Mohon tunggu...
Tony
Tony Mohon Tunggu... Administrasi - Asal dari desa Wangon

Seneng dengerin musik seperti Slip Away dari Shakatak.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tom Pongah

3 September 2021   13:37 Diperbarui: 3 September 2021   13:40 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suasana kota Jakarta sedang cerah. Sekolah Dasar yang lingkungannya tampak bersih dan asri itu sudah mulai tampak adanya kegiatan belajar mengajar. Murid-murid kelas IV akan mempunyai teman baru hari ini.

Tom dan Bapak Kepala Sekolah masuk ke ruang kelas IV. Tampak Ibu Guru Dewi sedang memberi pelajaran Matematika. Lalu berhenti mengajar dan mempersilahkan Bapak Kepala Sekolah untuk berbicara.

"Anak-anak," kata Bapak Kepala Sekolah, "Hari ini kalian akan mempunyai teman baru. Tom Surya akan duduk belajar di kelas ini."

Tom Surya yang tubuhnya gemuk berisi, rambutnya lebat sedikit ikal, hidungnya tidak terlalu mancung, matanya besar dan kulitnya putih bersih memperkenalkan diri di hadapan teman-teman barunya sambil tersenyum dan memperlihatkan gigi tengah atas yang tanggal.

"Selamat pagi teman-teman." Sapa Tom.

"Selamat pagi juga Tom Surya!" Teman-teman menjawab serentak.

"Selamat pagi Tom Pongah!" Teriakan kecil terdengar dari meja belakang.

Tangan kanan Tom buru-buru menutup mulutnya.

"Siapa tadi yang teriak Tom Pongah?" Ibu Guru Dewi mencoba mencari asal suara, "Benny, pasti kamu yang tadi berteriak."

"Maaf Bu Guru." Jawab Benny yang duduk di kursi belakang.

"Minta maaf jangan sama Ibu Dewi, tapi minta maaf sama Tom." Kata Bapak Kepala Sekolah.

"Aku minta maaf Tom." Benny berdiri sambil tersipu malu.

Tom mengangguk sambil tersenyum. Lagi-lagi gigi ompongnya terlihat sehingga murid-murid yang lain jadi tertawa kecil. Tangan Tom kembali menutup mulutnya.

Saat hendak keluar dari kelas Bapak Kepala Sekolah bertanya kepada Ibu Guru Dewi sambil berbisik, "Apa artinya pongah?"

Ibu Guru Dewi menjawab sambil berbisik juga, "Pongah singkatan ompong di tengah, pak."

Tom bersama kedua orangtuanya sedang makan malam bersama. Meski hidangannya tidak terlalu istimewa tapi Tom selalu lahap.

"Bagaimana pertama kali kamu sekolah di Jakarta, Tom?" tanya Ayah Tom setelah semuanya selesai makan.

"Biasa, ayah." Jawab Tom.

"Biasa bagaimana?" Tanya Ibu Tom menimpali.

"Nama Tom masih biasa seperti saat kita tinggal di Surabaya." Tom menjawab sambil memandang ibunya.

"Tom Pongah? Haha...nggak menjadi masalah nak, teman-teman kamu cuma bercanda. Anak ibu tetap yang paling manis." Ibu Tom mencoba menghibur sambil mencubit pipi Tom yang gembul.

"Ayah berharap Tom tetap mempertahankan prestasi di tempat yang baru ini sambil menambah pajangan yang ada di lemari itu." Kata Ayah Tom sambil menunjuk ke sebuah lemari kaca yang berisikan piala-piala. Di masing-masing piala tertera nama Tom Surya sebagai Juara 1 lomba berhitung tingkat Sekolah Dasar, Juara 1 Terampil Bersepatu Roda dan Juara 1 tingkat propinsi untuk lomba melukis dengan cat air.

"Apakah nanti gigi Tom yang hilang ini akan bisa tumbuh lagi?" Tom bertanya kepada ayahnya.

"Tentu," jawab Ayah Tom, "Gigi masih bisa dapat tumbuh sampai seseorang menginjak usia remaja."

"Artinya gigi Tom pasti akan tumbuh lengkap kembali." Ibu Tom ikut menjelaskan.

"Oke deh kalau begitu," jawab Tom, "Tom akan belajar dulu ya."

Bel tanda istirahat berbunyi. Murid-murid keluar dari kelas dengan teratur. Ada yang langsung bermain, ada yang menuju ke kantin untuk makan, ada juga yang makan makanan yang dibawa dari rumah seperti yang dilakukan oleh Tom. Bersama empat temannya yang juga membawa bekal dari rumah, Tom makan bersama sambil ngobrol.

"Kamu beruntung Tom," kata Henry, "Anak-anak yang sekolah di sini kebanyakan anak-anak yang terkenal."

"Benar," kata Agus, "Aku pernah masuk majalah anak-anak bersama Henry."

"Kalau Santi dan Yuli sering mengisi acara menyanyi di mall," kata Henry, "Betul ya San?"

Santi dan Yuli mengangguk serentak.

"Kalau kamu pernah masuk di majalah nggak Tom?" Tanya Yuli.

"Mana bisa," sahut Santi, "Gigi Tom kan nggak lengkap."

Mereka berlima tertawa serempak lalu menghabiskan makanannya masing-masing.

Pak Guru Hadi masuk ke kelas IV. Pelajaran kesenian hendak dimulai.

"Ada anak baru namanya Tom Surya," kata Pak Guru Hadi sambil membaca daftar nama-nama murid, "Coba maju ke depan dan bikin gambar sesuatu yang kamu suka."

Tom langsung berdiri dan maju ke depan. Diambilnya beberapa spidol berwarna untuk papan tulis putih. Goresan pertama berwarna kuning, lalu warna biru, kemudian diakhiri dengan warna hitam. Selesailah sudah peragaan Tom dalam menggambar. Murid-murid yang lain bengong melihat gambar Tom yang begitu menarik dan selesai dengan cepat. Pak Guru Hadi memberi tepuk tangan disusul dengan tepuk tangan murid-murid yang lain.

"Ada yang tahu apa yang baru saja digambar oleh Tom?" tanya Pak Guru Hadi.

"Binatang Koala!" jawab murid-murid serempak.

"Tom," tanya Pak Guru Hadi kepada Tom, "Darimana asal Koala?"

"Dari Australia, pak." Jawab Tom.

"Tepat sekali." Pak Guru Hadi mengacungkan jempolnya kepada Tom.

Suasana Kantor Pos Besar masih terlihat ramai. Tom turun dari angkutan umum lalu masuk ke dalam Kantor Pos.

"Selamat siang Tom." Sapa salah satu pegawai Kantor Pos yang kebetulan hendak keluar dan berpapasan dengan Tom.

"Selamat siang tante." Jawab Tom, "Ayah mengajak Tom untuk makan siang bersama, apakah ayah ada?"

"Kebetulan Ayah Tom sedang keluar. Sebentar lagi pulang," pegawai itu menjelaskan, "Tom duduk saja dulu sambil menunggu."

Sambil menunggu ayahnya, Tom berjalan melihat kesibukan para pegawai Kantor Pos. Karena terlalu serius memperhatikan pegawai  yang berada di belakang loket sambil berjalan, Tom menubruk seorang lelaki yang kebetulan sedang berdiri antri.

"Maaf ya." Kata lelaki itu.

"Saya yang harus minta maaf, om." Jawab Tom.

"Hey, boleh saya berkenalan dengan kamu?" Tanya lelaki itu.

"Nama saya Tom Surya." Tom memberi salam.

"Saya David." Lelaki itu membalas salam Tom.

"Maaf bisa saya bantu?" Tiba-tiba Ayah Tom datang memutus pembicaraan Tom dengan David.

"Tadi waktu jalan Tom tidak sengaja menubruk Om David." Tom mencoba menjelaskan kepada ayahnya.

"Oh ya?" jawab Ayah Tom.

"Benar. Perkenalkan nama saya David," David langsung memberi salam kepada Ayah Tom, "Saya bekerja sebagai sutradara film iklan dan saya tertarik dengan Tom."

Seperti biasa, jika pada hari Minggu Tom selalu bangun tidur agak siang. Tapi kali ini Tom sedikit terganggu oleh suara berisik dan gaduh di luar rumah. Tom mencoba melihat asal suara lewat jendela. Tom terkejut dengan apa yang dilihat. Tampak teman-teman sekolahnya seperti Benny, Henry, Agus, Santi dan Yuli sedang berebut masuk ke dalam rumahnya. Tom buru-buru menemui mereka di ruang tamu.

"Tom cepat kemari," kata Agus yang bersama teman-teman lainnya sudah duduk di depan pesawat televisi, "Sebentar lagi kamu muncul di televisi."

Dengan ogah-ogahan karena masih sedikit mengantuk Tom ikut duduk bersama teman-temannya. Tak lama kemudian benar apa yang dikatakan oleh Agus. Wajah Tom tampil di layar kaca sebagai bintang iklan produk pasta gigi. Dengan serentak teman-teman Tom bertepuk tangan.

"Lihat, meski gigi yang di tengah ompong tapi Tom lebih tenar dari kita." Kata Yuli.

"Hey lihat!" Teriak Henry sambil menunjuk ke arah surat kabar yang di baca oleh Ayah Tom. Wajah Tom juga menghiasi lembar surat kabar satu halaman penuh dalam iklan produk yang sama.

"Tapi kenapa harus pasta gigi ya?" Tanya Santi kepada salah satu temannya.

"Itu artinya anak-anak seusia kalian harus rajin menggosok gigi." Jawab Ibu Tom sambil menyuguhkan roti bolu coklat keju yang langsung disambut antusias oleh Tom dan teman-temannya.

Kekurangan yang ada pada diri kita kadang menjadi kekuatan yang tidak dimiliki oleh orang lain.

---oOo--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun