Perlu langkah dasar untuk menghadapi kesewenang-wenangan oknum perusahaan yang melakukan pelanggaran prosedur PHK. Pekerja yang terkena PHK secara sewenang-wenang perlu melakukan langkah dasar yakni membuat kronologis kasus PHK yang disertai dengan lampiran seperti surat PHK resmi dari perusahaan, surat perjanjian kerja, slip gaji, dan dokumen lain terkait dengan ketenagakerjaan seperti bukti iuran BPJS Kesehatan, iuran BP Jamsostek, dana pensiun dan lain-lain.
Langkah dasar tersebut dilanjutkan dengan langkah advokasi dan gugatan. Langkah lanjutan ini bisa melibatkan organisasi serikat pekerja/buruh, atau lewat lembaga bantuan hukum (LBH) setempat.
Jangan sampai setelah mendapatkan Surat Peringatan 3 (SP3) dan Surat Keputusan Pemutusan Hubungan Kerja (SK PHK) yang ditandatangani oleh manajemen perusahaan tidak ada perjuangan atau pasrah begitu saja. Apalagi setelah keluarnya surat PHK maka karyawan tersebut dilarang masuk perusahaan untuk alasan apapun. Selain itu gajinya pun sudah tidak diberikan lagi.Â
Biasanya setelah mendapatkan surat PHK karyawan ditekan untuk melakukan perundingan bipartit oleh perusahaan lewat pengacara perusahaan. Dalam bipartit inilah karyawan akan mendapatkan tekanan yang luar biasa supaya tidak melawan lebih lanjut dalam pengadilan perselisihan hubungan kerja/industrial.
Menghadapi kasus PHK, terutama jika terjadi PHK massal di perusahaan, perlu langkah dasar yang disertai dengan analisa hukum ketenagakerjaan.
Analisa Hukum tersebut setidaknya mencakup beberapa hal antara lain :
1. Sesuai dengan UU 13 Tahun 2003 pasal 151 ayat 1 yang berbunyi, " Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja." Sehingga sudah sangat jelas bahwa pengusaha harus berusaha secara maksimal menghindari PHK, apakah amanah undang-undang tersebut telah dijalankan oleh perusahaan.
Apabila melihat dari kronologis kejadiannya, tidak dan/atau belum bahkan mengabaikan perintah undang-undang tersebut, pantas kalau disebut oknum manajemen perusahaan melakukannya dengan cara arogan. Apalagi dengan langsung dan sekaligus secara bersamaan memberikan Surat Peringatan 3 (SP3) dan Surat PHK kepada pihak karyawan.
2. Filosofi UU 13 Tahun 2003 pasal 151 ayat 1. Filosofi dari isi pasal tersebut sebenarnya terkandung semangat kemanusiaan, kebersamaan, saling menjaga, saling mengingatkan, kejujuran, keadilan, yang pada prinsipnya semangat untuk membangun perusahaan agar tumbuh berkembang dan apabila usaha dalam kondisi yang kurang baik seluruh stakeholder bersama-sama mencari solusi yang terbaik buat perusahaan.Â
Dalam hal ini biasanya/seharusnya orang yang mempunyai wawasan dan pengetahuan lebih haruslah bertindak bijak dan mengayomi, dengan demikian direksi/manajemen dalam komunitas terkecil di lingkungan perusahaan mempunyai perangkat dengan personil yang lebih lengkap dan lebih detail dalam mengelola perusahaan termasuk dalam menghadapi serikat pekerja di tingkat perusahaan.
Itulah mengapa, perusahaanlah yang diwajibkan untuk membentuk lembaga kerjasama bipartit (LKS Bipartit) dalam perusahaan sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 13 Tahun 2003 pasal 106 yang berbunyi :