Beban hidup tidak hanya milikmu. Juga bukan cuma milikku. Sebuah kota pun ternyata memiliki beban yang maha berat. Tidak percaya? Sebuah studi memaparkan berat sebuah kota dan potensi tenggelamnya kota itu jika tidak sanggup lagi menanggung beban berat kotanya.Â
San Francisco, misalnya, diperkirakan menanggung beban berat bangunan sekitar 1.6 trilyun kg menurut sebuah studi yang dilakukan Tom Parsons, seorang pakar gempa bumi di U.S. Geological Survey. Berat ini saja sudah membuat permukaan kota indah di California Utara itu telah menurun lebih dari 7.6 cm.
Studi ini memang tidak terlepas dari kian menurunnya sebagian permukaan tanah di kawasan downtown kota San Francisco, Amerika Serikat (AS). Bahkan Millennium Tower, sebuah kondominium setinggi 197 meter yang baru dibangun pada tahun 2009 lalu, telah tenggelam sekitar 41 cm selama satu dekade terakhir.
Perubahan tingkat permukaan tanah yang disebabkan berbagai bangunan pencakar langit menjadi masalah kian serius di wilayah pesisir. Maklum saja, wilayah ini yang paling rentan terhadap meningkatnya permukaan air laut akibat perubahan iklim global. Belum lagi ekstraksi air tanah yang berlebihan ikut mempercepat proses "tenggelamnya" kota tersebut.
Jadi bukan sesuatu yang mengejutkan jika Joe Biden, Presiden AS, pun pernah menyinggung isu ini pada Agustus 2021 lalu. Komentarnya bahkan sempat ramai ditanggapi di tanah air. Padahal apa yang disampaikannya hanyalah sebuah informasi yang sudah beredar luas beberapa tahun sebelumnya.
Pada tahun 2018, sebagai contoh, BBC (British Broadcasting Corporation) pernah mengulas isu ini dengan tajuk sensasional, "Jakarta, the fastest-sinking city in the world." (Jakarta, kota tercepat tenggelam di dunia). Bukan hanya BBC, situs Wikipedia juga menyebutkan hal yang hampir sama.
Bangkok- Thailand, Dhaka- Bangladesh, Lagos-Nigeria, Miami- AS, New Orleans-AS, Rotterdam- Belanda dan Jakarta.
Situs 'World Economic Forum' pun pernah menempatkan Jakarta bersama 10 kota lain di dunia yang terancam menghilang pada tahun 2100. Di antaranya, Venice- Italia,Lalu benarkah prediksi ini? Tentu bisa saja terjadi jika kota-kota tersebut tidak melakukan upaya apapun. Selain mengurangi beban kota, deretan kota di atas ini pun telah melakukan berbagai upaya lain untuk melindungi bencana yang bisa saja terjadi di masa depan.
Dari berbagai sumber, mari kita kunjungi beberapa kota yang diprediksi bakal tenggelam itu. Dari Venice di Italia, New Orleans dan Miami di Amerika Serikat dan Bangkok di Thailand. Oh, sedihnya, termasuk Jakarta juga. :(
Venice- Italia
Nama Venice (Venezia) termasuk paling sering disebut sebagai salah satu kota yang terancam tenggelam. Betapa tidak, kota ini hanya dibangun di atas 118 pulau yang dikitari 177 kanal dan terhubung satu sama lain dengan sekitar 400 jembatan.
Uniknya, bangunan di kota ini pun sesungguhnya didirikan di atas platform kayu yang ditopang oleh tiang-tiang kayu yang ditanamkan jauh ke dalam tanah. Tentu saja tidak akan sekokoh dengan bangunan yang didirikan di atas daratan.
Selain itu, Venice juga menghadapi ancaman yang tidak terbayangkan sebelumnya. Itulah fenomena acqua alta (pasang air laut) yang telah berkali-kali menenggelamkan sebagian besar permukaan San Marco, kawasan wisata paling populer di pulau itu.Â
Alhasil, permukaan kota berjuluk Sang Ratu dari Adriatik (the Queen of the Adriatic) ini terus menurun dari tahun ke tahun. Dari sebuah berita di situs www.venezialines.com, kecepatan tenggelam kota termasyhur di atas air ini berkisar antara 1 - 2 mm per tahun.
Venice tentu saja tidak tinggal diam. Setidaknya sejak 2003, Venice telah mengerjakan sebuah projek raksasa penghalang banjir yang dikenal dengan nama MOSE (Module Sperimentale Elettromeccanico). Projek senilai 6 miliar euro ini diperkirakan selesai pada akhir tahun ini.Projek ini terdiri dari lebih 70 gerbang bawah air besar berwarna kuning yang ditempatkan di tiga pintu masuk yang memisahkan Laut Adriatik dan laguna Venice. Gerbang dirancang untuk naik selama air pasang yang tidak normal dan menutup rapat laguna.
Apakah Venice bisa bertahan? Dengan projek MOSE ini, Venice mungkin saja bisa diselamatkan.Â
New Orleans, Louisiana- AS
New Orleans tidak dapat dipisahkan dari musik dan festival. Kota ini dikenal sebagai kota tempat lahirnya musik jazz. Dan tentu juga terkenal dengan berbagai perayaan tahunan nan meriah, seperti Mardi Gras, Jazz Festival, dan Sugar Bowl.Â
Pada tanggal 29 Agustus 2005, kota indah ini dihantam topan Katrina yang menyebabkan 80% wilayah kotanya terendam. Lebih dari 1,800 orang meninggal dan ribuan lainnya kehilangan tempat tinggal. Beberapa wilayah kota itu bahkan terendam lebih dari 4.6 meter.
Sebuah studi yang dilakukan NASA pada tahun 2016 mengungkapkan bencana yang tidak kalah mencemaskan. Kota yang terletak di delta Sungai Mississippi ini bakal tenggelam. Permukaan kota ini kini terus menurun pada kecepatan sekitar 5 cm per tahun. Dengan kata lain, pada tahun 2100, New Orleans praktis akan berada di bawah permukaan laut.
Apakah New Orleans masih bisa diselamatkan?Â
Pemerintah AS sendiri telah menghabiskan sekitar 14 milyar dolar untuk membangun tanggul dan 'flood-walls' (dinding banjir) untuk melindungi kota ini. Akan tetapi, kini salah satu projek pekerjaan umum terbesar dalam sejarah itu mulai diragukan.
Miami Beach, Florida- AS
Masih di wilayah Pantai Timur AS, inilah salah satu destinasi pantai paling menakjubkan di dunia. Namun, kota pantai yang sangat sering muncul di berbagai film buatan Hollywood itu kini terancam tenggelam. Miami hanya sekitar 3 kaki (91.44 cm) Â di atas permukaan laut.
Menurut 'Intergovernmental Panel on Climate Change', permukaan laut bakal dengan mudah melewatinya akibat perubahan Iklim yang terjadi. Kota ini pun diprediksi akan berada di bawah permukaan laut pada pergantian abad. Akan tetapi, tidak seperti kota lainnya, Miami meresponsnya secara berbeda.
Miami-Dade County, county yang terletak di bagian tenggara negara bagian Florida dan meliputi kota Miami, justru memilih hidup bersama dengan perubahan iklim ini. Pemerintah setempat bahkan telah mengeluarkan sebuah blue-print bertajuk 'Miami-Dade Country Sea Level Strategy'.
Dikutip dari harian The New York Times, pemerintah setempat memilih untuk hidup lebih dekat dengan air. Misalnya, fokus pada meninggikan rumah, jalan-jalan disesuaikan, konstruksi lebih jauh ke pedalaman, dan lain-lain. Dan tidak kalah pentingnya menciptakan lebih banyak ruang terbuka untuk mengelola banjir di wilayah dataran rendah.
Bangkok- Thailand
Bangkok, ibu kota Negeri Gajah Putih Thailand, adalah salah satu destinasi paling populer di kawasan Asia. Bukan hanya aset wisata sejarah dan budayanya saja, tetapi wisata belanja dan kulinernya pun jarang ada bandingan.
Namun, seperti beberapa kota lain di dunia, permukaan kota Bangkok juga pelan tapi pasti terus menurun. Kota di tepi Sungai Chao Phraya tenggelam sekitar 2- 3 cm per tahun. Sebuah laporan yang dirilis Pemerintah pada tahun 2015, pernah memprediksi kota ini akan berada di bawah permukaan laut pada sekitar tahun 2030.
Menurut 'Thai Geo-Informatics and Space Technology Development Agency'Â (GISTADA), seperti dikutip dari situs Global Geneva, salah satu biang keladinya tidak lain dari ekstraksi air tanah yang berlebihan. Meskipun secara resmi sudah dilarang, tetapi praktek semacam ini masih terus berlanjut.
Tentu saja, ada sebab lainnya, misalnya topografi Bangkok yang rendah serta curah hujan yang tinggi sepanjang musim hujan dari Mei-Oktober. Dan sama seperti kota-kota di permukaan rendah lainnya, dampak perubahan iklim global ikut mengancam kota ini.
Bagaimana nasib Bangkok selanjutnya?Â
Tidak ada yang bisa memastikan. Semoga saja Bangkok tidak seperti julukannya selama ini, yakni "Venice of the East". Boleh, soal sama cantiknya, tetapi jangan sampai ikut mengapung. Bukan di Teluk Adriatik, tetapi di Teluk Thailand.
Jakarta- Indonesia
Jika ada peringkat dunia yang sama sekali tidak membanggakan, maka inilah salah satunya. Jakarta kerap menempati peringkat pertama di antara kota-kota di dunia yang diperkirakan tenggelam pada tahun 2100. BBC pun ikut menegaskan status Jakarta sebagai "The Fastest Sinking City"Â di dunia.
Teknologi) pernah menyebut laju maksimum penurunan tanah mencapai 6 cm per tahun. Ditambah dengan kian naiknya permukaan air laut, ibu kota Indonesia inipun kian terancam.
Sebagian wilayah di Jakarta Utara bahkan sudah tenggelam sekitar 2.5 meter dalam 10 tahun terakhir. BPPT (Badan Pengkajian dan PenerapanLalu, apa yang telah dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk menghadapi ancaman ini?Â
Selain upaya pengalihan ekstraksi air tanah ke air PAM, juga telah dibangun Tanggung Laut Raksasa (Giant Sea Wall)Â yang masih terus dikerjakan. Pemerintah Pusat sendiri telah memutuskan untuk memindahkan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur.
Dengan segala upaya yang sudah dan masih terus dilakukan Jakarta dan kota-kota di atas ini, prediksi akan tenggelamnya mungkin saja tidak akan pernah terjadi. Atau setidaknya bisa diperlambat.Â
Betapapun, tenggelamnya kota-kota ini sebagian memang disebabkan perubahan alam. Tetapi, sebagiannya lagi akibat ulah warga kota itu sendiri. Kini saatnya untuk lebih bersahabat dengan lingkungan kita. Setuju?
Jika tidak, pada suatu masa di abad berikutnya, boleh jadi kota terapung tidak lagi monopoli Venezia.Â
***
Kelapa Gading, 18 Oktober 2021
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan:Â
1) Foto-foto yang digunakan adalah dokumentasi pribadi dan sebagiannya lagi sesuai keterangan di masing-masing foto.
2) Artikel ini ditulis khusus untuk Kompasiana. Dilarang menyalin/menjiplak/menerbitkan ulang untuk tujuan komersial tanpa seijin penulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H