Untuk itu, karena dunia pendidikan juga masih bermasalah dengan dirinya sendiri, kepentingan politik, oligarki, dan dinasti politik juga membikin elite partai dan para pengikut dan pendukungnya terus gemar berkata kasar dan nantangin demi kepentingan mereka  maka keluarga dan masyarakat wajib menjadi ujung tombak dan teladan bagi anak-anak, generasi muda, dan generasi tua, untuk mengembalikan budaya anggota keluarga dan masyarakatnya menjadi bermoral dan santun.
Para kepala keluarga, para ketua rukun tetangga, di lingkungan masyarakat terkecil, seharusnya dapat mengambil peran ini, agar para anaknya, para remaja, hingga para orang tuanya menjadi pribadi yang berkarakter, berbudi pekerti luhur, santun, hingga produksi kata-katanya selalu baik. Ekspresi wajahnya selalu ceria dan manis. secara fakta. Bukan rekayasa dan sandiwara seperti perilaku para elite partai dan para tukang twitt yang dibayar memecah belah bangsa.
Untuk itu, jangankan Presiden sebagai pemimpin tertinggi negara, kepala keluarga dan ketua RT saja, tak akan punya wibawa dan karisma bila tak dapat memberi teladan kepada anggota keluarga dan masyarakat di lingkungan RT-nya, bila tak memberikan praktik nyata meneladani dalam hal berkata-kata baik dan selalu tampil dengan wajah ceria, manis, yang tentunya menyejukkan dan memberikan kenyamanan.
Seharusnya, orang yang telah terdidik, tentu telah berkembang intelektualnya, sosialnya, emosinya, analitisnya, kreatif-imajinatifnya, dan imannya (ISEAKI), maka tentunya dapat menjaga, merawat, dan mengendalikan diri terhindar berkata-kata tak baik dan berwajah seram.
Namun, faktanya hal itu tak menggaransi. Justru banyak orang yang tak makan asam garam bangku sekolah/kuliah, malah memiliki karakter berbudi pekerti luhur  santun, rendah hati, selalu berkata-kata baik dan menampilkan wajah ceria yang apa adanya, bukan kamuflase apalagi rekayasa.
Rumus mudah untuk berkata-kata baik baik secara langsung di hadapan orang maupun di medsos dan wajah ceria, pandanglah setiap lawan bicara atau orang yang kita hadapi adalah orang tua kita, Ayah kita, Ibu kita.
By Supartono JW. September.10092021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H