Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Air Mata di Hari Air, Sungai Dicengkeram Limbah dan Tanggul yang Ringkih

22 Maret 2024   12:52 Diperbarui: 22 Maret 2024   17:14 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi Kali Bekasi yang tercemar (KOMPAS.com/Joy Andre T)

Peringatan Hari Air Sedunia atau World Water Day tanggal 22 Maret 2024 masih disertai dengan air mata kita melihat cengkeraman limbah terhadap sumber air, aliran sungai dan infrastruktur pengairan. Mampukah negeri kita membebaskan air dari cengkeraman limbah?

Sejak PBB melalui UN WATER menetapkan Hari Air, masalah wastewater atau air limbah terus mencekeram siklus hidrologi. Hingga kini 80 persen air limbah mengalir begitu saja ke sungai, laut dan ke tempat yang lain tanpa melalui proses pengolahan.

Disisi lain ketersediaan air untuk air baku air minum dan agraria masih kurang. Air baku tidak sebanding dengan jumlah permintaan dan kebutuhan, seiring meningkatnya jumlah penduduk dunia.

Masalah limbah dan sampah padat yang mencemari sungai, waduk dan bendungan kini masih mencengkeram perikehidupan bangsa Indonesia. Bahkan bendungan terbesar di tanah air yakni Jatiluhur yang menjadi pemasok air baku untuk warga Jakarta dan sekitarnya masih saja tercium bau yang kurang sedap. 

Pencemaran sungai dan infrastruktur pengairan menimbulkan bencana lingkungan dan mengganggu kesehatan. Selain itu juga bisa merusak infrastruktur pembangkit listrik dan mendangkalkan dasar bendungan. Yang pada gilirannya akan memperpendek umur dan melemahkan kekuatan konstruksi bendungan.

Peringatan Hari Air Sedunia sebaiknya tidak sebatas kampanye, butuh tindakan konkrit dan tegas untuk melindungi pengelolaan sumber daya air dari bermacam modus pencemaran limbah dan sampah padat. Pencemaran sungai, danau, dan bangunan air harus ditindak tegas sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang lengkap.

Pencemaran sungai, danau, dan bangunan air semakin parah dan kurang ada tindakan sesuai dengan undang-undang. Bappenas menyatakan bahwa tingkat kerugian akibat pencemaran air mencapai 2,3 persen per tahun dari PDB (produk domestik bruto) atau sekitar Rp57 triliun. Daerah aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan Citarum merupakan dua sungai yang terpapar pencemaran paling parah di negeri ini.

Sampah dan pemukiman di bantaran sungai di Tanah Abang, Jakarta Pusat (KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)
Sampah dan pemukiman di bantaran sungai di Tanah Abang, Jakarta Pusat (KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

Kebijakan pembangunan sungai yang selama ini menekankan aspek hidrologi murni dengan berbagai proyek infrastruktur untuk meluruskan aliran sungai, ternyata kurang efektif untuk memperbaiki mutu air dan mencegah banjir. 

Bahkan tanggul-tanggul anak sungai kondisinya sangat ringkih sehingga mudah jebol diterjang aliran sungai yang sedang meluap. Pemerintah daerah banyak yang tidak berdaya memelihara tanggul dan normalisasi sempadan sungai.

Metode pembangunan sungai yang dijalankan pemerintah kurang berbasis ekohidrologi. Kondisinya semakin menyedihkan ketika proyek pembangunan sungai banyak diwarnai modus korupsi dan pemborosan anggaran. Indonesia perlu belajar pembangunan sungai dari negara lain.

Pembangunan sungai di negara industri maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan beberapa negara Eropa telah mengalami tiga tahap pengelolaan sungai, yaitu tahap pembangunan sungai (river development), tahap mengalami dan mempelajari dampak pembangunan sungai yang dilakukan sebelumnya (impact of river development) dan tahap restorasi atau renaturalisasi sungai-sungai yang telah dibangun sebelumnya (river restoration).

Metode pembangunan sungai tahap pertama pada umumnya menekankan aspek hidrologi murni, sehingga cenderung mengalami kegagalan dan menimbulkan bencana alam berulang kali. 

Metode ini kurang mempertimbangkan aspek ekologi dan dampak yang akan terjadi setelah pembangunan. Metode ini telah merubah kenampakan alami dan alur alamiah sungai menjadi buatan yang berbentuk trapesium dengan alur relatif lurus. Sedangkan metode pembangunan pada tahap terakhir bersifat integral yang berbasis ekohidrologi.

