Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Arifnya Pelaku Sepak Bola Indonesia

31 Oktober 2020   15:17 Diperbarui: 31 Oktober 2020   15:23 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Apes nian nasib rakyat Indonesia yang menggantungkan hidup dari sepak bola, khususnya para pemilik klub, pelatih, ofisial, pemain, dan seluruh masyarakat yang bersinggungan dan menggantungkan nafkah dari sepak bola termasuk para sponsor dan stakeholder terkait khususnya yang terlibat dalam Liga 1, 2, dan 3 PSSI.

Lebih dari itu, kasihan sekali nasib anak-anak muda Indonesia yang mustinya dapat berkompetisi resmi PSSI di Piala Suratin U-13 dan U-15, serta Elite Pro Academy (EPA) Liga 1 U-16, U-18, dan U-20 musim 2020/2021. Namun, karena dihalangi oleh institusi bernama Polri yang berkolaborasi dengan Pemerintah dengan alasan Covid-19, maka para pemain muda ini pun tak dapat merumput di kelompok umurnya tahun ini. Dan, tentunya bila merumput tahun depan umurnya sudah bertambah dan tak dapat lagi memperkuat tim yang seharusnya dibela di tahun 2020 ini.

Bahkan, publik sepak bola di Asia Tenggara, Asia, dan dunia pun heran, mengapa kompetisi sepak bola di Indonesia dilarang oleh Pemerintah melalui tangan Polri. Padahal sepak bola yang menjadi olah raga rakyat Indonesia dan Indonesia menjadi salah satu barometer suporter dunia dan sebagian besar rakyat Indonesia kini juga menggantungkan hidup dari sepak bola.

Pelaku sepak bola juga buruh

Perlu dipahami bahwa semua atlet, juga para pelaku sepak bola, mencari makan dengan menggunakan dua keahlian soft skill dan hard skill, yaitu otak dan otot, karenanya masuk juga kategori sebagai buruh.

Perbedaannya, pesepak bola ini bekerja di  perusahaan bernama klub, memiliki kontrak kerja, batas umur profesi, dan sama seperti buruh di perusahaan lain, akan dapat menerima putus kontrak bila performa tak sesuai ekspektasi.

Hal ini tentunya sesuai dengan pengertian  buruh/pekerja menurut Pasal 1 angka 2 UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yaitu "setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain."

Memang pengertian pesepak bola sebagai buruh belum lazim di Indonesia, pasalnya,  konotasi buruh di Indonesia hingga saat ini masih banyak yang mengganggap sebagai pekerja kelas rendah. Bahkan, ada sebutan buruh kerah putih yang dianalogikan bagi para karyawan yang menggunakan soft-skill untuk mencari nafkah, sebaliknya ada istilah buruh kerah biru yang diperuntukkan bagi para buruh yang menggantungkan hard-skill untuk bekerja.

Hal ini tentu saja sangat berbeda dengan konotasi buruh di mancanegara yang tidak lagi membedakan antara pekerja rendahan/kasar/berkerah putih/kantoran.

Kembali menyoal sepak bola, karena pelakunya juga sama dapat disebut buruh, maka seharusnya Presiden Jokowi ada empati dan simpati kepada para pelaku sepak bola.

Lebih mengherankan, Presiden Jokowi yang sebelum ini sangat getol dan giat mendukung sepak bola, bahkan membuat peraturan tentang percepatan sepak bola nasional, nampak tak bergeming sama sekali dengan kekecewaan pelaku sepak bola dan publik sepak bola nasional yang hak kehidupannya dirampas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun