Secerdiknya bangkai ditutupi, baunya tetap tercium juga. Itulah gambaran kejahatan yang ditutup-tutupi, tidak mungkin selamanya ditutupi. Suatu saat, akan terungkap juga.
Peribahasa tersebut, nampaknya pas bila dianalogikan dengan kasus tes polymer chain reaction (PCR) di Indonesia sejak awal pandemi corona masuk di NKRI.
Siapa raup untung triliunan
Setelah ada pihak yang meraup untung hingga triliunan di tengah rakyat Indonesia sangat menderita karena corona, kini seiring penularan corona mulai mereda, tiba-tiba harga PCR saat ini bisa berada pada kisaran Rp 275 - 300 ribu. Sebelumnya, tes skrining corona ini bisa mencapai jutaan. Pada masa awal pandemi, bahkan harganya di atas Rp 2 juta untuk sekali tes.
Publik pun kini terus ramai membicarakan kasus PCR ini. Media massa, media televisi, pun silih berganti mengulas PCR yang beritanya menyeret para pejabat negara yang menjadi biang keladi dari harga PCR yang mahal dan bermain dengan stakeholder yang sama-sama mencari keuntungan di tengah penderitaan rakyat.
Pemerintah tahu harga asli PCR murah?
Saya masih ingat ketika publik dunia heboh karena harga PCR di India hanya tak sampai dua ratusan ribuan. Tetapi di Indonesia masih jutaan. Saat itu, saya langsung menulis artikel menyoal ini. Ternyata, kisah PCR terus bergulir.
Karena masyarakat dan berbagai pihak langsung memprotes, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan sampai bicara di televisi dan memerintahkan ke pihak terkait agar harga PCR turun. Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan agar harga tes PCR diturunkan. Jokowi meminta agar biaya tes PCR di kisaran Rp 450-550 ribu.
"Saya sudah berbicara dengan Menteri Kesehatan mengenai hal ini, saya minta agar biaya tes PCR berada di kisaran antara Rp 450.000 sampai Rp 550.000," kata Jokowi dalam keterangannya melalui kanal YouTube Setpres, Minggu (15/8/2021).
Yang menjadi pertanyaan rakyat, mengapa saat itu, bulan Agustus 2021, setelah diprotes berbagai pihak, Presiden dapat memutuskan sendiri, Â lalu meminta Menteri Kesehatan menurunkan harga PCR lengkap dengan kisaran harganya?
Kini, empat bulan kemudian, setelah perintah Presiden, ternyata harga PCR malah sudah bisa dikisaran Rp 275 - 300 ribu.
Mengapa Presiden tidak memerintahkan harga di kisaran yang sekarang? Saat Presiden memutuskan harga di kisaran Rp 450.000 sampai Rp 550.000,- di bulan Agustus 2021, bisa jadi, Presiden juga sudah tahu harga asli PCR.
Kini, menyoal PCR semakin benderang, siapa yang sejatinya bermain di balik harga PCR melambung di NKRI. Semakin dijelas-jelaskan, ibarat bangkai yang ditutupi, tetap akan tercium. Kini rakyat Indonesia juga sudah ramai membincang siapa dalang di balik kejahatan PCR dan mengambil keuntungan pribadi, kelompok, dan golongan.Â
Sungguh jahat sekali. Sangat jahat. Sangat-sangat jahat! Tak berperikemanusiaan dan tak berperikeadilan.
Percuma berdalih, bersandiwara
Saya kutip dari CNBC Indonesia, Rabu (3/10/2021) Juru Bicara Vaksinasi Covid - 19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, juga coba menjelaskan bahwa pemerintah ingin rakyat mendapatkan layanan tes real time polymer chain reaction (RT-PCR) dengan harga wajar.Â
Ibu Siti ke mana saja? Warganet pun banyak berkomentar, penjelasan ibu hanya dalih adanya evaluasi penyesuaian harga pemeriksaan PCR demi kepentingan rakyat agar rakyat mendapatkan harga sesuai kewajaran. Â Mengapa baru sekarang? Bukan dari sejak corona hadir di Indonesia? Percuma berdalih.
Luar biasa dalihnya, bilang pemerintah mengevaluasi harga pemeriksaan PCR dari waktu ke waktu untuk memastikan masyarakat mendapatkan pemeriksaan sesuai harga yang seharusnya dibayar. Tapi baru sekarang itu dilakukan, karena keuntungan yang dikeruk sebelumnya oleh pejabat yang jahat sudah triliunan.
Luar biasa sandiwara PCR ini. Pemerintah menjadi otoritas yang menentukan patokan harga tertinggi untuk tes PCR. Sementara harga operasional lainnya berdasarkan kewenangan masing-masing lab.
Lalu harga PCR jutaan, kini setelah diprotes dan mulai terkuak siapa yang bermain, harganya turun drastis, meski belum menyentuh harga yang wajar.Â
Sebelumnya Indonesia Corruption Watch (ICW) menuliskan informasi mengenai komponen biaya pembentukan harga PCR itu tertutup. BPKP dan Kementerian Kesehatan tidak pernah menyampaikan informasi komponen biaya dan besarannya.
Padahal, sejak Oktober 2020 lalu, harga reagen PCR hanya Rp 180 ribu, ketika pemerintah menetapkan harga Rp 900 ribu. Maka komponen harga reagen PCR hanya 20% dari harga jasa. Gila!
Di sisi lain, harga lainnya tidak dibuka secara transparan sehingga penurunan harga mulai dari Rp 900 ribu sampai Rp 350 ribu juga tidak dilandaskan keterbukaan informasi. Tapi dalihnya demi rakyat. Pemerintah ingin rakyat mendapatkan layanan tes real time polymer chain reaction (RT-PCR) dengan harga wajar. Sangat klise. Sangat tak malu.
Dengan begitu, mungkin bisa terjawab, mengapa Presiden juga dapat menentukan harga PCR sendiri dan meminta Menteri Kesehatan menurunkan harga di kisaran Rp 450.000 sampai Rp 550.000,- saat Agustus 2021.
Ternyata, keputusan dan kebijakan menyoal harga PCR, sepertinya benar, Â diambil berdasarkan kepentingan kelompok tertentu. Artinya sejak Oktober 2020, pemerintah mengakomodir sejumlah kepentingan kelompok tertentu. Menguntungkan kelompok tertentu.
Jualan PCR kepada rakyat dengan harga seenak perut sendiri. Di mana dan ke mana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selama ini? Kok membiarkan rakyat dikibuli pemerintahan sendiri. Kini, jualannya mau menyasar ke transportasi darat ambil momentum libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Kisah fenomenal tentang PCR di Indonesia ini, sepertinya membuat kepanjangan PCR berubah dari polymer chain reaction menjadi picik culasi rakyat.
Mau tahu maksudnya? Sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
Picik artinya tidak luas (tentang pandangan, pengetahuan, pikiran, dan sebagainya. Makanya, kini terkuak.
Culas maknanya curang, tidak jujur, tidak lurus hati. Dan, Rakyat adalah penduduk suatu negara. Akhirnya, PCR bikin kamu-kamu ketahuan, ya,? Jadi picik culasi rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H