- Ayat (1) Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/ buruh atau lebih wajib membentuk lembaga kerja sama bipartit.
- Ayat (2) Lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi sebagai forum komunikasi, dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di perusahaan.
- Ayat (3) Susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pekerja/buruh secara demokratis untuk mewakili kepentingan pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
- Ayat (4) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan dan susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Frasa kata "wajib" dalam ayat (1) tersebut menunjukkan bahwa ada hal lain selain kewajiban membentuk LKS Bipartit yaitu perusahaan mempunyai kewajiban untuk memelihara hubungan industrial yang harmonis di dalam perusahaan bahkan ketika di perusahaan tersebut tidak ada serikat pekerja, perusahaan tetap wajib membentuk LKS Bipartit yang anggotanya dipilih secara demokratis, kemudian siapa yang harus berinisiatif menyelenggarakan pemilihan wakil pekerja untuk duduk dalam lembaga tersebut, jawabannya adalah perusahaan sesuai dengan perintah dari ayat tersebut, dan ada sanksi administrasi dari yang paling ringan berupa teguran sampai yang terberat berupa pencabutan izin usaha apabila perusahaan tidak melaksanakan ayat (1) tersebut sebagaimana yang tercantum dalam UU 13 Tahun 2003 pasal 190.
Apabila manajemen merasa karyawan yang di PHK tersebut melakukan pelanggaran seperti yang dituduhkan dalam SK PHK, hal itu masih membutuhkan pembuktian dan masih masuk dalam kategori perselisihan hubungan industrial yang penyelesaiannya harus dilakukan sesuai dengan UU Nomor 2 Tahun 2004 Tentang PPHI pasal 3 ayat (1) yang berbunyi "Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat" dan Permen Nomor Per.31/Men/XII/2008 Pedoman Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartit pasal 2 yang berbunyi, "Setiap terjadi perselisihan hubungan industrial wajib dilakukan perundingan penyelesaian perselisihan secara bipartit sebelum diselesaikan melalui mediasi atau konsiliasi maupun arbitrase". Â
Sedangkan pada kasus PHK kebanyakan masuk kedalam kategori perselisihan PHK yang termasuk ke dalam perselisihan hubungan industrial (UU 2 Tahun 2004 Tentang PPHI pasal 2 poin c) yang wajib diselesaikan melalui perundingan bipartit. (TS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H