Sementara, untuk urusan pondasi sepak bola nasional, PSSI tak pernah bersyukur bahwa mereka telah dibantu oleh para orang tua yang gila sepak bola di seluruh Indonesia, hingga pelatihan sepak bola di akar rumput terus menggelora.
Tetapi menjamurnya Sekolah Sepak Bola (SSB), lalu ada yang gaya-gayaan bikin Akademi Sepak Bola (ASB), ada yang sok tahu bikin Diklat Sepak Bola (DSB), dan tambah lucu ada yang bikin Soccer-Soccer School (SSS) segala, hingga sekarang PSSI tak pernah bergeming dengan kondisi itu.
Tak ada PSSI membuat aturan dan regulasi berdirinya SSB dan yang sok-soka-an itu. Tak ada rujukan, tak ada arahan, tak pernah membuat kepastian bagaimana kedudukan dan fungsi SSB dan yang sok-sok-an itu dalam peta sepak bola nasional. Rencana afilisi pun gatot (gagal total).Â
Pihak swasta malah mengambil alih turnamen dan kompetisi sepak bola akar rumput, dan dibiarkan pula.
Lalu, turnamen Piala Soeratin pun, digelar atas nama Klub dan SSB dan yang sok-sok-an hanya ditempel sebagai afiliasi klub di Askab mau pun Askot saat Soeratin di gelar.
Ranah sepak bola akar rumput Indonesia, sebagai kawah candradimuka dan pondasi sepak bola nasional, jangankan dirawat oleh PSSI, kehadirannya saja tak pernah dibakukan dalam regulasi yang tegas dan jelas. Apalagi PSSI mau merawat sepak bola akar rumput, yang tak menghasilkan rupiah buat kantong pribadi para pengurus PSSI.
Bahkan, PSSI pun tak mau sadar dan menyadari, telah terjadi salah kaprah luar biasa dalam wadah sepak bola akar rumput Indonesia. Apa PSSI peduli dan ikut menjernihkan suasana? Apa PSSI punya kompetensi mumpuni dalam pemahaman wadah sepak bola akar rumput?
Apakah PSSI paham betul tentang SSB/ASB/DSB/yang Soccer-Soccer-an? Mereka semua terus menjamur, tapi banyak diisi oleh para insan yang tak paham tentang syarat organisasi, syarat institusi, struktur, fungsi, kedudukan dan lainnya?
Menyebut dirinya SSB. Apa tahu syarat SSB dan bentuk SSB itu harus ada apa, siapa, mengapa, kapan, bagaimana, di mana? Menyebut dirinya ASB, DSB, Soccer-Soccer-an, apa juga tahu syarat dan bentuk serta aturan-aturannya harus ada apa, siapa, mengapa, kapan, bagaimana, di mana?
Tapi, salah kaprah ini terus terjadi. Sementara para pelaku bukannya malu atas ketidakpahaman dan gaya-gaya-annya, sebaliknya mereka malah bangga ada di dalam kesalahkaprahan dan tentunya juga sedang menunjukkan kebodohannya masing-masing.
Bila STy teriak pemain Timnas harus dilatih lagi teknik dasar, itulah jawabannya. Sebab, wadah sepak bola akar rumput di Indonesia terus dibiarkan jalan sendiri. Tak berstandar, tak memenuhi syarat institusi, keorganisasian, kepengurusan, kepelatihan yang kompeten dan lainnya.