Mohon tunggu...
Tony Burhanudin
Tony Burhanudin Mohon Tunggu... Freelancer - Jurnalis

Malas membaca sesat di pikiran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kemiskinan Komunis dan Keserakahan Kapitalis

26 September 2017   12:11 Diperbarui: 26 September 2017   19:18 3051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perbincangan mengenai bahaya komunisme kembali mengisi ruang publik akhir-akhir ini. Di media sosial, warganet ramai memperbincangkan bangkitnya paham komunisme di Indonesia. Ketika bicara ideologi komunis, setidaknya ada dua hal yang dapat ditarik. Pertama, trauma masyarakat Indonesia terhadap partai komunis, yang menurut catatan sejarah sudah tiga kali melakukan pemberontakan: tahun 1926, tahun 1948, dan tahun 1965. Kedua, ajaran idelogi komunis yang oleh sebagian besar kalangan agamawan dinilai memusuhi agama. Salah satu ungkapan Karl Max yang terkenal "agama adalah candu bagi masyarakat".

Mengapa masyarakat tiba-tiba tertarik membicarakan ideologi di media sosial? Bukankah selama ini masyarakat lebih senang mem-posting hal-hal yang oleh sebagian orang mungkin dianggap remeh temeh. Majang foto liburan, selfie di restoran, men-share tips-tips bagaimana agar tubuh ideal atau bagaimana caranya agar cepat kaya.

Bicara ideologi sesungguhnya tidak menarik. Apalagi ketika sikap pragamatis begitu menguat di masyarakat. Bukankah wacana atau narasi yang berkembang di masyarakat dikuasai oleh hal yang serba populis. Masyarakat kita lebih tertarik membicarakan sepak bola, gosip selebritis, atau paling jauh membahas nasib karir di kantor atau perkembangan bisnis. Bagi masyarakat kelas bawah, boro-boro mikirin ideologi, besok mau makan saja masih teka-teki.

Kalau banyak yang tidak tertarik dengan ideologi, harap maklum . Karena secara keilmuan menurut W. Lawrence Neuman, kasta ideologi di bawah teori-teori sosial. Sebagai hal yang "menyerupai" teori, ideologi tidak memiliki ciri kritis yang dibutuhkanoleh teori ilmiah yang sebenarnya. Neuman membeberkan beberapa alasan mengapa ideologi kedudukannya lebih rendah dari teori sosial. Ideologi menawarkan jawaban absolut, sistem keyakinan tertutup, dan menghindari transpransi. Sementara teori sosial kebalikannya. Teori sosial menawarkan jawaban tentatif, merupakan sistem keyakinan terbuka, dan mendukung transparansi.

Karena ideologi bersifat absolut, tertutup, dan menghindari transpransi. Jangan heran kalau orang enggan membahas ideologi, apalagi mengkritiknya. Salah-salah kita kita berurusan dengan pihak berwenang. Di negara-negara totaliter, mengkritik ideologi negara bisa jadi dianggap perbuatan subversif. Pengkritiknya bisa dikirim ke terali besi atau dihukum mati.

Berbeda hal jika kita mengkritik teori-teori sosial. Katakanlah teori evolusi Darwin atau teori solidaritas sosial dan kohesi sosial dari Ibnu Khaldun. Para pakar atau masyarakat awam sekalipun bisa mengkritik teori-teori tersebut secara bebas tanpa ancaman pihak lain.

Bicara ideologi komunis, sesungguhnya ideologi ini sudah bangkrut. Semua orang tidak memungkiri fakta ini. Negara-negara penyokong utama paham komunis seperti negara eks Uni Soviet, Rusia dan Tiongkok sudah menanggalkan ideologi komunis. Begitu pun negara-negara Blok Timur seperti Rumania, Bulgaria, dan Yugoslavia sudah berubah jadi negara kapitalis. Begitu pun negara lapis ketiga komunis seperti Vietnam dan Kuba yang sedang berproses menjadi negara kapitalis.

Negara-negara tersebut meninggalkan komunisme, karena ideologi ini terbukti tidak mendatangkan kemakmuran bagi masyarakatnya. Alih-alih mendatangkan kemakmuran, ideologi ini malah menciptakan kemiskinan bagi masyarakat.

Kelemahan Komunisme

Kegagalan komunisme tidak lepas gagasan pendirinya Karl Marx yang ingin menciptakan masyarakat tanpa kelas. Hal ini dianggap utopia belaka oleh banyak orang. Ideologi komunisme terinpirasi dari kehidupan zaman purba, saat dimana masyarakat hidup berkelompok, mereka berburu dan berpindah-pindah satu tempat ke tempat lain. Ketika itu masyarakat belum memiliki konsep kepemilikan dan alat produk untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Paham komunisme kemudian Marx dikoreksi banyak pakar. Salah satunya Erik Wright (1978) yang membatalkan prediksi Marx, bahwa golongan borjuasi kecil, yakni pengusaha kecil dan petani---yang menjalankan usaha sendiri tanpa memperkerjakan orang lain, selain anggota keluarganya sendiri. Golongan ini menurut Marx, jumlahnya akan berkurang atau bahkan hilang. Namun, dalam kenyataannya kelas borjuasi kecil masih tetap ada sampai sekarang, dan bahkan jumlahnya terus membesar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun