Dia tidak menyangka akan ditempatkan di Turubeang. "Bayangkan, dari Surabaya, dari Malang yang ramai pindah ke Turubeang. Jauh sekali  kondisinya," katanya seakan meminta pemahaman akan sulitnya medan Turubeang.
Tetapi dasar sudah jadi panggilan, Oni tidak pusing peduli dengan medan berat itu.  Yang ada di benaknya cuma tekad membara membumikan apa yang dia dapat di bangku sekolah  guna membantu ibu-ibu melahirkan. "Pernah saya dengan anak saya yang masih kecil dan tanta saya, kami tidur di pasir di pinggir pantai karena sudah malam, tidak bisa ke Turubeang. Saya nikmati saja karena ingat ibu-ibu hamil di sana," tuturnya.
Tiga tahun bertugas di sini, Oni benar-benar teruji. Dia membaktikan keterampilannya sebagai bidan dan panggilan nuraninya untuk membantu ibu-ibu yang melahirkan. Â
"Kalau mau enak, mengapa saya harus susah-susah tinggal di Turubeang? Tetapi saya suka  profesi bidan ini karena bisa membantu ibu-ibu melahirkan. Itu yang membuat saya menikmati saja di mana pun saya bertugas sebagai bidan," katanya pasti.
Pendekatannya dari rumah ke rumah. Dia datangi ibu-ibu hamil di rumah-rumah warga. Bergaul akrab dengan mereka. Tidak ambil jarak. Saatnya melahirkan, dia dampingi ibu hamil dan membantu melahirkan. Oni tahu persis ibu mana saja di kampung yang lagi hamil, hamil berapa bulan, dan kapan perkiraan melahirkan. Dengan telaten dia ikuti, beri nasehat menyangkut kesehatan kepada para ibu hamil.
Tahun 2002 Oni pindah ke Puksesmas Waiwadan. Waiwadan itu Ibukota Kecamatan Adonara Barat. Sudah beraroma kota. Fasilitas sudah oke. Tranportasi lancar. Ke mana-mana gampang.
Bertugas di Waiwadan inilah yang membuka mata Oni tentang pola dan budaya hidup berkeluarga di Adonara. Partilinear membuat para suami merasa nyaman sekali di tengah keluarga.Â
Kondisi sebaliknya justru terjadi dengan para istri. Kerja keras mengurus rumah tangga di rumah, mengurus anak, ke kebun, ke pasar menjual hasil kebun. "Saya kasihan sekali melihat ibu-ibu di sana," kata Oni.
Kondisi kurang menguntungkan itulah yang membangkitkan naluri bidannya. "Saya mesti menolong mereka dengan mengajak mereka ikut program KB (keluarga berencana). Kepada ibu-ibu saya bilang kalau ikut KB kalian bisa lebih sering ke pasar untuk berjualan, lebih nyaman hidup, bisa atur diri dengan lebih baik. Kalau tidak ikut KB dan punya anak terus, kasihan kamu, tidak bisa mencari uang di pasar," Â tutur Oni memberi motivasi kepada para ibu di Adonara.
Perlahan-lahan Oni 'masuk' ke situasi keluarga. Mendatangi rumah demi rumah tak kenal lelah. "Tiap hari saya ada di lapangan, di rumah-rumah omong tentang KB. Saya lakukan konseling. Saya jalan sendiri dengan sepeda motor. Setiap kali jalan saya bawa memang  meja ginek dan semua perlengkapan untuk pasang IUD (intrauterine device/alat kontrasepsi wanita). Kalau mereka mau saya langsung pasang," tutur Oni.