Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Apa Saya Orang yang Ikhlas?

21 April 2022   06:24 Diperbarui: 21 April 2022   06:50 1396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW


Amal dan perbuatan baik yang ikhlas, tidak mengharap kembali, ucapan terima kasih dan doa, apalagi pujian. (Supartono JW.21042022)

Kendati dalam bulan Ramadhan, di negeri ini, masih banyak sekali golongan orang-orang yang belum ikhlas dengan apa yang sudah terjadi. Karenanya, faktanya negeri ini sejatinya sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Akibat Pilgub DKI maupun Pilpres, rakyat terus terbelah karena tidak ikhlas, junjungannya kalah. Parahnya, meski junjungannya menang pun, tetap ada kelompok yang terus membikin keruh suasana. Bahkan Agama jadi komoditas isu. Aneh, Ngeri. Tapi nyata. Kok, pemimpin seperti diam saja?

Sebenarnya apa yang mereka cari? Yang sudah duduk singgasana kekuasaan dan parlemen pun asyik masyuk sendiri dengan kepentingan dan ambisinya, tak peduli rakyat terus jadi korban. Hasilnya, negeri ini, terus dilanda kemiskinan karakter bangsa, kemiskinan lahirnya seorang negarawan, kemiskinan pendidikan, budi pekerti, etika, tata-krama, kesantunan, kerukunan, kedamaian, dan kemiskinan-kemiskinan lainnya.

Di sisi lain, meski tak kaya harta, banyak rakyat yang ikutan sok kaya, hedon, dan riya karena dasarnya lemah iman, tak cerdas intelegensi dan personality. Mereka berpikir hidup hanya untuk kemewahan dunia. Padahal nanti saat MATI, apa yang dibawa dan apa yang masuk liang kubur? Kasihan. Pemimpin pun terus menimbun hutang.

Itulah fenomena di negeri Katulistiwa, dan hingga kini, masih terus berlangsung, sebab hidup mereka, sepertinya tak pernah IKHLAS.

Jelang menutup fase 10 hari kedua, bulan  penuh ampunan, masih ada waktu sebelum memasuki fase 10 hari ketiga pembebasan dari api neraka, adakah refleksi dan instrospeksi, muhasabah dalam diri, peninjauan atau koreksi terhadap perbuatan, sikap, kelemahan, kesalahan, dan sebagainya pada diri sendiri, terutama hal keikhlasan.

Pasalnya, ikhlas menjadi syarat diterimanya amalan ibadah yang semata-mata beribadah hanya untuk Allah SWT. Ikhlas adalah gerakan batin atau hatinya, dan amal adalah tubuhnya. Dan, setiap amal perbuatan atau amal ibadah akan diterima jika dilakukan dengan ikhlas.

Ikhlas itu

Berkaitan dengan ikhlas, Allah berfirman dalam Al-Quran Surat Al-A'raf (7) : 29,
"Katakanlah, Tuhanku menyuruhku berlaku adil. Hadapkanlah wajahmu (kepada Allah) pada setiap salat, dan sembahlah Dia dengan mengikhlaskan ibadah semata-mata hanya kepada-Nya. Kamu akan dikembalikan kepada-Nya sebagaimana kamu diciptakan semula."

Secara bahasa, pengertian ikhlas artinya bersih hati, tulus hati. Dalam kaitannya dengan ibadah, hati tidak boleh menuju kepada selain Allah. Sementara dari pandangan manusia, ikhlas tidak riya.
Pamer, menunjukkan sesuatu yang dimiliki kepada orang lain dengan maksud memperlihatkan kelebihan atau keunggulan untuk menyombongkan diri.

Ciri ikhlas

Setelah muhasabah diri, saya/kita apakah termasuk orang-orang yang ikhlas karena Allah? Atau riya untuk orang lain? Untuk memastikannya, dari berbagai ajaran dan literasi, berikut adalah ciri-ciri ikhlas.

Pertama, selama ini apakah saya/kita suka dipuji? Bila iya, maka saya/kita bukan orang yang ikhlas. Pujian adalah salah satu ujian untuk orang-orang yang melakukan amal perbuatan baik dengan pujian seseorang dapat terkena penyakit ujub atau sombong.

Oleh karena itu, seseorang yang jujur, tulus ikhlas, lurus hati (mukhlis), akan sadar bahwa dia berbuat baik dan ikhlas. Tidak akan pernah suka dengan pujian yang berasal dari seseorang.

Kedua, apakah selama ini saya menganggap pujian dan hinaan itu sama?
Apa yang selama ini saya/kita lakukan, ada yang memperoleh pujian dan juga hinaan dari orang-orang sekitar kita. Bila saya/kita mukhlis, maka tidak akan memikirkan hal itu.

Ketiga, apakah saya/kita suka atau menerima nasehat? Orang yang ikhlas, akan selalu menerima dan mendengarkan masukan, nasehat dari orang lain. Apakah selama ini, saya termasuk mukhlis, mau menerima dan menengarkan nasihat orang lain?

Keempat, apakah saya/kita, orang yang melupakan amal baik? Melupakan amal baik yang sudah dilakukan adalah bukti ikhlas. Orang yang mukhis, akan lupa dan tidak akan pernah mengingat kebaikan-kebaikan yang telah diperbuat. Tidak berbicara atau mengungkit kebaikan yang telah dilakukan sebelumnya.

Kelima, apakah sata melupakan hak amal baik? Seseorang yang melakukan amal ibadah dengan ikhlas akan melupakan amal yang telah mereka perbuat. Selain itu, juga  melupakan hak amal baiknya. Sebab, biasanya, seseorang yang sudah melakukan amal baik, suka menuntut haknya. Contohnya, masih berharap ucapan terima kasih, mengharap doa dan lainnnya. Padahal, biasanya, hal itu akan terjadi tanpa diminta. Sadarkah kita selama ini, akan hal itu?

Contohnya saja, setelah seseorang memberikan makanan kepada anak yatim, kemudian mereka mengharap ucapan terima kasih dan juga doa dari anak-anak tersebut. Sikap seperti itulah yang tidak dapat digolongkan ke dalam sikap ikhlas. Sebab, masih menuntut hak dari perbuatan baiknya.

Keenam, apakah saya berambisi menjadi pemimpin? Orang yang ikhlas, tenang, diam, serta tidak akan pernah mencalonkan dirinya sendiri untuk menjadi seorang pemimpin. Meski sekadar dicalonkan menjadi ketua RT, RW, apalagi menjadi Presiden.

Bila seseorang yang ikhlas sampai bersedia menjadi pemimpin, maka dia akan menjadi pemimpin yang amanah. Bila memimpin negara, akan menjadi negarawan.

Kira-kira, apakah selama ini, sikap dan perbuatan saya ada yang sesuai dengan ciri ikhlas?

Tingkatan ikhlas

Lalu, selama ini pula, sikap dan perbuatan saya tergolong dalam tingkatan ikhlas yang mana? Sesuai pendapat para ulama tasawuf ada tiga tingkatan iklas:

Pertama, Ikhlas Awam. Golongan ini di dalam ibadah, melandasinya dengan perasaan takut pada siksa Allah dan masih mengharapkan pahala dunia. Contohnya, melakukan Salat Dhuha agar memperoleh pahala dan dimudahkan rezekinya. Melakukan Salat Tahajud karena ingin dilancarkan urusan dunianya. Dan lainnya.

Kedua, Ikhlas Khawas. Golongan ini memiliki motivasi untuk memperoleh pahala dari Allah, sehingga di akhirat nanti terhindar dari siksa neraka dan masuk ke dalam surgaNya.

Ketiga, Ikhlas Khawas al-Khawas. Golongan ini adalah yang sadar bahwa bentuk pengabdian dari seorang hamba kepada Allah memang seharusnya mengabdi dengan cara melakukan perbuatan dan amal ibadah yang dilakukan karena mencari rida (ridho) Allah dengan sebenar-benarnya.

Amal ibadah yang dilakukan oleh orang ikhlas, semata-mata hanya untuk mencari rida, kerelaan Allah SWT tanpa adanya hasrat untuk mencari perhatian ataupun ketenaran di hadapan makhluk lain, entah itu berupa pujian ataupun sejenisnya.

Kira-kira, selama ini, bila saya tergolong orang yang ikhlas, termasuk golongan ikhlas yang mana? Ikhlas Awam? Ikhlas Khawas? Atau Ikhlas Khawas al-Khawas?

Mari, terus tanyakan pada diri kita sendiri. Bila ternyata saya belum termasuk dalam ciri-ciri orang yang Ikhlas, mengapa? Bila saya juga masih dalam tingkatan Ikhlas Awam, mengapa?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun