Kisah dilingsirkannya Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) memamg cukup memprihatinkan di tengah kondisi pendidikan nasional terus tercecer dan terpuruk. Terang saja, berbagai pihak dan para akademisi di Republik ini pun menjadi kebakaran jenggot, tak habis pikir dengan tindakan Nadiem Makarim.
Buntutnya, berbagai pihak pun meminta Nadiem belajar dahulu soal aturan sebelum menerbitkan regulasi yang akibatnya justru dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Apakah Nadiem tidak belajar soal tata aturan perundangan negara? Atau tidak bertanya kepada staf ahlinya sebelum mengeluarkan regulasi? Pasalnya, tindakannya, bikin regulasi yang sembrono, labrak tata aturan. Amanah Undang-Undang dimentahkan oleh Permendikbudristek. Bagaimana gimana ceritanya?
Fungsi dan kedudukan BSNP
Perlu dipahami ulang, BSNP adalah lembaga independen yang dibentuk melalui PP Nomor 19 Tahun 2005. Berikutnya, dalam Pasal 22 ayat 1 PP tersebut mengamanatkan pembentukan badan independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi standar nasional pendidikan.
Lebih terperinci lagi, pembentukan BSNP sebagai lembaga independen ada di dalam pasal 73 ayat 1, yang berbunyi "Dalam rangka pengembangan, pemantauan, dan pelaporan pencapaian standar nasional pendidikan, dengan Peraturan Pemerintah ini dibentuk Badan Standar Nasional Pendidikan".
Karenanya, keberadaan BSNP sebagai lembaga independen dinilai sesuai dengan amanat UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003.
Tetapi, seperti tak ada hujan dan tak ada angin, tiba-tiba BSNP resmi dibubarkan pada 23 Agustus 2021 setelah Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim meneken Permendikbudristek Nomor 28 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemendikbudristek.
Lucunya, dalam permendikbudristek tersebut, posisi BSNP digantikan oleh Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Mendikbudristek.
Lalu, Permendikbud Nomor 28/2021 yang mengatur pembubaran BSNP merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). PP tersebut diteken Presiden Joko Widodo per 31 Maret 2021.
Pantas saja sejumlah akademisi dan praktisi pendidikan pun menilai pembubaran BSNP ini menyalahi UU Sisdiknas. Hebatnya lagi, Permendikbud bisa mengalahkan undang-undang. Ini, bagaimana, ya?
Kembali kepada fungsi dan kedudukan BSNP, mengacu pada UU Sisdiknas, bl badan standardisasi pendidikan harus bersifat mandiri, tidak boleh bersubkoordinat dengan kementerian mana pun. UU Sisdiknas pun mengamanatkan sebuah badan (di luar pemerintah) untuk mengawasi sistem pendidikan. Tetapi BSNP malah dihapus dengan  peraturan menteri. Ini jelas bukan hanya menyalahi undang-undang, namun penghapusan  itu dinilai dapat berdampak buruk pada kualitas pendidikan di Indonesia.
Mau ke arah mana pendidikan kita?
Dibubarkannya BSNP sebagai lembaga independen dan diganti dengan Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Mendikbudristek, ini mau ke mana arah pendidikan kita yang terus terpuruk?
Menyoal Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka saja cenderung hanya hangat di teori, namun praktik dan implementasinya banyak benturan. Sementara, di tengah pandemi corona, pemerintah saja terus memperpanjang PPKM, Mas Nadiem malah berjuang untuk sekolah dan kuliah tatap muka. Malah ada sekolah dan daerah yang sampai dilaporkan ke DPR karena masih menolak sekolah tatap muka.
Berbagai pihak pun menilai Nadiem tak konsisten dan kontradiktif dengan kebijakan Presiden dalam hal PPKM, meski katanya ahli dalam bidang teknologi, tetapi sekolah dan kuliah daring saja sudah menyerah. Di mana keunggulannya?
Sekarang, tahu-tahu BSNP dibubarkan. Ada BSNP saja yang tugasnya memantau dan mengawasi bagaimana sistem pendidikan itu dilaksanakan oleh pemerintah sesuai amanat UU pasal 35 ayat 4, kualitas pendidikan di Indonesia masih konsisten menjadi salah satu yang terendah di dunia.
Bila sekarang sudah tak ada lembaga independen bernama BSNP, tentu tidak ada lagi yang mengawasi dan memantau. Â Apakah tidak semakin seenaknya sendiri kemendikbud dalam membuat program?Â
Lebih buruknya lagi, kebijakan Nadiem menjadi blunder pemerintah terhadap kebijakan pendidikan Indonesia yang terus berkubang masalah. Sangat memprihatinkan, sebab pemerintah melaksanakan tata tertib perundang-undangan yang salah. Permendikbudristek  justru menyalahi UU Sisdiknas. UU di kalahkan oleh peraturan menteri dan menjadi contoh sangat buruk.Â
Kondisi BSNP bagaimana?
Nasi sudah menjadi bubur. Kini BNSP sudah dibubarkan. Pertanyaannya, sebenarnya ada apa dengan BSNP yang jelas-jelas lembaga independen. Apakah di eranya, Nadiem merasa terganggu dengan kwberadaan BSNP? Atau menurut Nadiem BSNP juga tak bertaji?Â
Pasalnya, meski sudah ada BSNP pun, pendidikan Indonesia tetap terpuruk. Jadi, apakah selama ini BSNP memang sudah bekerja sesuai fungsi dan kedudukannya? Bila Nadiem ternyata menemukan fakta bahwa BSNP tak bertaji?
Masyarakat sejatinya perlu tahu duduk masalah sebenarnya tentang kinerja BSNP. Sebab, sebagai lembaga independen, mengapa juga tak nampak ada signifikasi kemajuan pendidikan Indonesia. Tentunya hadirnya BSNP bukan gratisan. Ada kucuran anggaran di dalamnya untuk mengawal berbagai program dan membiayai keberadaannya.
Bila ternyata Nadiem sampai membubarkan, maka Nadiem wajib menginformasikan kepada publik. Apalagi telah membuat kebijakan yang salah di mata hukum. UU dikalahkan oleh peraturan menteri.
Di sisi lain, juga menjadi pertanyaan, mengapa Kemendikbudristek seolah tidak melakukan kajian akademis terlebih dahulu sehingga tak punya tujuan jelas atas pembubaran BSNP yang menyalahi aturan.
Apa dasarnya? Apa suka-sukanya Nadiem? Apa mau bikin dewan pakar baru? Lembaga baru?
Harusnya Nadiem dan Kemendikbudristek fokus untuk membenahi pembelajaran selama pandemi Covid-19? Bukannya fokus kepada program-program nonpandemi, seperti guru penggerak, asessmen nasional yang mengakibatkan learning loss dan lainnya.
Nadiem ahli teknologi, ahli program digitalisasi sekolah tapi minta siswa untuk tatap muka, di saat Presiden terus konsisten dengan program andalan bernama PPKM.
Pendidikan tambah bermasalah, BSNP untuk semua
Dibubarkannya BSNP, yang jelas menyalahi aturan tata perundangan. Poin itu wajib menjadi perhatian khususnya bagi Preaiden. Sebab, menterinya berbuat sembrono. Di sisi lain, jelas bahwa tanpa ada lagi BSNP, tertutup sudah partisipasi masyarakat dalam hal pendidikan yang terpuruk, karena lembaga independennya telah dilingsirkan, dibenamkan.
Berikutnya, entah apa yang akan terjadi dengan pendidikan di Indonesia karena tata kelola pendidikan di Indonesia sudah tersentralisasi dan tertutup sehingga hak-hak anak Indonesia untuk mendapat pendidikan yang baik akan terkendala dan terjadi kesenjangan.Â
Ingat, BSNP adalah kontrol kebijakan kemendikbudristek. Begitu dibubarkan, sistem pendidikan akan semakin tertutup, terjadi kemunduran demokrasi dan kembali ke model otoritarian dalam dunia pendidikan. Dimana kebijakan dikeluarkan, direncanakan, diawasi, dievaluasi dan disimpulkan sendiri oleh kemendikbud. Jadi, di mana merdeka belajarnya?Â
Bila benar, kewenangan BSNP akan diambil alih oleh Dewan Pakar Standar Nasional Pendidikan yang berada di bawah kemendikbud, hal ini sama saja dengan sentralisasi kekuasaan. Mendikbud bikin regulasi sendiri, meregulasi dirinya sendiri untuk membuat dewan pakar dan sebagainya, kemudian dia evaluasi sendiri, kesimpulan sendiri. Begitu?
Dari berbagai pendapat yang mengemuka, keputusan pembubaran BSNP terburu-buru dan berpotensi menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari. Bila hal itu tak ingin terjadi, maka ada banyak persoalan yang perlu di-clearkan baik dari sisi regulasi, fungsi, hingga unsur akomodasi sebelum BSNP diputuskan untuk dibubarkan
Terlebih eksistensi BSNP, tidak lepas dari upaya mendorong penyelenggaraan pendidikan baik di level usia dini, dasar, menengah, dan tinggi agar memenuhi standar pendidikan nasional. Standar tersebut meliputi pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, hingga kompetensi lulusan.
Tetapi ini malah dibubarkan. BSNP itu ibaratnya juri, wasit, untuk menilai apakah penyelenggara pendidikan sudah memenuhi standar pendidikan nasional atau belum, tapi ini malah dibikin berada di bawah kendali penyelenggara oendidikan itu sendiri.
Pertanyaannya lagi, apakah Nadiem juga tidak tahu, bahwa BSNP juga merupakan badan mandiri yang rekomendasinya bukan hanya untuk Kemendikdbudristek, melainkan juga bagi dunia pendidikan di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag).Â
Bila badan standarisasi Kemendikbudristek pengganti BSNP dimasukan pada unit kerja kementerian tersebut, wilayah kerjanya tak mencakup Kemenag. Penyelenggara pendidikan di negeri ini juga tidak hanya dinaungi oleh Kemendikbudristek. Ada sekolah dan kampus di bawah Kementerian Agama, juga ada sekolah dan kampus di bawah Kementerian dan Lembaga lain, semisal sekolah dan kampus yang berada di bawah Kementerian Kesehatan.
Itu sebabnya, semua urusan pengembangan, pemantauan, pengendalian Standar Nasional Pendidikan menjadi amanah BSNP ini. Tidak bisa diatur oleh badan yang hanya ada di level unit kerja Kemendikbudristek.
Salah kaprah, pembentukan badan baru pengganti BSNP itu. Apalagi membentuk badan baru yang mirip tapi beda  pada persoalan asasi, seperti cakupan, kemandirian dan bahkan melabrak tata aturan perundangan. Â
Pantas saja ada.pihak yang meminta Nadiem harus belajar soal aturan sebelum menerbitkan regulasi yang buntutnya justru dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H