Momentum peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) ke-72, khususnya bagi bangsa Indonesia, wajib menjadi pencerahan dan pemahaman agar siapa pun, mulai dari rakyat jelata, orang kaya, elite partai, hingga yang duduk di parlemen maupun pemerintahan, tidak lagi melakukan hal perbuatan yang melanggar HAM.
Bicara menyoal HAM dan pelanggarannya, berdasarkan catatan stakeholder terkait di Indonesia maupun yang terpublikasi di media massa selama ini, memang di Republik ini masih banyak tersisa kasus pelanggaran HAM yang belum diselesaikan, baik pelanggaran di masa-masa pemerintahan sebelumnya, pun di masa pemerintahan sekarang.
Bahkan Presiden pun bicara, "Saya mendengar masih ada masalah kebebasan beribadah di beberapa tempat. Untuk itu saya minta agar aparat pemerintah pusat, daerah, secara aktif dan responsif untuk menyelesaikan masalah ini secara damai dan bijak," ungkap Presiden Jokowi dalam pidatonya di Peringatan Hari HAM Sedunia, Kamis (10/12/2020), melalui tayangan Kemitraan Indonesia.
Apa yang diungkapkan oleh Bapak Presiden, semoga menjadi deskripsi bahwa memang benar, ada masalah pelanggaran HAM di negeri kita yang harus diselesaikan dan jangan sampai ada masalah pelanggaran HAM berikutnya. Namun, rakyat sangat berharap agar pemerintah sungguh-sungguh menyelesaikannya, bukan malah menambah pelanggaran HAM baru atau membiarkan ada pelanggaran-pelanggaran HAM lagi di tengah rakyat.
Saya kutip dari situs Kemenkumham, Hari HAM dunia tahun ini mengangkat tema "Recover Better-Stand Up For Human Rights". Tema ini dipilih karena melihat kondisi pandemi covid-19 telah melanda dunia saat ini.
Akibat pandemi corona, telah meningkatkan berbagai kesenjangan dalam masyarakat, mulai dari kemiskinan, ketidaksetaraan, hingga diskriminasi. Hak asasi manusia pun mulai terbaikan di tengah pandemi yang terus merajalela ini dan berharap adanya kepedulian terhadap hak asasi manusia agar dunia segera pulih dari krisis yang ada.
Tema ini juga berupaya mencapai tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs. Sebab, martabat manusia yang dilindungi mampu mendorong berjalannya pembangunan tersebut.
Dari Bone.go.id pun diungkap beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghadapi krisis HAM di tengah pandemi covid-19, seperti mengakhiri segala bentuk diskriminasi agar krisis tidak berlanjut setelah pandemi selesai. Lalu, mengatasi ketidaksetaraan atau ketimpangan di masa pandemi, dan mendorong partisipasi dan solidaritas individu, masyarakat, komunitas, dan pemerintah, serta mempromosikan pembangunan berkelanjutan untuk kelangsungan hidup masyarakat.
Bagaimana dengan Indonesia ? Dalam acara Peringatan Hari HAM sedunia yang digelar Komnas HAM secara daring, Kamis, 10 Desember 2020, Â Presiden Jokowi pun menyampaikan sejumlah janji dan komitmen pemerintah dalam rangka penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia (HAM).Â
Semua komitmen pemerintah dalam penegakan Hak Asasi Manusia itu telah dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) HAM 2020-2025. Jokowi pun berjanji, hak sipil, hak politik, hak ekonomi, dan sosial serta budaya harus dilindungi secara berimbang dan tidak ada satu pun yang terabaikan.
Semoga saja, semua komitmen pemerintah yang diungkap oleh Presiden dan sudah tertuang dalam RAN HAM 2020-2025 benar-benar terbukti dan terealisasi, termasuk di depan mata kini sedang terjadi masalah yang juga duga sebagai pelanggaran HAM baru menyoal meninggalnya 6 anggota Ormas karena timah panas polisi.
Sejarah dan pelanggaran HAM
Dari berbagai literasi, disebutkan bahwa dipilihnya tanggal 10 Desember sebagai Hari HAM, sebabnya pada tanggal itu bertepatan dengan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) pada tahun 1948.
UDHR merupakan dokumen tonggak sejarah yang menyatakan hak-hak setiap orang sebagai manusia tidak dapat dicabut tak peduli ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan sebagainya.
Dokumen tersebut hingga kini telah diterjemahkan dalam lebih dari 500 bahasa, dan menjadi dokumen yang paling banyak diterjemahkan di dunia.
Kemudian, penetapan Hari HAM sedunia dilakukan dalam sidang paripurna Majelis Umum PBB 4 Desember 1950 dengan mengundang semua negara anggota PBB.
Kendati Hari HAM sudah ditentukan dan diperingati setiap tahun, nyatanya di berbagai negara dunia, pelanggaran HAM masih saja terus terjadi. Kebanyakan kasus yang berulang di setiap negara termasuk Indonesia adalah soal kekerasan, penangkapan, dan pemenjaraan para pengunjuk rasa saat aksi demonstrasi terjadi oleh rezim pemerintah yang sedang berkuasa.
Karenanya, sejak tahun 1968, PBB secara berkala memberikan anugerah di bidang Hak Asasi Manusia pada setiap peringatan Hari HAM Sedunia.
Hari HAM kerap kali menjadi ajang unjuk rasa terkait hak asasi manusia seperti soal kekerasan, penangkapan dan pemenjaraan para pengunjuk rasa saat aksi demonstrasi terjadi.
Uniknya, ada kisah saat peringatan Hari HAM, Â malah ada aksi demonstrasi yang terjadi di Mongolia pada tahun 1989, dan hasilnya mempercepat runtuhnya pemerintahan komunis di negara itu.
Dalam kesempatan ini, saya tidak akan mengulas menyoal makna logo peringatan Hari HAM ke-72, namun lebih penting, masyarakat justru harus lebih masif diberikan penyadaran agar tidak memicu dan melahirkan pelanggaran HAM, serta diberikan contoh apa saja yang termasuk pelanggaran HAM.
Apa itu pelanggaran HAM
Dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan (2020) karya Damri dan Fauzi Eka Putra, maksud pelanggaran hak asasi manusia adalah tindakan pelanggaran kemanusiaan, yaitu pelanggaran yang dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis serta alasan rasional yang menjadi pijakannya.
Sementara, jenis pelanggaran hak asasi manusia ada yang ringan dan berat. Contoh pelanggaran ringan seperti melakukan pengancaman, melakukan pencemaran nama baik seseorang, melakukan kekerasan, dan sebagainya.
Khusus untuk pelanggaran berat, sesuai
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, pelanggaran berat adalah Kejahatan Genosida dan Kejahatan terhadap Kemanusiaan.
Makna genosida adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan kelompok agama.
Dan, kejahatan terhadap kemanusiaan adalah perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, Â dapat berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, kejahatan apartheid, perampasan kemerdekaan, serta perkosaan dan perbudakan seksual.
Semoga saja dengan memahami apa itu pelanggaran HAM dan jenisnya, masyarakat semakin paham mana saja kejadian yang masuk dalam wilayah pelanggaran HAM.Â
Dengan penjelasan tersebut, maka di peringatan Hari HAM ke-72 ini, minimal masyarakat dapat menghindarkan diri untuk tidak melanggar atau dilanggar persoalan yang terkategori pelanggaran HAM baik yang ringan maupun yang berat.Â
Pun semakin memahami bahwa dalam setiap pemerintahan di Indonesia, pemerintahan kepemimpinan siapa saja yang telah melakukan pelanggaran HAM.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H