks nilai-nilai Pancasila. Banyak ragam profesi yang terkubur lalu muncul jenis profesi baru. Agar generasi muda memahami fenomena diatas lebih dini, dibutuhkan inovasi pembelajaran dan guru-guru yang memiliki kapasitas dan pengalaman untuk menjadi navigator kemajuan zaman.

Para siswa sekolah pada saat ini perlu menghayati dan mengamalkan Pancasila dengan metode yang lebih menarik. Yakni mengawinkan nilai Pancasila dengan aspek ragam profesi yang kelak akan digeluti oleh siswa. Nilai-nilai Pancasila harus bisa mewarnai pola dan sikap profesionalitas masyarakat. 

Nilai itu merupakan pupuk untuk menumbuhkan cita-cita seseorang. Untuk menumbuhkan sikap profesionalisme dan ragam profesi diperlukan sistem nilai yang bermuara kepada pranata dan persepsi masyarakat dalam kondisi kekinian.

Kebijakan kurikulum dan pembelajaran dalam Permendikbud Ristek 12/2024 adalah bagian dari upaya yang lebih menyeluruh untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara berkeadilan. 

Kebijakan ini melengkapi dan mendukung berbagai program dan kebijakan Merdeka Belajar lain seperti penyediaan materi ajar dan pengembangan diri melalui Platform Merdeka Mengajar; penyediaan umpan balik tentang kualitas pembelajaran melalui Asesmen Nasional dan Rapor Pendidikan, serta evaluasi terhadap layanan pendidikan melalui akreditasi sekolah dan SPM pendidikan.

Perubahan kurikulum diperlukan untuk memudahkan dan mendorong guru melakukan pembelajaran yang lebih sesuai dengan kebutuhan belajar murid. Dengan konten wajib yang berkurang, Kurikulum Merdeka tidak membebani guru dengan kewajiban menyelesaikan materi. 

Ilustrasi penerapan Kurikulum Merdeka dan kondisi sekolah terpencil ( Sumber gambar : KOMPAS.id ) 
Ilustrasi penerapan Kurikulum Merdeka dan kondisi sekolah terpencil ( Sumber gambar : KOMPAS.id ) 

Sebaliknya, Kurikulum Merdeka memberi lebih banyak waktu bagi guru untuk memperhatikan proses belajar murid, menerapkan asesmen formatif, melakukan penyesuaian materi dan kecepatan mengajar, serta menggunakan metode pembelajaran yang lebih mendalam.

Pihak Kemendikbud Ristek mengklaim bahwa struktur Kurikulum Merdeka lebih fleksibel dan memungkinkan sekolah untuk menyusun kurikulum satuan pendidikan yang cocok dengan karakteristik sekolah dan lingkungan setempat. 

Dengan struktur yang fleksibel, Kurikulum Merdeka bisa diterjemahkan oleh sekolah yang minim fasilitas di daerah terpencil menjadi kurikulum yang betul-betul sesuai dengan kondisinya. Tidak ada lagi penyeragaman kurikulum satuan pendidikan yang diwajibkan dari pusat. 

Apakah fleksibilitas tersebut berdampak positif atau justru menurunkan kualitas pembelajaran di daerah, terutama di daerah terpencil ? Waktu yang akan menjawab. (TS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun