Di atas Bukit Zaitun (Mount of Olives), saya terpesona! Kota Yerusalem terbentang indah di hadapanku. Sejenak saya hanya ingin memandanginya. Tidak bergegas memotret seperti biasanya. Dome of the Rock, Masjid Al-Aqsa dan Kota Tua Yerusalem memang bisa menyihir mata setiap peziarah yang mengaguminya. Sungguh menakjubkan!
Yerusalem, atau disebut juga Yerushalayim (dalam bahasa Ibrani) dan Al Quds (Arab), adalah sebuah kota yang sangat istimewa. Kota berpenduduk hampir satu juta ini tidak bisa dibandingkan begitu saja dengan kota terkenal lainnya. Misalnya, dengan kota Roma, Paris atau New York.
Yerusalem itu berdiri sendiri. Paling tinggi di antara kota-kota ternama di dunia itu. Buku panduan wisata "Insight Guide-Yerusalem" bahkan menuliskannya dengan indah. "When 10 measures of beauty came upon the world, nine were taken by Jerusalem - and one by the rest of the world!"Â
Salah satu kota tertua di dunia ini memang menyandang status istimewa yang tidak dimiliki kota manapun di dunia. Yerusalem adalah kota suci bagi tiga agama monoteistik: Yudaisme, Kristen dan Islam. Bahkan ketiganya sama-sama "mengklaim" sebagai yang paling berhak atas Yerusalem.
Sementara itu, umat Kristen pun percaya bahwa inilah kota paling suci di dunia. Tempat banyak situs-situs bersejarah yang sudah tertulis di dalam Kitab Suci. Kota tempat berdirinya Church of the Holy Sepulchre (Gereja Makam Kudus) yang diyakini banyak orang Kristen sebagai Golgota. Tempat Yesus disalibkan.
Akan tetapi, ironisnya, kota Yerusalem juga adalah kota yang paling sering diperebutkan. Di sepanjang sejarahnya yang panjang, kota ini sudah dua kali dihancurkan. Dan puluhan kali dikepung, diserang, direbut dan direbut kembali. Dari satu penakluk ke penakluk berikutnya. Silih berganti.
Bahkan hingga kini pun, Yerusalem masih terus menjadi isu utama dalam konflik Israel-Palestina yang tidak berkesudahan. Keduanya sama-sama mengklaim Yerusalem sebagai ibu kotanya. Meskipun secara internasional, baik Israel maupun Palestina, tidak mendapat pengakuan banyak negara di dunia.
Dari atas Bukit Zaitun tadi, saya sekali lagi menatap penuh takjub ke arah kota tua Yerusalem. Ikon kotanya, yakni Dome of the Rock (Qubbat as-Sakhra), tampak makin memesona. Kubah emasnya terlihat berkilauan. Pantas saja, foto bangunan suci ini terlihat di berbagai publikasi. Dari cover buku panduan wisata, peta kota, sampai postcard Yerusalem.
Bukit Zaitun sendiri memang tempat paling strategis untuk menikmati panorama kota Yerusalem. Namun, tentu saja bukan itu saja yang membuatnya sangat populer di kalangan peziarah dunia. Bukit ini juga sejatinya menyimpan banyak situs religi dan sangat bersejarah.
Jadi bukan kebetulan saya pun mengawali perjalanan ziarah di kota ini dari atas bukit ini. Persisnya dari Chapel of the Ascension atau Kapel Kenaikan. Inilah tempat di mana Yesus terangkat naik ke sorga setelah 40 hari kebangkitannya. Di dalam kapel ini terdapat sebuah batu dengan bekas tapak kaki Yesus.
Menariknya, nama resmi kapel ini adalah "Mosque of the Ascension". Betul, kapel ini sudah menjadi bagian dari Masjid Kenaikan. Di lokasi yang sama, memang pernah berdiri Church of the Holy Ascension yang dibangun Poemenia pada tahun 380. Namun, gereja tersebut beberapa kali dihancurkan, lalu dibangun kembali.
Tetapi, setelah pasukan Saladin merebut Yerusalem pada tahun 1187, pendiri Dinasti Ayyubid itu lalu mengkonversi komplek ini menjadi sebuah masjid. Atap kapel yang tidak dihancurkan itu lalu diberi kubah batu. Sementara dinding kapel yang sebelumnya terbuka ikut ditutup rapat.
Masih di puncak Bukit Zaitun yang berada di atas ketinggian 800 meter dpl, saya lalu melanjutkan kunjungan ke Church of the Pater Noster yang hanya berjarak sekitar 160 meter dari situ. Gereja yang menjadi bagian dari Biara Carmelita ini sangat populer dengan nama Gereja Doa Bapa Kami.Â
Berdasarkan tradisi, di tempat inilah Yesus mengajarkan doa pertama kepada para muridnya. Itulah "Doa Bapa Kami" yang sangat terkenal. Dan di sekeliling tembok dan lorong dalam gereja ini terdapat lebih dari 140 plakat keramik bertuliskan "Doa Bapa Kami" dalam lebih dari 140 bahasa di dunia.Â
Alhasil, semua peziarah pun langsung sibuk mencari tulisan doa tersebut dalam bahasanya masing-masing. Tentu saja, dalam bahasa Indonesia pun ada. Bahkan terdapat pula Doa Bapa Kami dalam beberapa bahasa daerah di Indonesia. Di antaranya, Sundanese, Karo, Palembang, Tana Toraja dan Biak.
Ke luar dari gereja Pater Noster di E-Sheik Street, berbelok ke kiri ke jalan Mt. of Olives. Lalu kembali berbelok kanan ke arah Dominus Flevit. Inilah gereja tempat Tuhan Yesus menangisi Yerusalem. Panorama dari jendela gereja maupun halamannya ke arah kota Yerusalem bakal membuat banyak peziarah enggan meninggalkannya cepat-cepat.
Dominus Flevit, yang dirancang oleh arsitek asal Italia Antonio Barluzzi, dibangun pada tahun 1953-1955. Lokasi gereja milik ordo Fransiskan ini memang sangat ideal untuk menikmati pesona kota tua Yerusalem. Â
Dan sebelum tiba di Taman Getsemani, kubah-kubah keemasan dari Church of Mary Magdalena kembali membuatku berdecak kagum. Gereja Russia Orthodox, yang dibangun Tsar Alexander III pada tahun 1888 itu, memiliki gaya arsitektur unik. Berbeda dari semua gereja lain di Yerusalem. Itulah arsitektur khas ala Russian Revival. Â
Di taman inilah Yesus berdoa untuk terakhir kalinya sebelum disalibkan. Taman Getsemani adalah tempat di mana Yesus dan murid-muridnya sering berkunjung. Tidak heran, Yudas Iskariot, murid yang mengkhianati Yesus, mudah menemukannya pada malam penangkapan-Nya.
Dan tepat di sebelah Taman Getsemani berdiri sebuah gereja indah lainnya. Itulah Church of All Nations (Gereja Segala Bangsa). Gereja yang juga dikenal dengan nama Basilica of the Agony itu dibangun di bekas reruntuhan gereja tua dari berbagai zaman.
Di anak-anak tangga di depan gereja, saya beristirahat sejenak. Kembali mengenang rute perjalanan dari Bukit Zaitun hingga Getsemani. Sebuah jarak yang hanya sekitar 1 km saja. Tetapi, perjalanan itu bak melintasi sebuah sejarah yang terbentang lebih dari dua ribu tahun!
***
Kelapa Gading, 03 November 2022
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan:
Semua foto yang digunakan adalah dokumentasi pribadi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI