Mohon tunggu...
Tony
Tony Mohon Tunggu... Administrasi - Asal dari desa Wangon

Seneng dengerin musik seperti Slip Away dari Shakatak.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Parantapa Murka (Bagian 1)

25 Agustus 2021   12:18 Diperbarui: 25 Agustus 2021   12:27 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Desertir?" Hartono bertanya sambil menunjuk foto yang ada di layar notebook, "Orang-orang ini semuanya desertir?"               

"Betul, pak." Jawab orang itu.

Perbincangan mereka lalu terputus dengan munculnya sebuah helikopter yang kemudian mendarat dengan mulus di atas helipad yang letaknya tidak jauh dari posisi Hartono.

"Panggil mereka semua," pesan Hartono sambil menutup notebook, "Pastikan yang kita pilih nanti adalah anjing-anjing yang sangat kelaparan."

Hartono bergegas menuju helikopter lalu duduk nyaman diantara dua wanita pelacur kelas tinggi yang sudah menunggu di dalam. Baling-baling kokoh Bell 206 menderu-deru terbang meninggalkan kota Jakarta.

***

Ramos sibuk membuat segelas kopi di dapur, sementara Untung duduk di ruang makan yang berfungsi juga sebagai ruang tamu. Rumah kecil yang terletak di sekitar Seroja itu adalah rumah hibah dari sebuah yayasan sebagai bentuk kepedulian akan perjuangan para veteran perang seperti Ramos. Kondisi bangunan rumah terlihat tidak sepadan dengan apa yang sudah dialami oleh para veteran. Tetapi Ramos masih tetap selalu bersyukur.

Untung memandang sebuah patung kecil yang berdiri di atas meja makan. Bentuknya menyerupai seperti seorang manusia tetapi di bagian mata terdapat lubang-lubang yang tembus pandang. Tangan dan kaki tidak tampak. Di bawah perut terdapat sekumpulan helai seperti benang besar mengelilingi badan patung. Ukuran patung sebesar kartu nama dan materialnya terbuat dari sebuah kayu. Diukir oleh orang yang benar-benar profesional.           

"Nkisi," kata Ramos sambil membawa dua gelas kopi panas, "Aku dapat dari seorang majikan yang pernah datang ke Dili saat aku masih belasan."

"Sudah lama kita kenal, tapi baru sekarang aku melihat benda ini." Kata Untung sambil menerima kopi.

"Aku sendiri tidak tahu," jawab Ramos sambil melepas kaki palsunya, "Entah kenapa pagi ini aku harus mengeluarkan patung itu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun