Meski berada di tepi bencana, sekalipun berkali kali di hajar petaka bernama bencana alam yang beragam seperti letusan gunung berapi,longsong, gempa bumi hingga banjir namun ternyata itu tak menyurutkan rasa kapok dan meningkatkan menjadi sebuah siaga bencana, semua hal tentang bencana meski dalam skala besar dan memporak porandakan apapun yang kita miliki, namun seiring berjalannya waktu maka sejak itu pula kita lupa pernah mengalami musibah yang mengerikan.
Dari 25 buoy tsunami yang tersebar di nusantara, hanya tiga yang berfungsi sisanya sudah rusak.Buoy tsunami di jadikan mainan bocah dan ada juga yang di tarik nelayan di kira benda yang tak bertuan, nasib yang tak lebih baik juga di alami dengan LEWS(Landslide Early Warning System) Sistem Peringatan Dini Longsor yang semestinya bermanfaat agar masyarakat lebih waspada ketika bahaya longsor datang, namun apalah daya piranti LEWS berdiri dengan status menyedihkan sebagai tempat berbagai jemuran pakaian yang di gunakan penduduk setempat.
Indonesia memang di karunai tanah yang subur, gunung yang tersebar di hampir kepulauan, hutan tropis nan cantik, lautan membiru penuh pesona, sebuah anugerah yang tak bisa kita tolak dari Tuhan Yang Maha Esa, namun di balik semua kecantikan alam yang di miliki bangsa ini ada satu hal yang semestinya di waspadai. Fakta bahwa Indonesia mempunyai 127 gunung api yang aktif, 153 kota/kabupaten zona bahaya tinggi gempa dengan cakupan populasi sebanyak 60,9 juta jiwa.
Hutan tropis Indonesia yang sering di salah gunakan untuk di jadikan perkebunan, namun apesnya cara cara primitif dengan membakar hutan menjadikan Indonesia sebagai pengekspor asap bagi negara negara terdekat, asap pekat tentu saja mendegradasi lingkungan yang terdampak bencana. Tahun lalu bencana kebakaran hutan berdampak pada 24 orang meninggal dunia, kerugian ekonomi di taksir sekitar 221 triliun, ini uang lho bukan daun!
2,61 juta hutan hektar hutan dan lahan terbakar,lebih dari 60 juta jiwa terpapar asap, 600.000 jiwa menderita ISPA, kebakaran hutan ternyata nyaris melumpuhkan beberapa provinsi di Indonesia, soal siapa yang bertanggung jawab dan proses hukum bagi pelaku pembakar hutan seakan samar di makan waktu. Bencana kebakaran hutan, letusan gunung berapi, bahayanya tsunami, tanah longsor seakan hanya ramai ketika bencana terjadi namun setelah itu kehidupan pun biasa kembali dan akan ramai lagi jika bencana kembali bertamu.
BNPB, Blogger Dan Pentingnya Informasi Seputar Bencana Alam
Sore yang hangat di sekitar kawasan Cawang, sebuah bangunan menjulang dengan tulisan Teras Kita terlihat di perempatan Cawang, beruntung penulis cepat menemukan lokasi di mana ada kegiatan nangkring, thank Mas Firman Bule dan Mas Tauhid Bule yang akurat memberi alamat lokasi. Memasuki ruangan ternyata acara belum di mulai tetapi sudah banyak juga blogger yang hadir.
Mas Raja terlihat sibuk karena nara sumber telah hadir , ada  Soetopo Poerwo Nugroho(Kapusdatin Humas BNPB), S Tidjab penulis sandiwara radio dan Akhmad Zaini yang di kenal sebagai praktisi radio, sutradara sandiwara radio Asmara di Tengah Bencana dan moderator Lastboy Tahara. Perbincangan tentang upaya BNPB untuk mensosialisasikan tentang pengetahuan seputar bencana.
Menurut pria yang lahir di Boyolali, 7 Oktober 1969. Penting bagi BNPB untuk terus melakukan sosialisasi dan kini BNPB pun menggandeng para blogger agar sikap, perilaku budaya siaga bencana teroptimalkan mengingat para blogger pun merupakan mata rantai dari informasi. Untuk saat ini perilaku budaya siaga bencana bagi sebagian masyarakat Indonesia belum terasa menggema. Salah satu upaya BNPB untuk terus menggalakan budaya peduli bencana adalah dengan mengkonsep sebuah sandiwara radio yang akan di putar oleh 20 radio di Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan juga daerah Jawa Barat.
Optimisme Radio Masih Ada Pendengar Setianya Diantara Gempuran Internet
 Di era tahun 80an hingga 90an radio adalah mendapat tempat di hati, puluhan sandiwara radio menjadi legenda di zamannya, maka tanyalah kepada orang orang yang mengecap era tersebut, sebutlah judul judul sandiwara radio yang begitu epik di masanya, lalu meluncur dari jawaban mereka, judul sandiwara radio Tutur Tinular, Saur Sepuh, Ibuku Sayang Ibuku Malang hingga Butir Butir Pasir Di Laut.