Mohon tunggu...
Tony Burhanudin
Tony Burhanudin Mohon Tunggu... Freelancer - Jurnalis

Malas membaca sesat di pikiran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kemiskinan Komunis dan Keserakahan Kapitalis

26 September 2017   12:11 Diperbarui: 26 September 2017   19:18 3051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prediksi lain dari Marx yang meleset, kaum buruh di negeri-negeri kapitalis akan semakin melarat. Kenyataanya kehidupan mereka lebih sejahtera dibandingkan buruh-buruh di negara komunis. Marx juga meramalkan kelas menengah di negeri kapitalis akan disapu dan hanya sebagian kecil yang akhirnya menjadi kapitalis. Ini juga tidak terbukti. Marx meyakini mekanisasi akan mengurangi keuntungan kapitalis. Fakta berbicara sebaliknya, dengan mekanisasi keuntungan kapitalis justru makin semakin besar.

Jika asumsi-asumsi yang dibangun Marx sedemikian rapuhnya, mengapa masih ada kalangan yang masih bernostalgia ingin membangkitkan komunisme. Di sisi lain, kapitalisme yang diwaktu lampau menjadi tandingan komunisme, sudah sedemikan kuat mencengkram aspek segala kehidupan dan menciptakan basis sosial yang luas. Wright membagi tiga golongan sosial yang memiliki kontrol terhadap sumber daya masyarakat. Jika dahulu komunisme hanya menghadapi kelas pemilik modal, sekarang mereka berhadapan dengan segmen masyarakat yang juga punya akses terhadap modal dan sarana produksi tanpa harus memilikinya . 

Pertama, golongan kapitalis yang mengontrol investasi, produksi, dan tenaga kerja. Kedua, manajer yang memiliki kontrol terhadap produksi dan tenaga kerja. Ketiga, borjuasi kecil yang memiliki kontrol terhadap investasi dan produksi. Lalu, kelas mana yang tidak memiliki kontrol terhadap investasi, produksi, dan tenaga kerja? Jawabannya kelas pekerja. Namun kelas ini memiliki pressureterhadap pemilik modal dan manajer. Pressure tersebut biasanya dalam bentuk mogok kerja atau demo. Hal ini tentunya bisa menciptakan keseimbangan dalam sistem kapitalis, sehingga pemilik modal dan manajer tidak terlalu berkuasa.

Lalu, relevankah menghembus-hembuskan bahaya kebangkitan komunisme di Indonesia? Pertama, kita menyadari beban traumatik bangsa Indonesia terhadap PKI yang telah melakukan pemberontakan, kekerasan, dan pembunuhan terhadap mereka yang menentang paham komunisme. Kedua, tak kalah pentingnya menurut saya membunuh naluri kapitalisme yang berlebihan dari kita. Jangan sampai emosi kita tersedot memikirkan hantu komunisme, padahal bahaya kapitalisme jelas-jelas mengancam tatanan kehidupan kita. Apalagi kita sering berkoar-koar punya ideologi sendiri, yakni Pancasila.

Kata Max Weber, kapitalisme dimulai ketika orang mulai mematok tanah. Memang sudah menjadi tabiat manusia untuk mengejar prestasi dan memperkaya diri, namun semua ini harus direm dengan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, dan Keadilan. Ingat tiga nilai ini tercamtum dalam Pancasila.

Mengapa kita mesti membunuh nafsu kapitalisme? Karena sebagaimana komunisme, kapitalisme juga memilki kelemahan. Habermas (1988) menyebutkan kapitalisme lanjut menimbulkan ketidakseimbangan ekologis, ketidakseimbangan antropologis (gangguan personaliti), dan ketidakseimbangan internasional. Bernard Murchland (1992), seorang pembela kapitalisme yang gigih, mengakui bahwa masalah paling serius yang dihadapi kapitalisme demokrasi adalah pengikisan basis moral.

---

Referensi:
W. Lawrence Neuman: Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif
Nur Sayyid Santoso Kristeva, MA: Manifesto Wacana Kiri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun