Di UU ini, para dan semua tokoh serta tetua desa diberikan porsi lebih sehingga penulis menyebutnya sebagai DPRD-nya Desa. Terus, semakin menjulang tinggi dan berending pada ketok palu disahkan dan dilahirkannya  UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa yang resmi di undangkan pada 15 Januari 2014.
Posisi Desa Semakin Kuat.
Dengan kelahiran UU Desa tersebut maka menjadi semakin kuatlah posisi Desa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kemudian diterapkanlah dua asas; Pertama, Asas Rekognisi diwujudkan oleh pemerintah dengan "pengeluaran dana desa" yang terus mengalami peningkatan pada setiap tahunnya. Diperoleh dan diolah dari berbagai sumber; sampai 2020, dana desa mencapai Rp.323,32 triliun. Dengan jumlah penyerapan yang terus meningkat 2015 (82,72%), 2016 (97,65%), 2020 (99,95%), 2021 direncanakan Rp.72 triliun tersalurkan untuk sejumlah 74.961 desa.
Sesuai perkembangan asas rekognisi dengan kemunculan UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja mengakomodir, sah, legalkan sebagai badan hukum yaitu Badan Usaha Milik Desa yang dikenal dengan istilah  (BUMDes).
Lalu kedua, Asas Subsidiaritas yang mengakui wewenang desa termasuk berbagai kebiasaan atau adat istiadat yang sudah berlangsung berpuluh-puluh tahun dilakoni, diterapkan oleh desa seperti Musyawarah (rembug) Desa (Musdes)Â yang meghasilkan produk bernama Peraturan Desa (Perdes).
Penghasilan Kades.
Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai 34 provinsi, 514 kabupaten dan kota (416 kabupaten, 98 kota), 7024 kecamatan dan 81.626 desa.
Komponen sumber penghasilan kepala desa dan perangkat desa adalah; Pertama, Kepala desa dan perangkat desa menerima penghasilan tetap setiap bulan yang bersumber dari Dana Perimbangan dalam APBN yang diterima oleh kabupaten/kota dan ditetapkan dalam APBD kabupaten/kota.
Kedua, Tunjangan yang berasal dari APBDes (termasuk di dalamnya tanah kas desa, tanah bengkok, tanah janggolan). Ketiga, Jaminan kesehatan. Keempat, Penerimaan lainnya yang sah. (Selengkapnya ada di PP 43/2014, sebagaimana diubah dengan PP 47/2015).
Diolah dari berbagai sumber, penghasilan tetap (Siltap) kepala desa Rp.3jt per bulan, sekretaris desa Non PNS Rp.2,1jt per bulan, kaur-kasi-kadus Rp.1,5jt per bulan.