Kesulitan yang dihadapinya adalah budaya yang berbeda. "Mereka tolak, tidak mau ada barang aneh masuk di badan mereka. Tetapi saya tidak putus asa. Hari ini saya ditolak, besok saya datang lagi. Ada ibu yang takut kalau suaminya tahu didatangi petugas KB. Ada juga yang bahkan tidak memberi tahu suami kalau sudah pasang IUD," cerita Oni.
Tahun 2004 dari Puskesmas Waiwadan, Oni pindah ke Puskemas Oka, di dekat Lamawalang, rumahnya. Di sini dia bertugas empat tahun hingga 2008. Tahun 2008 dia pindah lagi ke Puskesmas Lite, di Adonara hingga sekarang.
Panggilan sebagai bidan dia junjung tinggi lagi di sini. Selain faktor budaya, faktor lain  yang juga dihadapi Oni dalam kampanye KB adalah pandangan sebagian warga setempat. Ada warga  yang berpandangan bahwa alat-alat KB itu najis.
Oni tidak putus asa. Dia mencari jalan membuka mata dan pola pikir warga tentang pentingnya KB. "Bagi saya yang paling penting itu pelayanan. Kalau pelayanan baik, mereka akan terima. Sering sekali saya ditolak masuk ke rumah warga. Mereka tidak mau pasang IUD. Tetapi saya tidak putus asa. Niat saya adalah membantu para ibu. Bayangkan tinggal di kampung dengan kondisi kurang tetapi punya anak banyak. Itu beban berat sekali untuk rumah tangga. Motivasi saya hanya ingin mengangkat harkat dan harga diri kaum ibu, kaum perempuan," tutur Oni.
Usahanya berhasil. "Dulu saya datang ke rumah-rumah. Konselingnya lama.  Sekarang tidak perlu saya jelaskan lama-lama lagi. Mereka sendiri yang datang ke  puskesmas minta pasang IUD," kata Oni.
Sejak tahun 2009 hingga sekarang Oni sudah memasang lebih dari 400 IUD. Ini prestasi yang dicapainya. Dia bukan senang dengan angka itu. Dia senang karena bisa membantu kaum ibu, kaum perempuan di pedalaman Adonara Tengah dan Adonara Barat. "Kalau sekarang mereka bertemu saya, mereka bilang kalau kami tidak ikut ibu bidan pasti kami tidak bisa seperti ini. Sekarang kami bisa berjualan ke pasar dan ekonomi rumah tangga jauh lebih baik," cerita Oni.
Oni kaget ketika capaiannya mendapat apresiasi dari Kantor BKKBN NTT. Â Dia mengucap terima kasih kepada Kepala Perwakilan BKKBN NTT, Â Marianus Mau Kuru, dan semua staf di BKKBN NTT yang melihat dan memberi apresiasi atas apa yang dilakukannya dan memberinya predikat bidan teladan. Teladan karena berhasil memasang IUD paling banyak di NTT. "Saya tidak minta lain selain sertifikat dari BKKBN NTT. Kami yang ASN penting barang-barang seperti itu untuk kenaikan pangkat kami," kata Oni.
Di Banjarmasin, ketika saya tanya andaikata bertemu Jokowi, hadiah apa yang kamu minta dari Jokowi? Dengan tangkas Oni menjawab, "Saya minta sekolah lagi, ambil D4 Klinik di Malang."Â
Oni sadar, profesi bidan sangat vital dan urgen untuk NTT saat ini di tengah tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Di desa-desa, dokter boleh meninggalkan tempat tugasnya, tetapi kalau bidan meninggalkan tempat tugasnya itu tanda bahaya.
NTT Â masih sangat membutuhkan petugas kesehatan dengan mental dan nurani seperti Oni Ojan. (tony kleden)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H