SETIAP satu tahun sekali tepatnya di tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri.
Hari Santri ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015. Dengan demikian inilah bentuk penghargaan negara melalui pemerintah atas perjuangan komunitas muslim dalam merebut kemerdekaan Republik Indonesia.
Dikutip dari sumber kemenag go.id tema Hari Santri 2021 kali ini adalah Santri Siaga Jiwa dan Raga.
Landasan Historis.
Pemilihan dan penetapan Hari Santri pada tanggal 22 Oktober bukanlah sebuah kebetulan. Melainkan ada landasan historis yang kuat dan mengakar.Â
Pasalnya, keputusan penetapan Hari Santri ini merujuk pada Resolusi Jihad nya Pendiri NU, KH. Hasyim Asy'ari, tanggal 22 Oktober 1945 di Surabaya.
Resolusi jihad dilakukan untuk mencegah kembalinya tentara kolonial belanda yang mengatasnamakan NICA.
Dan, resolusi jihad itu mewajibkan setiap muslim untuk berjuanng sekuat tenaga, jiwa dan raga membela tanah air dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari serangan penjajah.
Makna Santri.
Pemaknaan santri melekat pada komunitas bersarung yang menuntut ilmu atau pendidikan agama Islam di pondok-pondok pesantren dengan menetap di dalamnya.
Awalnya pondok pesantren adalah tempat, bilik-bilik untuk mengaji bagi para santri. Ada santri dan kiai atau nyai sebagai guru dan panutannya.
Diponpes, santri tidak hanya diajarkan ilmu agama Islam dengan ketat dan penuh disiplin. Melainkan adab, akhlak, sopan santun termasuk juga diajarkan berbagai ilmu kanuragan.
Makanya ada istilah santri kalong yang selalu berpindah-pindah pesantren dan guru. Juga, pesantren ilmu hikmah yang khusus menggembleng santrinya dengan berbagai olah kanuragan ataupun olah bathin.
Artinya, konten pendidikan di pesantren sejak dulu memang beragam tak melulu ilmu agama Islam saja.
Kontek Santri Kekinian.
Kalau dulu perjuangan ulama, kiai, nyai dan santri dengan menggunakan senjata atau bambu runcing untuk mengusir penjajah. Ada laskar-laskar semisal laskar hisbullah dibawah komando KH. Hasyim As'ary dan laskar sabilillah di bawah komando KH. Masykur.
Resolusi jihad di era modern, digital dan milenial seperti saat ini diarahkan pada upaya multidimensi dari kiprah dan peran santri dengan segenap komponen pesantren dalam menjaga kedaulatan bangsa dan negara Indonesia.
Santri harus menjadi pemersatu dan mengokohkan eksistensi identitas bangsa. Distribusi santri pada segenap wilayah publik perlu dimaksimalkan mengingat santri merupakan entitas yang sudah teruji militansi, dedikasi dan daya juangnya.
Santri harus tampil menjadi presiden, menteri, legislator, senator, gubernur, bupati, wali kota, kades, tentara, polisi, budayawan, akuntan, jaksa, hakim, advokat pembela kebenaran dan lain sebagainya.
Sepintas Profil Santri.
Pendiri, Direktur, Ketua Umum Lembaga Bantuan Hukum Perisai Kebenaran (LBH-PK) H. Sugeng, SH.,MSI adalah tercatat sebagai seorang santri pada Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi'in, Tawang, Rejosari, Semarang (1994-1996).
Sembari nyantri, saat itu beliau juga sebagai mahasiswa Fakultas Hukum UNDIP, Semarang (1991-1996). Sugeng merupakan sosok santri yang berprofesi sebagai advokat, lawyer, pengacara dengan sederet posisi dan jabatan strategis di berbagai organisasi kemasyarakatan serta organisasi profesi dari level daerah sampai nasional.
Lahir di Cilacap, domisili di Purbalingga. Kisah menarik saat beliau nyantri, ngenger murih ilmu adalah bahwa beliau sadar bahwasannya kalau harus menghapal kitab kuning seperti santri seniornya yang lain maka dirinya tidak sanggup.Â
Untuk mendapat perhatian, kasih sayang dan ridho guru dirinya mencari cara lain yakni dengan rajin adzan dan iqomah di masjid  serta menyiapkan meja bagi kiainya saat akan mengajar para santrinya.
Cara ini terbilang berhasil, dirinya mendapat kasih sayang, perhatian dan ridho guru. Satu hal yang pasti dalam hubungan santri-kiai/nyai dalam komunitas pesantren adalah ridho guru melalui konsep berkah.Â
Bentuknya dengan ta'dhim atas dawuh, perintah guru serta mencium tangan guru. Berbagai sikap, adat istiadat pesantren pun masih melekat erat dalam kesehariannya.
Seperti kesederhanaan, kerendahan hati, kasih sayang, penghormatan kepada sesama. Sering dalam perjalanannya saat di mobil sambil membaca Al-Quran (nderes), puasa senin-kamis, ziaroh kubur dan bersedekah.
Gaya berpakaian dalam aktifitas kesehariannya lebih banyak didominasi pakaian batik. Tak ada aksesoris wah dan super lek dalam dirinya.
Kemuliaan profesi advokat ditunjukkannya dengan kejujuran, dedikasi dan kinerja. Bukan pada deretan aksesoris wah.
Penutup.
Medan juang santri era dulu dan sekarang jelas sudah berbeda jauh. Santri sekarang ini berjuang dengan ilmunya memberikan warna dan mengkokohkan eksistensi bangsa.
Satu yang pasti, bahwa militansi santri tak perlu diragukan. Saat santri berposisi sebagai apapun maka ia akan berbuat semaksimal dan sebaik mungkin bagi kemaslahatan umat, rakyat.
Selamat Hari Santri.
Santri Siaga Jiwa dan Raga.
Semoga bermanfaat.
---------------
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H