Pertama, daya beli masyarakat yang tidak meningkat atau cenderung turun. Mereka menginginkan harga yang murah tetapi dengan acceptable level of quality dan ini banyak di provide oleh supplier-supplier dari luar terutama dari China, Vietnam dan Thailand.
Kedua, TikTok dalam policy perusahaan yang menjual data-data kepada yang berminat. Artinya mereka menjual data product apa yang banyak terjual, dimana, dan harganya berapa. Akibatnya manufacturer yang besar dapat memproduksi dan menjual dan harga lebih murah untuk masuk ke pasar Indonesia. Policy penjualan data inilah yang sebenarnya harus dilarang.
Ketiga, harus diakui bahwa meskipun UMKM kita terus berkembang dan mulai adopsi kualitas dan teknologi untuk bersaing tetapi masih perlu banyak waktu.Â
Hal ini seharusnya peran pemerintah untuk provide waktu itu dengan proteksi impor dan juga pendampingan antara startup technology dengan para UMKM atau IKM seperti program Startup for Industry yang dilaksanakan secara rutin oleh Kemenperin. Ini bisa dicontoh di kementerian lain dengan serius dan konsisten.
"Semua policy pasti ada yang meng-lobby untuk bisa sampai pemerintah melarang Tiktok Sales. Siapa yang mempunyai concern selain para UMKM ? Tentunya para pemain e commerce, market place dan juga pemerintah (pendapatan pajak). Nah, kita bisa menimbang-nimbang bahwa policy tersebut lebih menguntungkan UMKM atau yg disebutkan diatas?," ujar Kiwi
Lebih lanjut ia menyatakan bahwa realitasnya sistem struktur pemerintahan kita lebih dipengaruhi oleh loby-loby perusahaan besar ketimbang UMKM.Â
Nah sistem dan struktur ini yang mesti direformasi sehingga lebih balance. Itulah yang menjadi tanggung jawab para pemimpin eksekutif dan legislatif kita.Â
Saatnya sistem struktur yang mengacu kepada Pancasila dan UUD 1945 yang mengemukakan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Urgensi Value Creation Pasar Tradisional
Pasar tradisional dan modern kini kondisinya memprihatinkan. Penyebabnya bukan faktor tunggal, melainkan ganda.Â