Ternyata, dari semua rezim, rakyat tak merasakan ada perubahan yang nyata terhadap kesejahteraan tingkat hidupnya. Masyarakat tetap miskin ilmu dan miskin harta. Apa yang dicitakan sesuai Pembukaan UUD 1945, tetap saja hanya masih sebatas wacana di atas kertas, namun tak terbukti dalam kehidupan rakyat. Hukum dan keadilan masih menjadi barang sangat mahal bagi rakyat.
Sementara kesejahteraan dan lepas dari kemiskinan pun tetap sekadar mimpi di siang boling dan utopia bagi rakyat.
Indonesia yang faktanya gemah ripah loh jinawi, namun siapa yang terus menguasai dan menikmati gemah ripah loh jinawinya Indonesia itu?
Rakyat hanya dibutuhkan suaranya untuk mereka memperoleh kedudukan dan jabatan. Rakyat hanya dijadikan atas nama demi mereka menguasai hutan, gunung, sawah, dan lautan.
Hukum terus tajam ke bawah, tumpul ke atas. Pergerakan rakyat demi perjuangan hak-haknya terus dikekang dan dibatasi. Rakyat terus ditakut-takuti dan diintimidasi. Semua mereka lakukan dengan  berbagai skenario dan penyutradaraan.
Apa-apa yang tidak disetujui rakyat, rezim menyilahkan rakyat menutut ke pengadilan. Namun, pengadilan juga bagian dari rezim. Ke mana rakyat harus mengadu dan berteriak atas semua ini.
Lepas dari penjajahan kolonialisme hingga 75 tahun, nyatanya selama 75 tahun pula rakyat di jajah oleh rakyat yang diberikan amanah dan kepercayaan.
Ada yang bertanya, apa perbedaan pemimpin Indonesia zaman rezim sebelum reformasi dan setelah reformasi?
Ada yang menjawab, sebelum reformasi, demokrasi hanya milik rezim. Rakyat terbelenggu dan selalu ketakutan karena pergerakannya tak kan bisa lepas dari pengawasan penguasa bila melawan apalagi membangkang. Rezim lebih cerdik nan licik, karena rakyat terus dibikin bodoh dan diam. Itulah sebabnya, rezim dapat bertahan hingga puluhan tahun.