Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Disergap Banjir karena Tak Mencintai Cikapundung

14 Januari 2024   12:05 Diperbarui: 15 Januari 2024   13:33 2281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolam Retensi Andir di Bandung ( foto : Kompas.com ) 

Baru saja Kota Bandung disergap banjir bandang. Sungai Cikapundung yang membelah kota Bandung marah lalu menjebol tanggul yang mengapit kedua sisinya. Kondisi ruas tanggul sungai yang sudah keropos tidak kuasa menahan luapan sungai yang datang dari arah hulu. Akibatnya ruas jalan dan permukiman tergenang air sungai dengan ketinggian yang serius.

Pembangunan Sungai Cikapundung sudah terlupakan. Saya sering memandang Cikapundung dari atas Viaduct atau jembatan KA di depan kantor pusat PT KAI. Tampak aliran Cikapundung yang tenang di waktu kemarau dan meluap hebat di waktu musim hujan. 

Tampak bermacam sampah hanyut. Volume sampah di Cikapundung yang sangat besar merupakan pertanda begitu kejamnya warga kota memperlakukan sungai bersejarah yang dahulu cantik dan kaya dengan berbagai jenis ikan.

Di masa lalu ada program pembangunan Teras Cikapundung. Namun entah kenapa terhenti begitu saja tidak menjangkau sepanjang sempadan sungai. Hanya beberapa segmen saja yang dibenahi, sepadan lainnya dibiarkan begitu saja tak tersentuh pembangunan. 

Pemerintah daerah kurang perhatian terhadap pembangunan sungai. Pembangunan sungai menyangkut aspek ekologi, pelindung banjir dan juga bisa menjadi sarana wisata. Juga berfungsi sebagai ruang terbuka hijau.

Sungai Cikapundung meluap menjebol tanggul dan merendam kota (Gambar : CNN Indonesia ) 
Sungai Cikapundung meluap menjebol tanggul dan merendam kota (Gambar : CNN Indonesia ) 

Mestinya pembangunan proyek Teras Cikapundung berkelanjutan. Proyek itu sebaiknya tidak sekadar taman dan panggung terbuka di pinggir sungai. Fungsi komersial dan rekreasi sebaiknya disertai dengan fungsi untuk menumbuhkan budaya cinta sungai. Dan bisa mendorong pengembangan ilmu hidrologi khususnya ilmu tentang sungai.

Saya mengusulkan sebaiknya Kongres Sungai Indonesia (KSI) berikutnya diselenggarakan di Teras Cikapundung. Penyelenggaraan KSI sangat relevan dengan permasalahan tentang sungai di Tanah Air. Termasuk sungai yang kini kondisinya sangat kritis. 

Indonesia telah dikaruniai sumber daya air yang melimpah tetapi belum terkelola dengan baik. Diperlukan terobosan pemerintah untuk membenahi secara total aliran sungai.

Problema banjir dan kekeringan sebenarnya mengerucut pada satu hal yang mendasar, yakni kondisi di mana aplikasi ilmu hidrologi di negeri ini terpuruk ke titik nadir. Betapa pentingnya upaya untuk memahami lalu menerapkan kaidah hidrologi.

Menghidupkan spirit cinta sungai lewat Teras Cikapundung (Gambar : adbang.bandung.go.id)
Menghidupkan spirit cinta sungai lewat Teras Cikapundung (Gambar : adbang.bandung.go.id)

Spirit Cinta Sungai

Proyek penanggulangan banjir seperti apapun tidak akan optimal tanpa disertai dengan budaya cinta sungai. Wilayah negeri ini telah dibelah oleh ribuan sungai. 

Ironisnya, wawasan ilmu pengetahuan dan cara pandang bangsa ini terhadap sungai justru kurang visioner, kurang ilmiah, bahkan boleh dibilang kurang berbudaya. Meskipun memiliki ribuan sungai, namun ilmu pengetahuan tentang sungai belum berkembang secara baik.

Arti penting sungai telah dielaborasi oleh pakar geologi William Davis Morris (1880 ). Dia membuat teori yang mengatakan bahwa sungai dan lembahnya analog organisme hidup. Sungai berubah dari waktu ke waktu, mengalami masa muda, dewasa, dan masa tua. 

Menurut teori Davis, siklus kehidupan sungai dimulai ketika tanah baru muncul di atas permukaan laut. Hujan kemudian mengikisnya dan membuat parit, kemudian parit-parit itu bertemu sesamanya dan membentuk sungai. 

Anak-anak sungai kemudian tumbuh dari sungai utamanya seperti cabang tumbuh dari pohon. Semakin tua sungai, lembahnya semakin dalam dan anak-anak sungainya semakin panjang. 

Kemudian ilmu pengetahuan tentang sungai terus berkembang dengan teori Robert E.Horton yang mengklasifikasikan sungai berdasarkan tingkat kerumitan anak sungainya. Perilaku masyarakat dan kebijakan pembangunan di Indonesia sangat destruktif terhadap aliran sungai.

Perlu menyimak contoh teladan tokoh dan pemimpin dunia yang sangat visioner dalam hal sungai. Sejarah telah menunjukkan kepada kita tentang kegigihan Presiden Amerika Serikat Theodore Roosevelt yang terlibat langsung dalam memimpin ekspedisi untuk memetakan potensi dan kekayaan sungai Amazon sekaligus menguak misteri yang menyelimutinya. Banyak negarawan dan tokoh dunia yang berusaha menumbuhkan budaya cinta sungai.

Para capres dan cawapres yang berkompetisi dalam Pemilu 2024 perlu memiliki visi budaya cinta sungai. Jangan sebatas membuat seremonial. Hingga kini masih jarang program yang memiliki greget dan bobot ilmiah untuk membentuk budaya mencintai sungai. 

Tak bisa dimungkiri, negeri ini sudah kehilangan cinta dan kearifan dan sangat lalim dalam memperlakukan sungai. Saatnya kita sadar, kerusakan sungai tidak bisa ditangani secara incremental di wilayah tertentu saja. Tetapi harus komprehensif dengan berbasis kaidah hidrologi.

Kolam Retensi Andir di Bandung ( foto : Kompas.com ) 
Kolam Retensi Andir di Bandung ( foto : Kompas.com ) 

Pompanisasi dan Kolam Retensi

Banjir bandang yang melanda kawasan perkotaan dan wilayah lain tidak bisa diatasi secara konvensional. Mencegah kerawanan infrastruktur publik akibat banjir dibutuhkan sistem mekanisasi yang andal.

Kondisi jalan dan permukiman yang mengalami penurunan permukaan tanah menyebabkan volume genangan semakin besar. Kondisinya semakin parah akibat laju pembangunan kota yang mengabaikan sistem drainase dan menjadikan badan jalan sebagai saluran pembuangan air hujan.

Untuk mengatasi banjir dan genangan air hujan di jalan perkotaan dan lokasi permukiman dibutuhkan pompa mobile dengan jumlah yang cukup. Solusi mekanisasi untuk atasi banjir tersebut antara lain meliputi komponen permesinan seperti pompa air, sistem perpipaan dan berbagai jenis tanggul darurat hingga pintu air.

Menghadapi puncak musim hujan perlu disiagakan 24 jam tim satuan tugas penanggulangan banjir dan genangan yang disebar ke area rawan banjir. Terutama pada ruas jalan yang padat, pemukiman dan basement gedung perkantoran dan pusat ekonomi. 

Sisi kolam retensi Andir di Bandung ( foto : Kompas.com ) 
Sisi kolam retensi Andir di Bandung ( foto : Kompas.com ) 

Menghadapi puncak musim hujan peran permesinan cukup signifikan. Terutama untuk kondisi ruas jalan dan lokasi perumahan yang terletak di cekungan atau konturnya rendah membutuhkan pompa air yang bisa menguras genangan banjir. 

Perlu instalasi pompa yang mampu menyedot air dengan kapasitas 65 juta kubik air per jam. Juga dibutuhkan mobil pompa untuk menguras bangunan bawah tanah dan terowongan akibat banjir.

Bencana banjir yang datang dalam waktu yang cepat sangat mengancam ruang-ruang di bawah tanah seperti basement gedung perkantoran dan pusat bisnis. Juga sangat mengancam ruas-ruas jalan yang terletak di cekungan atau terowongan yang bisa menyebabkan mobil terjebak saat terjadi banjir. 

Sistem pompanisasi memerlukan kolam retensi atau kolam penampungan dengan luas yang memadai. Untuk kasus banjir yang sering menyergap kota, pompanisasi dan kolam retensi perlu dibangun di beberapa tempat. Terutama yang terkait dengan aktivitas publik yang padat.

Untuk mengatasi banjir dan genangan air hujan di jalan perkotaan dan lokasi permukiman dibutuhkan pompa mobile dengan jumlah yang cukup. Solusi mekanisasi untuk atasi banjir tersebut antara lain meliputi komponen permesinan seperti pompa air, sistem perpipaan dan berbagai jenis tanggul darurat hingga pintu air.

Pembangunan kolam retensi mesti dipikirkan dari berbagai aspek. Jangan sampai dikemudian hari kolam retensi berubah fungsi. Seperti tempat penimbunan sampah perkotaan.

Fungsi dari kolam retensi adalah untuk menggantikan peran lahan resapan yang dijadikan lahan tertutup/perumahan/perkantoran, maka fungsi resapan dapat digantikan dengan kolam retensi. 

Kolam ini adalah menampung air hujan langsung dan aliran dari sistem untuk diresapkan ke dalam tanah atau bisa juga dialirkan dengan pompa menuju sungai besar atau laut. Sehingga kolam retensi ini perlu ditempatkan pada bagian yang terendah dari lahan.Jumlah, volume, luas dan kedalaman kolam ini sangat tergantung dari berapa lahan yang dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun