Â
Bagaimana pun reformasi beberapa tahun lalu merupakan berkah tersendiri yang patut di syukuri, saat ini informasi begitu cepat terakses dengan kemudahan jaringan internet, namun itu tak dapat di alami saat rezim Orde Baru berkuasa. Kang Maman Suherman merasakan betul betapa dahsyatnya cengkeraman rezim narasi tunggal Orde Baru, sebagai pemimpin redaksi, Kang Maman mengalami sendiri betapa dikte rezim begitu kuat.
Untuk menerbitkan sebuah tulisan di media harus mendapat pantauan dari Departemen Penerangan, menurut Kang Maman bahwa sensor di rezim Orde baru begitu ketat dan itu sangat menyakitkan bagi penulis. Kebenaran selalu ada untuk rezim yang berkuasa, semua serba di atur. Penuturan Kang Maman tentang deadline tabloid Nova yang harus di tongkrongin penguasa agar tahu yang mana yang harus di terbitkan membuat penulis merinding, sungguh beruntung ternyata kita yang saat ini menjadi blogger di banding era nya Kang Maman Suherman dan jurnalis media lainnya sebelum era reformasi.
Narasi tunggal ala Orde Baru memberikan bekas yang mendalam bagi Kang Maman, dan saat rezim Orde baru tumbang di tahun 1998, ada nazar yang di laksanakan yaitu Kang Maman membabat habis rambutnya, bila kini melihat Kang Maman tetap plontos itu adalah bentuk nazar yang di lakukan. Di era reformasi Kang Maman sangat berbahagia ternyata jurnalisme warga berkembang pesat.
Berbahagialah Berbagi Cahaya Dengan Tulisan
Ketiga nara sumber di acara Nangkring Kompasiana Saatnya Warga Menulis yang menampilkan Kang Maman Suherman, Iskandar Zulkarnaen dan Mbak Ya Yat memberikan pengalaman baru untuk dunia tulis menulis. Motif menulis bukan sekedar mendapatkan materi, namun menulis berbagi cahaya kebaikan untuk sesama, berpihak pada hati nurani dan juga berpihak pada kebenaran.
Rumusan tulisan 5 W +1 H sudah lazim di pakai sebagai pakem mainstream tulisan namun ternyata itu tidak cukup, ada 5 R yang memperkuat tulisan yakni Read, Riset, Reliable, Reflicting dan (W)rite, ini merupakan kunci agar tulisan tetap terarah dan bisa di pertanggung jawabkan. Ke semua nara sumber memberikan pencerahan yang kaya makna, jangan ragu menulis dan jangan minder untuk menulis walau hanya warga biasa. Kalau kita tidak menulis di pastikan kita akan di telan sejarah.
Aktualisasi diri saat menulis dan jangan lupa bahwa menulis itu membaca sepuluh kali, maka galilah terus potensi diri maka nantinya kita akan menemukan jalan terbaik saat menulis, karena menulis adalah sebuah kejujuran
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H