Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kota Mulia Itu Disebut "Yerusalem"

3 November 2022   08:35 Diperbarui: 4 November 2022   18:36 2910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dome of the Rock dilihat dari atas Bukit Zaitun. Sumber: dokumentasi pribadi

Di atas Bukit Zaitun (Mount of Olives), saya terpesona! Kota Yerusalem terbentang indah di hadapanku. Sejenak saya hanya ingin memandanginya. Tidak bergegas memotret seperti biasanya. Dome of the Rock, Masjid Al-Aqsa dan Kota Tua Yerusalem memang bisa menyihir mata setiap peziarah yang mengaguminya. Sungguh menakjubkan!

Yerusalem, atau disebut juga Yerushalayim (dalam bahasa Ibrani) dan Al Quds (Arab), adalah sebuah kota yang sangat istimewa. Kota berpenduduk hampir satu juta ini tidak bisa dibandingkan begitu saja dengan kota terkenal lainnya. Misalnya, dengan kota Roma, Paris atau New York.

Yerusalem itu berdiri sendiri. Paling tinggi di antara kota-kota ternama di dunia itu. Buku panduan wisata "Insight Guide-Yerusalem" bahkan menuliskannya dengan indah. "When 10 measures of beauty came upon the world, nine were taken by Jerusalem - and one by the rest of the world!" 

Salah satu kota tertua di dunia ini memang menyandang status istimewa yang tidak dimiliki kota manapun di dunia. Yerusalem adalah kota suci bagi tiga agama monoteistik: Yudaisme, Kristen dan Islam. Bahkan ketiganya sama-sama "mengklaim" sebagai yang paling berhak atas Yerusalem.

Masjid Al-Aqsa dilihat dari dekat Dung Gate (Mughrabi Gate). Sumber: dokumentasi pribadi
Masjid Al-Aqsa dilihat dari dekat Dung Gate (Mughrabi Gate). Sumber: dokumentasi pribadi
Bagi umat Islam, misalnya, Yerusalem (setelah Mekkah dan Medina) adalah kota terpenting ketiga untuk ziarah. Di kota inilah berdiri Masjid Al-Aqsa. Dan dari Dome of the Rock (Qubbat as-Sakhra) yang berada di komplek yang sama dengan Al-Aqsa, Nabi Muhammad SAW naik ke surga. Ingat peristiwa Isra dan Miraj, bukan?

Sementara itu, umat Kristen pun percaya bahwa inilah kota paling suci di dunia. Tempat banyak situs-situs bersejarah yang sudah tertulis di dalam Kitab Suci. Kota tempat berdirinya Church of the Holy Sepulchre (Gereja Makam Kudus) yang diyakini banyak orang Kristen sebagai Golgota. Tempat Yesus disalibkan.

Gereja Makam Kudus, Yerusalem. Sumber: dokumentasi pribadi
Gereja Makam Kudus, Yerusalem. Sumber: dokumentasi pribadi
Demikian pula bagi orang Yahudi. Yerusalem adalah inti dari iman dan dunia mereka. Semua ciptaan Tuhan berawal dari kota Yerusalem. Begitupun berbagai peristiwa besar sepanjang sejarah bangsa ini. Dari era Abraham, Bapak semua orang beriman, sampai Raja Solomon yang sangat terkenal.

Akan tetapi, ironisnya, kota Yerusalem juga adalah kota yang paling sering diperebutkan. Di sepanjang sejarahnya yang panjang, kota ini sudah dua kali dihancurkan. Dan puluhan kali dikepung, diserang, direbut dan direbut kembali. Dari satu penakluk ke penakluk berikutnya. Silih berganti.

Bahkan hingga kini pun, Yerusalem masih terus menjadi isu utama dalam konflik Israel-Palestina yang tidak berkesudahan. Keduanya sama-sama mengklaim Yerusalem sebagai ibu kotanya. Meskipun secara internasional, baik Israel maupun Palestina, tidak mendapat pengakuan banyak negara di dunia.

Kota Yerusalem dilihat dari Bukit Zion. Sumber: dokumentasi pribadi
Kota Yerusalem dilihat dari Bukit Zion. Sumber: dokumentasi pribadi
Pada penghujung Oktober 2022 lalu, saya akhirnya menjejakkan kaki kembali ke kota yang banyak didatangi peziarah dari seluruh dunia itu. Kembali mengunjungi situs-situs bersejarah di seputar Bukit Zaitun dan Bukit Zion. Tidak lupa pula ikut menyusuri jalan-jalan berliku di pusat kota tua Yerusalem.

Dari atas Bukit Zaitun tadi, saya sekali lagi menatap penuh takjub ke arah kota tua Yerusalem. Ikon kotanya, yakni Dome of the Rock (Qubbat as-Sakhra), tampak makin memesona. Kubah emasnya terlihat berkilauan. Pantas saja, foto bangunan suci ini terlihat di berbagai publikasi. Dari cover buku panduan wisata, peta kota, sampai postcard Yerusalem.

Bukit Zaitun sendiri memang tempat paling strategis untuk menikmati panorama kota Yerusalem. Namun, tentu saja bukan itu saja yang membuatnya sangat populer di kalangan peziarah dunia. Bukit ini juga sejatinya menyimpan banyak situs religi dan sangat bersejarah.

Panorama di sekitar Bukit Zaitun. Sumber: dokumentasi pribadi
Panorama di sekitar Bukit Zaitun. Sumber: dokumentasi pribadi
Nama Bukit Zaitun berkaitan dengan banyaknya pohon zaitun yang tumbuh di lereng-lereng bukitnya. Tetapi, tentara Romawi menebangnya untuk mengumpulkan pasukan perangnya menyerang kota Yerusalem pada tahun 70. Selain itu, di kawasan bukit ini pula berderet banyak situs bersejarah dari berbagai era.

Jadi bukan kebetulan saya pun mengawali perjalanan ziarah di kota ini dari atas bukit ini. Persisnya dari Chapel of the Ascension atau Kapel Kenaikan. Inilah tempat di mana Yesus terangkat naik ke sorga setelah 40 hari kebangkitannya. Di dalam kapel ini terdapat sebuah batu dengan bekas tapak kaki Yesus.

Menariknya, nama resmi kapel ini adalah "Mosque of the Ascension". Betul, kapel ini sudah menjadi bagian dari Masjid Kenaikan. Di lokasi yang sama, memang pernah berdiri Church of the Holy Ascension yang dibangun Poemenia pada tahun 380. Namun, gereja tersebut beberapa kali dihancurkan, lalu dibangun kembali.

Chapel of Ascension- Bukit Zaitun. Sumber: dokumentasi pribadi
Chapel of Ascension- Bukit Zaitun. Sumber: dokumentasi pribadi
Rekonstruksi gereja terakhir dilakukan oleh pasukan Crusaders pada abad ke-12. Sebuah kapel berbentuk oktagon pun dibangun di tempat ini. Deretan tiang dengan gerbang lengkung ikut menopang bangunan ini. Saat itu atapnya masih berbentuk terbuka.

Tetapi, setelah pasukan Saladin merebut Yerusalem pada tahun 1187, pendiri Dinasti Ayyubid itu lalu mengkonversi komplek ini menjadi sebuah masjid. Atap kapel yang tidak dihancurkan itu lalu diberi kubah batu. Sementara dinding kapel yang sebelumnya terbuka ikut ditutup rapat.

Masih di puncak Bukit Zaitun yang berada di atas ketinggian 800 meter dpl, saya lalu melanjutkan kunjungan ke Church of the Pater Noster yang hanya berjarak sekitar 160 meter dari situ. Gereja yang menjadi bagian dari Biara Carmelita ini sangat populer dengan nama Gereja Doa Bapa Kami. 

Gereja Doa Bapa Kami, Bukit Zaitun-Yerusalem. Sumber: dokumentasi pribadi
Gereja Doa Bapa Kami, Bukit Zaitun-Yerusalem. Sumber: dokumentasi pribadi

Berdasarkan tradisi, di tempat inilah Yesus mengajarkan doa pertama kepada para muridnya. Itulah "Doa Bapa Kami" yang sangat terkenal. Dan di sekeliling tembok dan lorong dalam gereja ini terdapat lebih dari 140 plakat keramik bertuliskan "Doa Bapa Kami" dalam lebih dari 140 bahasa di dunia. 

Alhasil, semua peziarah pun langsung sibuk mencari tulisan doa tersebut dalam bahasanya masing-masing. Tentu saja, dalam bahasa Indonesia pun ada. Bahkan terdapat pula Doa Bapa Kami dalam beberapa bahasa daerah di Indonesia. Di antaranya, Sundanese, Karo, Palembang, Tana Toraja dan Biak.

Doa Bapa Kami dalam bahasa Indonesia. Sumber: dokumentasi pribadi
Doa Bapa Kami dalam bahasa Indonesia. Sumber: dokumentasi pribadi
Rute berikutnya tidak kalah menarik. Jalan menurun dari atas Bukit Zaitun sampai ke Taman Getsemani dikenal sebagai tradisi "Jalan Minggu Palem". Rute ini melewati Gereja Dominus Flevit, Gereja Rusia Orthodox dan kuburan paling tua orang Yahudi dan Arab. Selain itu, peziarah juga bakal disuguhi panorama menawan di sepanjang rute sekitar 1 km itu.

Ke luar dari gereja Pater Noster di E-Sheik Street, berbelok ke kiri ke jalan Mt. of Olives. Lalu kembali berbelok kanan ke arah Dominus Flevit. Inilah gereja tempat Tuhan Yesus menangisi Yerusalem. Panorama dari jendela gereja maupun halamannya ke arah kota Yerusalem bakal membuat banyak peziarah enggan meninggalkannya cepat-cepat.

Kota Yerusalem dilihat dari jendela gereja Dominus Flevit. Sumber: dokumentasi pribadi
Kota Yerusalem dilihat dari jendela gereja Dominus Flevit. Sumber: dokumentasi pribadi

Dominus Flevit, yang dirancang oleh arsitek asal Italia Antonio Barluzzi, dibangun pada tahun 1953-1955. Lokasi gereja milik ordo Fransiskan ini memang sangat ideal untuk menikmati pesona kota tua Yerusalem.  

Dan sebelum tiba di Taman Getsemani, kubah-kubah keemasan dari Church of Mary Magdalena kembali membuatku berdecak kagum. Gereja Russia Orthodox, yang dibangun Tsar Alexander III pada tahun 1888 itu, memiliki gaya arsitektur unik. Berbeda dari semua gereja lain di Yerusalem. Itulah arsitektur khas ala Russian Revival.  

Gereja Maria Magdalena, gereja Rusia Orthodox yang indah. Sumber: dokumentasi pribadi
Gereja Maria Magdalena, gereja Rusia Orthodox yang indah. Sumber: dokumentasi pribadi
Jalan menurun rupanya membuat langkah kaki sedikit lebih ringan. Dengan cepat kami pun tiba di Taman Getsemani yang terletak di kaki Bukit Zaitun. Bagi umat Kristen, nama Getsemani tentu saja langsung mengingatkan sebuah peristiwa penting dalam kitab suci Perjanjian Baru.

Di taman inilah Yesus berdoa untuk terakhir kalinya sebelum disalibkan. Taman Getsemani adalah tempat di mana Yesus dan murid-muridnya sering berkunjung. Tidak heran, Yudas Iskariot, murid yang mengkhianati Yesus, mudah menemukannya pada malam penangkapan-Nya.

Taman Getsemani-Yerusalem. Sumber: dokumentasi pribadi
Taman Getsemani-Yerusalem. Sumber: dokumentasi pribadi
Taman Getsemani pun menjadi salah satu titik ziarah yang tidak pernah dilewatkan semua peziarah di Yerusalem. Sebagian sejarah lama itu seakan kian nyata dengan masih bertumbuhnya banyak pohon zaitun berusia sangat tua di tempat ini. Dan meskipun tidak pasti dari era Yesus, tetapi beberapa di antaranya dipercaya telah berumur lebih dari 2,000 tahun!

Dan tepat di sebelah Taman Getsemani berdiri sebuah gereja indah lainnya. Itulah Church of All Nations (Gereja Segala Bangsa). Gereja yang juga dikenal dengan nama Basilica of the Agony itu dibangun di bekas reruntuhan gereja tua dari berbagai zaman.

Gereja Segala Bangsa- Yerusalem. Sumber: dokumentasi pribadi
Gereja Segala Bangsa- Yerusalem. Sumber: dokumentasi pribadi
Sesuai dengan nama yang disandangnya, gereja yang dibangun antara tahun 1919-1924 itu memang bisa dibilang telah dibangun oleh segala bangsa. Setidaknya 16 bangsa ikut mendukung pendanaan konstruksi gereja dengan fasad dan interior yang sangat cantik ini.

Di anak-anak tangga di depan gereja, saya beristirahat sejenak. Kembali mengenang rute perjalanan dari Bukit Zaitun hingga Getsemani. Sebuah jarak yang hanya sekitar 1 km saja. Tetapi, perjalanan itu bak melintasi sebuah sejarah yang terbentang lebih dari dua ribu tahun!

***

Kelapa Gading, 03 November 2022

Oleh: Tonny Syiariel

Catatan:

Semua foto yang digunakan adalah dokumentasi pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun