" Tahu dari mana rombongan kami mau lewat daerah ini??", Ia menggumam dan coba mencari orang yang membawa bakul isi jagung tadi. Setelah bertanya kiri kanan, sang komandan memerintahkan anak buahnya agar tidak memakan jagung rebus itu. Ia menaruh curiga.
Tak lama berselang, seorang anggota rombongan tersungkur. Dua, tiga dan entah berapa jumlah tepatnya yang jatuh.  Rupanya, karena mereka sangat lapar langsung memakan jagung rebus  itu.Â
Seorang anggota rombongan, Bejo, lalu memeriksa tubuh teman yang mulai membiru kaku. Â Ia menduga jagung itu telah ditaburi racun yang sangat kuat.Â
Belum lagi berkesempatan memeriksa kondisi tubuh lain, dari arah belakang dan samping kiri posisi rombongan nampak kilatan cahaya dari rentetan tembakan senapan mesin. Komandan memberi perintah berpencar. Malang nasib mereka. Tak ada yang selamat dari serangan dadakan itu.Â
***
Malam pergantian bulan telah habis ditelan kilatan cahaya mematikan. Suara berdebum membumbungkan asap pekat di antara nyala api kengerian. Betapa tidak, rumpun bambu dipangkas dengan mitraliur dan ledakan peluru kanon. Rumah-rumah diberondong senapan otomatis, dibakar atau diporak-porandakan. Suara tangis para ibu yang kehilangan anak dan anggota keluarganya tak sedikitpun menyurutkan nafsu biadab para tentara bayaran yang sejatinya sekandung, anak Ibu Pertiwi.Â
Rombangan kecil-kecil yang datang bergelombang sejak beberapa hari terakhir semakin tercerai berai. Sulit membedakan siapa induk, siapa pula anak-anaknya. Kacau balau di tengah sempitnya ruang gerak.Â
***
Joko terpisah dari induknya saat ia coba meraih Juki yang ditinggal mati pemiliknya. Mukanya penuh lumpur ketika ia membenamkan muka di sawah agar dikira telah mati. Pipa rokok yang tak pernah dipakai telah menyelamatkan nyawanya . Selain itu, ia merasa beruntung juga. Tertolong mayat teman seperjuangan yang menimpa tubuhnya. Setelah dirasa aman, ia bangun perlahan dan merayap.Â
Hujan lebat sedikit membantu dirinya menyeret Juki ke sebuah kandang sapi. Senjata otomatis buatan Jepang itu tak dapat digunakan. Setelah mantel pelurunya diambil, kemudian Joko menyembunyikan senjata andalan pasukannya di antara tumpukan jerami. Aman, pikirnya.Â
Ia selalu ingat pesan pelatih di Militaire Academie (MA) yang membekali dasar kemiliteran sebelum berangkat ke Front Barat.Â