Metode pembangunan sungai yang dijalankan pemerintah kurang berbasis ekohidrologi. Kondisinya semakin menyedihkan ketika proyek pembangunan sungai banyak diwarnai modus korupsi dan pemborosan anggaran. Indonesia perlu belajar pembangunan sungai dari negara lain.
Pembangunan sungai di negara industri maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan beberapa negara Eropa telah mengalami tiga tahap pengelolaan sungai, yaitu tahap pembangunan sungai (river development), tahap mengalami dan mempelajari dampak pembangunan sungai yang dilakukan sebelumnya (impact of river development) dan tahap restorasi atau renaturalisasi sungai-sungai yang telah dibangun sebelumnya (river restoration).
Metode pembangunan sungai tahap pertama pada umumnya menekankan aspek hidrologi murni, sehingga cenderung mengalami kegagalan dan menimbulkan bencana alam berulang kali.Â
Metode ini kurang mempertimbangkan aspek ekologi dan dampak yang akan terjadi setelah pembangunan. Metode ini telah merubah kenampakan alami dan alur alamiah sungai menjadi buatan yang berbentuk trapesium dengan alur relatif lurus. Sedangkan metode pembangunan pada tahap terakhir bersifat integral yang berbasis ekohidrologi.
Celakanya di Indonesia, sebagian besar metode pembangunan sungainya masih menggunakan metode tahap pertama river development yang dikerjakan hanya sepotong-sepotong dan sarat korupsi. Selain itu pembangunan infrastruktur seperti tanggul sungai konstruksinya kurang berkualitas sehingga mudah jebol lalu menyebabkan banjir.
Pembenahan Tanggul Sungai
Kasus jebolnya ruas tanggul sungai menyebabkan banjir besar. Seperti yang baru-baru ini terjadi di Kabupaten Demak dan Kudus. Mestinya dilakukan inspeksi tanggul sungai setiap saat untuk mengetahui apakah kondisinya kuat menerima tekanan aliran sungai yang sedang meluap.
Tak bisa dipungkiri lagi bahwa kondisi tanggul sepanjang daerah aliran sungai (DAS) banyak yang rusak. Tak hanya tanggul DAS, kerusakan juga menimpa tanggul-tanggul saluran irigasi. Ironisnya hal itu dibiarkan begitu saja dalam waktu yang cukup lama hingga puncak musim hujan tiba.
Apalagi debit air sungai setiap waktu selalu bertambah karena ada kerusakan alam di daerah hulu. Kasus tanggul sungai yang jebol yang menyebabkan banjir besar di wilayah pantai utara sebenarnya sudah bisa diprediksi.
Pada bulan puncak musim hujan kapasitas debit air sungai bisa mencapai 1.100 meter kubik per detik. Meskipun ada bendungan yang bisa mengurangi outflow-nya, tetapi tidak memadai lagi sehingga kelebihan volumenya meluap keluar DAS. Kondisinya menjadi riskan jika ada ruas tanggul yang jebol. Hal ini bisa menyebabkan banjir bandang.