Ke luar dari gereja Pater Noster di E-Sheik Street, berbelok ke kiri ke jalan Mt. of Olives. Lalu kembali berbelok kanan ke arah Dominus Flevit. Inilah gereja tempat Tuhan Yesus menangisi Yerusalem. Panorama dari jendela gereja maupun halamannya ke arah kota Yerusalem bakal membuat banyak peziarah enggan meninggalkannya cepat-cepat.
Dominus Flevit, yang dirancang oleh arsitek asal Italia Antonio Barluzzi, dibangun pada tahun 1953-1955. Lokasi gereja milik ordo Fransiskan ini memang sangat ideal untuk menikmati pesona kota tua Yerusalem. Â
Dan sebelum tiba di Taman Getsemani, kubah-kubah keemasan dari Church of Mary Magdalena kembali membuatku berdecak kagum. Gereja Russia Orthodox, yang dibangun Tsar Alexander III pada tahun 1888 itu, memiliki gaya arsitektur unik. Berbeda dari semua gereja lain di Yerusalem. Itulah arsitektur khas ala Russian Revival. Â
Di taman inilah Yesus berdoa untuk terakhir kalinya sebelum disalibkan. Taman Getsemani adalah tempat di mana Yesus dan murid-muridnya sering berkunjung. Tidak heran, Yudas Iskariot, murid yang mengkhianati Yesus, mudah menemukannya pada malam penangkapan-Nya.
Dan tepat di sebelah Taman Getsemani berdiri sebuah gereja indah lainnya. Itulah Church of All Nations (Gereja Segala Bangsa). Gereja yang juga dikenal dengan nama Basilica of the Agony itu dibangun di bekas reruntuhan gereja tua dari berbagai zaman.
Di anak-anak tangga di depan gereja, saya beristirahat sejenak. Kembali mengenang rute perjalanan dari Bukit Zaitun hingga Getsemani. Sebuah jarak yang hanya sekitar 1 km saja. Tetapi, perjalanan itu bak melintasi sebuah sejarah yang terbentang lebih dari dua ribu tahun!