Spirit Cinta Sungai
Proyek penanggulangan banjir seperti apapun tidak akan optimal tanpa disertai dengan budaya cinta sungai. Wilayah negeri ini telah dibelah oleh ribuan sungai.Â
Ironisnya, wawasan ilmu pengetahuan dan cara pandang bangsa ini terhadap sungai justru kurang visioner, kurang ilmiah, bahkan boleh dibilang kurang berbudaya. Meskipun memiliki ribuan sungai, namun ilmu pengetahuan tentang sungai belum berkembang secara baik.
Arti penting sungai telah dielaborasi oleh pakar geologi William Davis Morris (1880 ). Dia membuat teori yang mengatakan bahwa sungai dan lembahnya analog organisme hidup. Sungai berubah dari waktu ke waktu, mengalami masa muda, dewasa, dan masa tua.Â
Menurut teori Davis, siklus kehidupan sungai dimulai ketika tanah baru muncul di atas permukaan laut. Hujan kemudian mengikisnya dan membuat parit, kemudian parit-parit itu bertemu sesamanya dan membentuk sungai.Â
Anak-anak sungai kemudian tumbuh dari sungai utamanya seperti cabang tumbuh dari pohon. Semakin tua sungai, lembahnya semakin dalam dan anak-anak sungainya semakin panjang.Â
Kemudian ilmu pengetahuan tentang sungai terus berkembang dengan teori Robert E.Horton yang mengklasifikasikan sungai berdasarkan tingkat kerumitan anak sungainya. Perilaku masyarakat dan kebijakan pembangunan di Indonesia sangat destruktif terhadap aliran sungai.
Perlu menyimak contoh teladan tokoh dan pemimpin dunia yang sangat visioner dalam hal sungai. Sejarah telah menunjukkan kepada kita tentang kegigihan Presiden Amerika Serikat Theodore Roosevelt yang terlibat langsung dalam memimpin ekspedisi untuk memetakan potensi dan kekayaan sungai Amazon sekaligus menguak misteri yang menyelimutinya. Banyak negarawan dan tokoh dunia yang berusaha menumbuhkan budaya cinta sungai.
Para capres dan cawapres yang berkompetisi dalam Pemilu 2024 perlu memiliki visi budaya cinta sungai. Jangan sebatas membuat seremonial. Hingga kini masih jarang program yang memiliki greget dan bobot ilmiah untuk membentuk budaya mencintai sungai.Â
Tak bisa dimungkiri, negeri ini sudah kehilangan cinta dan kearifan dan sangat lalim dalam memperlakukan sungai. Saatnya kita sadar, kerusakan sungai tidak bisa ditangani secara incremental di wilayah tertentu saja. Tetapi harus komprehensif dengan berbasis kaidah hidrologi.