Celakanya di Indonesia, sebagian besar metode pembangunan sungainya masih menggunakan metode tahap pertama river development yang dikerjakan hanya sepotong-sepotong dan sarat korupsi. Selain itu pembangunan infrastruktur seperti tanggul sungai konstruksinya kurang berkualitas sehingga mudah jebol lalu menyebabkan banjir.

Memperbaiki tanggul Sungai Wulan yang jebol (KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA)
Memperbaiki tanggul Sungai Wulan yang jebol (KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA)

Pembenahan Tanggul Sungai

Kasus jebolnya ruas tanggul sungai menyebabkan banjir besar. Seperti yang baru-baru ini terjadi di Kabupaten Demak dan Kudus. Mestinya dilakukan inspeksi tanggul sungai setiap saat untuk mengetahui apakah kondisinya kuat menerima tekanan aliran sungai yang sedang meluap.

Tak bisa dipungkiri lagi bahwa kondisi tanggul sepanjang daerah aliran sungai (DAS) banyak yang rusak. Tak hanya tanggul DAS, kerusakan juga menimpa tanggul-tanggul saluran irigasi. Ironisnya hal itu dibiarkan begitu saja dalam waktu yang cukup lama hingga puncak musim hujan tiba.

Apalagi debit air sungai setiap waktu selalu bertambah karena ada kerusakan alam di daerah hulu. Kasus tanggul sungai yang jebol yang menyebabkan banjir besar di wilayah pantai utara sebenarnya sudah bisa diprediksi.

Pada bulan puncak musim hujan kapasitas debit air sungai bisa mencapai 1.100 meter kubik per detik. Meskipun ada bendungan yang bisa mengurangi outflow-nya, tetapi tidak memadai lagi sehingga kelebihan volumenya meluap keluar DAS. Kondisinya menjadi riskan jika ada ruas tanggul yang jebol. Hal ini bisa menyebabkan banjir bandang.

Seharusnya para kepala daerah, camat hingga lurah harus mengetahui secara persis kondisi infrastruktur pengairan khususnya tanggul sungai. Pasalnya tanggul sungai saat ini banyak mengandung kerawanan yang bisa mendatangkan malapetaka.

Hasil blusukan tanggul sungai tersebut sangat berguna untuk menentukan solusi atasi banjir serta jenis teknologi pengamanan sungai yang akan diterapkan. Program pengamanan sungai selama ini masih sering terabaikan. 

Selama ini perawatan tanggul juga terlihat asal-asalan. Begitu juga proyek pembangunan tanggul yang baru masih sangat sedikit.

Dari tahun ke tahun pemerintah teledor terkait dengan pembangunan dan perawatan tanggul yang mestinya dilakukan secara baik. Undang-undang No.7 tahun 2004, tentang Sumber Daya Air. menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan sarana dan prasarana sumber daya air harus berdasarkan norma, standar, pedoman dan manual (NSPM).

Implikasi dari UU di atas adalah semua tanggul sungai harus diperiksa berkala khususnya pada musim hujan. Jika terdapat tanggul yang mengalami kerusakan, harus dilakukan survei pengukuran untuk memantau perkembangan kerusakan lalu segera dilakukan perbaikan.

Kasus tanggul jebol yang menyebabkan bencana banjir semakin parah pada prinsipnya disebabkan oleh proses erosi pada ujung bawah tebing sungai atau toe erosion. 

Proses erosi itu akibat tekanan aliran air dan ulah manusia itu menjadi penyebab utama jebolnya tanggul sungai. Dibutuhkan solusi untuk mencegah proses erosi dengan cara memilih jenis perlindungan tebing yang cocok dengan kondisi alam dan proporsional teknis pengerjaannya.

Berkurangnya jumlah pepohonan di sempadan sungai akibat pemukiman dan bangunan liar mempercepat proses erosi pada tebing sungai. Selain itu gangguan pada pepohonan di sepanjang tebing sungai dan pada daerah bantaran berpengaruh pada stabilitas tebing, terutama dalam hal daya tahannya terhadap erosi. Karena secara alamiah akar pepohonan di atas sempadan sungai bisa mengikat tanah dan menyatukannya secara vertikal dan horizontal. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun