Setelah dari meja persembahan pertama, kita langsung dihadapkan pada altar utama yang cukup luas dan terdapat tiga meja persembahan.Â
Sangat disayangkan, saya tidak mendapatkan informasi memadai dari Koh Tjen Lay yang tengah mengurus persiapan kegiatan pengobatan tradisional Tiongkok yang akan berlangsung selama tiga hari (Senin s.d Rabu, 29 - 31 Oktober 2018). Meski begitu, dari Catatan Perjalanan Bambang Aroengbinang , altar utama ini representasi ke- Tridharma - an Kelenteng Khong Hwie Kiong  Kebumen.Â
Selain debu dan kotoran semacam sarang laba-laba (sawang- Jawa) Â bertebaran di mana-mana. Banyak artefak budaya semisal patung, guci dan simbol-simbol tertentu seperti pataka dan tulisan yang perlu perawatan biasa sampai yang harus ditangani oleh ahlinya.Â
Melihat kondisi Situs Budaya di Kebumen ini, saya minta pandangan dari dua orang yang hampir selalu berada di sana yakni koh Lin Tjen Lay dan penjaga kelenteng Pak Ismanto untuk menjajagi kemungkinan pelibatan masyarakat umum dalam upaya pengembangan dan  pelestariannya.
Pelibatan masyarakat sekitar dalam upaya revitalisasi Kelenteng Khong Hwie Kiong sebagai situs budaya dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, pengurus memfasilitasi inisiatif komunitas pecinta dan pelestari budaya untuk aktif mempromosikannya sebagai destinasi wisata budaya dan religi.Â
Komunitas ini dapat diikutsertakan sebagai pemandu wisata setelah dilatih secara khusus. Kedua, mengaktifkan kembali kerjasama dalam upaya pelestarian lingkungan hidup seperti  Lomba Mancing Kali Luk Ulo di Pasarpari Kelurahan Kebumen.
Event seperti itu dapat mengatasi masalah sampah dedaunan nampak berserakan di halaman depan, di sekitar tepian lantai teras Kelenteng. Ada juga sampah non organik di beberapa sudut. Demikian juga dengan beberapa altar pemujaan yang dihiasi debu cukup tebal.Â
Perlu kepedulian dari masyarakat pecinta dan pelestari budaya baik lokal maupun nasional untuk mengatasinya.