Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Jakarta Bak Neraka Produsen Polutan Udara, Segera Panggil Abu Nawas

15 September 2023   07:28 Diperbarui: 15 September 2023   07:33 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi polusi udara di Jakarta (sumber Shutterstok)

Jakarta Bak Neraka Produsen Polutan Udara, Segera Panggil Abu Nawas 

Ketika peraturan sulit ditegakkan, ketika pakar lingkungan hanya sebatas berwacana, ketika birokrat saling lempar tanggung jawab, terciptalah Jakarta bak neraka jahanam yang dipenuhi oleh polutan udara dan dipanggang terik matahari yang panasnya sempurna.

Kalau kondisi Jakarta seperti itu, segera panggil Abu Nawas, beri kekuasaan kepadanya untuk mengatasinya. Sudah banyak hasil penelitian terkait pencemaran di Jakarta, sudah segudang kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi (Pemprov DKI Jakarta) untuk mengatasi polusi udara, semuanya belum berhasil. Lantas sampai kapan Jakarta kondisinya bak neraka ?

Jakarta butuh Abu Nawas, sang tokoh komik yang jenaka, namun cerdas dan amat berwibawa. Kewibawaannya melebihi otoritas penegak hukum, nyalinya segunung, panjang akal dan tidak pandang bulu ketika menghadapi jalan buntu.

Abu Nawas tertawa ketika mendengar pejabat Dinas LH DKI Jakarta menyatakan curah hujan hasil TMC ( teknologi modifikasi cuaca ) akan membantu peluruhan polutan yang melayang di udara, ternyata prediksi itu tidak terjadi. Publik jadi semakin mengerti sekalipun di musim hujan nanti, udara di Jakarta pada prinsipnya terus diguyur polusi.

Jalan pikiran Abu Nawas terus menari-nari penuh energi melihat fakta bahwa kecepatan angin yang rendah di Jakarta berimbas pada stagnasi pergerakan udara sehingga polutan udara akan terakumulasi. Tak hanya itu, kondisi ini dapat memicu produksi polutan udara lain seperti ozon permukaan 03, yang keberadaannya dapat diindikasikan dari penurunan jarak pandang. Sejauh ini, Menurut Dinas LH DKI bahwa sumber polutan S02 terbesar di Jakarta berasal dari sektor industri yaitu sebesar 61,96 persen. Sementara sumber polutan lainnya seperti NOX, CO, PM10 dan PM2,5 mayoritas berasal dari sektor transportasi.

Abu Nawas tertawa geli, "wong sudah tahu kalau pencemar udara terbesar adalah sektor industri, kenapa solusinya masih mbulet seperti kentut hansip," begitu celotehnya, penuh rasa geram. Abu Nawa lantas mengajak semua berpikir praktis dengan mengurai data-data dan peraturan yang selama ini sudah ada. Namun gagal dieksekusi dan justru dijadikan ajang korupsi oleh pelaku industri penyebab polusi.

Publik melihat masih banyak industri di Jakarta dan sekitarnya yang seenak udelnya memproduksi emisi dengan mutu baku di atas ketentuan. Dinas lingkungan hidup yang notabene adalah orang-orang pintar tidak berkutik dan menutup mata, atau ada oknum yang justru asyik mesra bermain mata dengan industri agen neraka jahanam. Oknum aparat penegak hukum juga bersikap sama. Mestinya tanpa pandang bulu sikat habis agen neraka jahanam itu.

Secara ilmiah faktanya sudah jelas, bahwa perkara emisi diatas ambang batas sudah teridentifikasi, bahkan peta spasial keberadaan pabrik, bengkel, pembangkit, dan industri yang menjadi agen neraka jahanam sudah cetho welo-welo, lantas apa lagi ? Segera mainkan pedangnya Abu Nawas, jangan tunda-tunda waktunya, karena korban terus berjatuhan.

Domain ilmu pengetahuan dan teknologi telah bersabda, bahwa emisi adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkannya ke dalam udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar.

Definisi Pencemaran Udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga melampaui baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan. Beberapa mesin atau proses pembakaran dalam industri menjadi penyebab polusi udara, namun ada alat yang bisa mengurangi dampaknya sehingga tidak melebihi mutu baku emisi.

Namun yang namanya pelaku industri di negeri ini sering teledor dan lepas tanggung jawab ketika harus memenuhi aturan terkait pemasangan alat Scrubber. Industri tidak punya dana untuk pembelian alat tersebut atau tidak punya biaya untuk perawatan alat. Sehingga alat yang sudah jebol atau rusak dibiarkan begitu saja. Banyak Scrubber yang kondisinya sudah rusak dan hanya sebagai alat untuk mengelabui dinas lingkungan. Atau juga jumlah Scrubber masih kurang dalam kawasan industri tersebut.

Masih banyak pabrik atau instalasi pembangkit yang tidak memungkinkan lagi diatasi dengan memasang Scrubber tipe apapun. Mesin seperti Ketel Uap atau Pembangkit Uap atau Pemanas Proses atau Pengolahan Panas adalah peralatan berbahan bakar cair maupun gas yang berfungsi menghasilkan air panas dan/atau uap dan/atau untuk kebutuhan pemindahan energi lainnya. Banyak yang kondisinya sulit diatasi dengan jenis Scrubber apapun.

Begitupula dengan mesin pembakaran dalam atau genset adalah mesin berbahan bakar cair maupun gas yang mengubah energi panas menjadi energi mekanis dengan menggunakan mesin timbal balik secara pengapian dengan percikan atau pengapian dengan tekanan. Apalagi dengan aktivitas industri di sekitar Jakarta yang memakai bahan bakar batu bara, ini jelas agen neraka jahanam kelas satu.

Keniscayaan, masyarakat tidak mau nasibnya tergantung kepada Scrubber. Apalagi banyak jenis Scrubber yang berkualitas buruk bahkan bohong-bohongan. Apa sih Scrubber itu ?

Scrubber adalah alat yang digunakan untuk memisahkan suatu partikel solid seperti debu yang ada di gas atau udara dengan menggunakan suatu bahan padat, cairan atau zat kimia sebagai alat bantu. Bahan padat, cairan, atau zat kimia ini menggosok partikel gas sehingga mengurangi polutan udara yang dihasilkan oleh gas buang suatu industri.

Scrubber pertama kali dibuat di Inggris tahun 1930. Namun penggunaan scrubber secara skala besar baru ada di pabrik-pabrik industri Amerika Serikat tahun 1967.

Pada awal-awal penggunaannya, scrubber digunakan pada kapal selam untuk membersihkan karbondioksida dari udara yang masuk ke kapal. Scrubber juga digunakan untuk membersihkan polutan. Namun seiring berkembanganya teknologi, scrubber sekarang juga bisa sebagai perangkat utama dalam mengontrol emisi gas, terutama gas yang bersifat asam.

Dalam dunia industri ada beberapa jenis scrubber, yaitu scrubber basah (wet scrubber) dan scrubber kering (dry scrubber) hingga gas scrubber. Yang membedakan hanya zat untuk menghilangkan polutan. Dry scrubber menggunakan bahan padat untuk menghilangkan polutan. Wet scrubber menggunakan pelarut cair atau liquid untuk menghilangkan polutan. Sementara gas scrubber bekerja dengan menggunakan zat kimia tertentu yang dapat menghilangkan gas tertentu seperti belerang dan nitrogen dioksida. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun