Terlebih eksistensi BSNP, tidak lepas dari upaya mendorong penyelenggaraan pendidikan baik di level usia dini, dasar, menengah, dan tinggi agar memenuhi standar pendidikan nasional. Standar tersebut meliputi pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, hingga kompetensi lulusan.
Tetapi ini malah dibubarkan. BSNP itu ibaratnya juri, wasit, untuk menilai apakah penyelenggara pendidikan sudah memenuhi standar pendidikan nasional atau belum, tapi ini malah dibikin berada di bawah kendali penyelenggara oendidikan itu sendiri.
Pertanyaannya lagi, apakah Nadiem juga tidak tahu, bahwa BSNP juga merupakan badan mandiri yang rekomendasinya bukan hanya untuk Kemendikdbudristek, melainkan juga bagi dunia pendidikan di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag).Â
Bila badan standarisasi Kemendikbudristek pengganti BSNP dimasukan pada unit kerja kementerian tersebut, wilayah kerjanya tak mencakup Kemenag. Penyelenggara pendidikan di negeri ini juga tidak hanya dinaungi oleh Kemendikbudristek. Ada sekolah dan kampus di bawah Kementerian Agama, juga ada sekolah dan kampus di bawah Kementerian dan Lembaga lain, semisal sekolah dan kampus yang berada di bawah Kementerian Kesehatan.
Itu sebabnya, semua urusan pengembangan, pemantauan, pengendalian Standar Nasional Pendidikan menjadi amanah BSNP ini. Tidak bisa diatur oleh badan yang hanya ada di level unit kerja Kemendikbudristek.
Salah kaprah, pembentukan badan baru pengganti BSNP itu. Apalagi membentuk badan baru yang mirip tapi beda  pada persoalan asasi, seperti cakupan, kemandirian dan bahkan melabrak tata aturan perundangan. Â
Pantas saja ada.pihak yang meminta Nadiem harus belajar soal aturan sebelum menerbitkan regulasi yang buntutnya justru dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H