Tidak jauh dari Yap Temple ini, sebuah rumah yang berlokasi di Lebuh Armenian No. 120 pun tidak kalah kondang. Lagipula, siapa yang tidak kenal nama mantan penghuni rumah itu. Di rumah itulah Sun Yat Sen pernah tinggal selama 6 bulan. Sang tokoh yang ikut menggulingkan Dinasti Qing itu tercatat pernah ke Penang pada tahun 1910.Â
Kini rumah Presiden Pertama Republik Tiongkok itu telah dijadikan sebuah museum yang didedikasikan untuknya. Sayang sekali, Museum Sun Yat Sen, demikian namanya saat ini, kini sedang ditutup untuk renovasi.
Lebuh Armenian sendiri sangat populer di Penang. Di jalan ini pula, banyak wisatawan tampil penuh gaya demi sebuah foto di Penang Street Art atau mural di dinding yang terdapat di jalan ini. Begitu pun dengan Umbrella Lane, yakni sebuah gang kecil yang dihiasi banyak payung warna-warni di atasnya. Sebuah jalan yang seolah disiapkan buat turis yang gemar foto-foto.
Nama Armenian pasti mengingatkan Anda akan Armenia, sebuah negara di Asia Barat yang termasuk dalam wilayah Kaukasus. Tidak salah, kawan! Di jalan ini dulunya memang banyak didiami warga Armenia. Dan orang Armenia yang paling terkenal tentu saja adalah Sarkies Brothers yang membangun Eastern & Oriental Hotel- Penang pada tahun 1886.
Kembali ke persimpangan Lebuh Cannon dan Lebuh Armenian, saya melanjutkan langkah ke Jalan Masjid Kapitan Keling yang dulu disebut Pitt Street. Sebuah jalan utama yang tampil bak simbol keberagaman etnis di George Town.
Bagaimana tidak, di jalan in berderet masjid, kelenteng, kuil dan gereja. Dimulai dari Masjid Kapitan Keling yang sangat memesona. Lalu ada Kuan Im Teng (Goddess of Mercy Temple), kelenteng Taoist tertua di Penang.Â
Dan masih di jalan yang sama, kita juga bisa menyaksikan keunikan Sri Mahamariamman Temple yang sudah berdiri sejak tahun 1833. Dan tentunya St. George’s Church, sebuah gereja Anglikan yang dibangun pada tahun 1818-1819. Semua tempat ibadah ini ikut mengangkat pamor jalan ini di kalangan wisatawan dunia.
Masjid Kapitan Keling sendiri berbalut latar belakang sejarah yang menarik. Baik nama maupun gaya arsitekturnya. Nama Keling adalah sebutan bagi warga keturunan India bagian selatan. Sedangkan Kapitan adalah perwakilan dari Komunitas India. Mirip dengan Kapitan China bagi Komunitas Tionghoa.
Bagaimana dengan gaya arsitektur masjid yang sangat indah itu?Â
Masjid yang kental dengan pengaruh arsitektur Mughal dari India itu pun mestinya berkaitan dengan bangsa di Asia Selatan itu. Dan ternyata benar, masjid ini memang dibangun oleh para pedagang India yang beragama Islam pada tahun 1801. Melihat tahun berdirinya, masjid pun didaulat sebagai masjid tertua di Penang.
Setelah tiba di St. George’s Church, yang berada di pojok Jalan Masjid Kapitan Keling dan Lebuh Farquhar, saya sebetulnya ingin langsung menyeberang ke arah Lebuh Light lalu berbelok ke Jalan Padang Kota Lama untuk melihat Town Hall dan City Hall.Â
Tapi, entah mengapa, saya malah berbelok ke kiri. Boleh jadi, karena hanya sekitar 290 meter dari situ terdapat gereja bersejarah lainnya, yakni The Church of the Assumption. Menurut sejarah, gereja dengan dua menara lonceng ini dibangun oleh orang-orang Eurasian pada tahun 1861.