Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Kota-kota yang "Tenggelam", dari Venice hingga Jakarta

18 Oktober 2021   09:38 Diperbarui: 14 April 2022   06:19 1331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekstrasi air tanah, salah satu penyebab menurunnya sebuah kota. Sumber: www.citiesforum.org

Beban hidup tidak hanya milikmu. Juga bukan cuma milikku. Sebuah kota pun ternyata memiliki beban yang maha berat. Tidak percaya? Sebuah studi memaparkan berat sebuah kota dan potensi tenggelamnya kota itu jika tidak sanggup lagi menanggung beban berat kotanya. 

San Francisco, misalnya, diperkirakan menanggung beban berat bangunan sekitar 1.6 trilyun kg menurut sebuah studi yang dilakukan Tom Parsons, seorang pakar gempa bumi di U.S. Geological Survey. Berat ini saja sudah membuat permukaan kota indah di California Utara itu telah menurun lebih dari 7.6 cm.

Studi ini memang tidak terlepas dari kian menurunnya sebagian permukaan tanah di kawasan downtown kota San Francisco, Amerika Serikat (AS). Bahkan Millennium Tower, sebuah kondominium setinggi 197 meter yang baru dibangun pada tahun 2009 lalu, telah tenggelam sekitar 41 cm selama satu dekade terakhir.

Golden Gate Bridge- San Francisco yang tertutup kabut. Sumber: dokumentasi pribadi
Golden Gate Bridge- San Francisco yang tertutup kabut. Sumber: dokumentasi pribadi
Perubahan tingkat permukaan tanah yang disebabkan berbagai bangunan pencakar langit menjadi masalah kian serius di wilayah pesisir. Maklum saja, wilayah ini yang paling rentan terhadap meningkatnya permukaan air laut akibat perubahan iklim global. Belum lagi ekstraksi air tanah yang berlebihan ikut mempercepat proses "tenggelamnya" kota tersebut.

Ekstrasi air tanah, salah satu penyebab menurunnya sebuah kota. Sumber: www.citiesforum.org
Ekstrasi air tanah, salah satu penyebab menurunnya sebuah kota. Sumber: www.citiesforum.org
Jadi bukan sesuatu yang mengejutkan jika Joe Biden, Presiden AS, pun pernah menyinggung isu ini pada Agustus 2021 lalu. Komentarnya bahkan sempat ramai ditanggapi di tanah air. Padahal apa yang disampaikannya hanyalah sebuah informasi yang sudah beredar luas beberapa tahun sebelumnya.

Pada tahun 2018, sebagai contoh, BBC (British Broadcasting Corporation) pernah mengulas isu ini dengan tajuk sensasional, "Jakarta, the fastest-sinking city in the world." (Jakarta, kota tercepat tenggelam di dunia). Bukan hanya BBC, situs Wikipedia juga menyebutkan hal yang hampir sama.

Sebuah kawasan di Jakarta Utara. Sumber: dokumentasi pribadi
Sebuah kawasan di Jakarta Utara. Sumber: dokumentasi pribadi
Situs 'World Economic Forum' pun pernah menempatkan Jakarta bersama 10 kota lain di dunia yang terancam menghilang pada tahun 2100. Di antaranya, Venice- Italia, Bangkok- Thailand, Dhaka- Bangladesh, Lagos-Nigeria, Miami- AS, New Orleans-AS, Rotterdam- Belanda dan Jakarta.

Lalu benarkah prediksi ini? Tentu bisa saja terjadi jika kota-kota tersebut tidak melakukan upaya apapun. Selain mengurangi beban kota, deretan kota di atas ini pun telah melakukan berbagai upaya lain untuk melindungi bencana yang bisa saja terjadi di masa depan.

Dari berbagai sumber, mari kita kunjungi beberapa kota yang diprediksi bakal tenggelam itu. Dari Venice di Italia, New Orleans dan Miami di Amerika Serikat dan Bangkok di Thailand. Oh, sedihnya, termasuk Jakarta juga. :(

Venice- Italia

Nama Venice (Venezia) termasuk paling sering disebut sebagai salah satu kota yang terancam tenggelam. Betapa tidak, kota ini hanya dibangun di atas 118 pulau yang dikitari 177 kanal dan terhubung satu sama lain dengan sekitar 400 jembatan.

Kanal di Pulau Venice- Italia. Sumber: dokumentasi pribadi
Kanal di Pulau Venice- Italia. Sumber: dokumentasi pribadi
Uniknya, bangunan di kota ini pun sesungguhnya didirikan di atas platform kayu yang ditopang oleh tiang-tiang kayu yang ditanamkan jauh ke dalam tanah. Tentu saja tidak akan sekokoh dengan bangunan yang didirikan di atas daratan.

Selain itu, Venice juga menghadapi ancaman yang tidak terbayangkan sebelumnya. Itulah fenomena acqua alta (pasang air laut) yang telah berkali-kali menenggelamkan sebagian besar permukaan San Marco, kawasan wisata paling populer di pulau itu. 

Alhasil, permukaan kota berjuluk Sang Ratu dari Adriatik (the Queen of the Adriatic) ini terus menurun dari tahun ke tahun. Dari sebuah berita di situs www.venezialines.com, kecepatan tenggelam kota termasyhur di atas air ini berkisar antara 1 - 2 mm per tahun.

Banjir di Piazza San Marco, Venice pada 15 Nov 2019 lalu. Sumber: Getty images/AFP/ www.forbes.com
Banjir di Piazza San Marco, Venice pada 15 Nov 2019 lalu. Sumber: Getty images/AFP/ www.forbes.com
Venice tentu saja tidak tinggal diam. Setidaknya sejak 2003, Venice telah mengerjakan sebuah projek raksasa penghalang banjir yang dikenal dengan nama MOSE (Module Sperimentale Elettromeccanico). Projek senilai 6 miliar euro ini diperkirakan selesai pada akhir tahun ini.

Projek ini terdiri dari lebih 70 gerbang bawah air besar berwarna kuning yang ditempatkan di tiga pintu masuk yang memisahkan Laut Adriatik dan laguna Venice. Gerbang dirancang untuk naik selama air pasang yang tidak normal dan menutup rapat laguna.

Apakah Venice bisa bertahan? Dengan projek MOSE ini, Venice mungkin saja bisa diselamatkan. 

New Orleans, Louisiana- AS

New Orleans tidak dapat dipisahkan dari musik dan festival. Kota ini dikenal sebagai kota tempat lahirnya musik jazz. Dan tentu juga terkenal dengan berbagai perayaan tahunan nan meriah, seperti Mardi Gras, Jazz Festival, dan Sugar Bowl. 

Canal Street- New Orleans setelah diterjang Topan Katrina. Sumber: Chris Graythen/ Getty Images / www.treehugger.com
Canal Street- New Orleans setelah diterjang Topan Katrina. Sumber: Chris Graythen/ Getty Images / www.treehugger.com
Pada tanggal 29 Agustus 2005, kota indah ini dihantam topan Katrina yang menyebabkan 80% wilayah kotanya terendam. Lebih dari 1,800 orang meninggal dan ribuan lainnya kehilangan tempat tinggal. Beberapa wilayah kota itu bahkan terendam lebih dari 4.6 meter.

Sebuah studi yang dilakukan NASA pada tahun 2016 mengungkapkan bencana yang tidak kalah mencemaskan. Kota yang terletak di delta Sungai Mississippi ini bakal tenggelam. Permukaan kota ini kini terus menurun pada kecepatan sekitar 5 cm per tahun. Dengan kata lain, pada tahun 2100, New Orleans praktis akan berada di bawah permukaan laut.

USS New Orleans melewati pusat kota New Orleans- AS. Sumber: United States Navy/ wikimedia
USS New Orleans melewati pusat kota New Orleans- AS. Sumber: United States Navy/ wikimedia
Apakah New Orleans masih bisa diselamatkan? 

Pemerintah AS sendiri telah menghabiskan sekitar 14 milyar dolar untuk membangun tanggul dan 'flood-walls' (dinding banjir) untuk melindungi kota ini. Akan tetapi, kini salah satu projek pekerjaan umum terbesar dalam sejarah itu mulai diragukan.

Miami Beach, Florida- AS

Masih di wilayah Pantai Timur AS, inilah salah satu destinasi pantai paling menakjubkan di dunia. Namun, kota pantai yang sangat sering muncul di berbagai film buatan Hollywood itu kini terancam tenggelam. Miami hanya sekitar 3 kaki (91.44 cm)  di atas permukaan laut.

Menurut 'Intergovernmental Panel on Climate Change', permukaan laut bakal dengan mudah melewatinya akibat perubahan Iklim yang terjadi. Kota ini pun diprediksi akan berada di bawah permukaan laut pada pergantian abad. Akan tetapi, tidak seperti kota lainnya, Miami meresponsnya secara berbeda.

South Beach, salah satu pantai populer di Miami. Sumber: dokumentasi pribadi
South Beach, salah satu pantai populer di Miami. Sumber: dokumentasi pribadi
Miami-Dade County, county yang terletak di bagian tenggara negara bagian Florida dan meliputi kota Miami, justru memilih hidup bersama dengan perubahan iklim ini. Pemerintah setempat bahkan telah mengeluarkan sebuah blue-print bertajuk 'Miami-Dade Country Sea Level Strategy'.

Dikutip dari harian The New York Times, pemerintah setempat memilih untuk hidup lebih dekat dengan air. Misalnya, fokus pada meninggikan rumah, jalan-jalan disesuaikan, konstruksi lebih jauh ke pedalaman, dan lain-lain. Dan tidak kalah pentingnya menciptakan lebih banyak ruang terbuka untuk mengelola banjir di wilayah dataran rendah.

Bangkok- Thailand

Bangkok, ibu kota Negeri Gajah Putih Thailand, adalah salah satu destinasi paling populer di kawasan Asia. Bukan hanya aset wisata sejarah dan budayanya saja, tetapi wisata belanja dan kulinernya pun jarang ada bandingan.

Kota Bangkok dan Sungai Chao Phraya yang mengalir di tengah kotanya. Sumber: dokumentasi pribadi
Kota Bangkok dan Sungai Chao Phraya yang mengalir di tengah kotanya. Sumber: dokumentasi pribadi
Namun, seperti beberapa kota lain di dunia, permukaan kota Bangkok juga pelan tapi pasti terus menurun. Kota di tepi Sungai Chao Phraya tenggelam sekitar 2- 3 cm per tahun. Sebuah laporan yang dirilis Pemerintah pada tahun 2015, pernah memprediksi kota ini akan berada di bawah permukaan laut pada sekitar tahun 2030.

Menurut 'Thai Geo-Informatics and Space Technology Development Agency' (GISTADA), seperti dikutip dari situs Global Geneva, salah satu biang keladinya tidak lain dari ekstraksi air tanah yang berlebihan. Meskipun secara resmi sudah dilarang, tetapi praktek semacam ini masih terus berlanjut.

Sebuah perahu motor melintas di Sungai Chao Phraya- Bangkok. Sumber: dokumentasi pribadi
Sebuah perahu motor melintas di Sungai Chao Phraya- Bangkok. Sumber: dokumentasi pribadi
Tentu saja, ada sebab lainnya, misalnya topografi Bangkok yang rendah serta curah hujan yang tinggi sepanjang musim hujan dari Mei-Oktober. Dan sama seperti kota-kota di permukaan rendah lainnya, dampak perubahan iklim global ikut mengancam kota ini.

Bagaimana nasib Bangkok selanjutnya? 

Tidak ada yang bisa memastikan. Semoga saja Bangkok tidak seperti julukannya selama ini, yakni "Venice of the East". Boleh, soal sama cantiknya, tetapi jangan sampai ikut mengapung. Bukan di Teluk Adriatik, tetapi di Teluk Thailand.

Jakarta- Indonesia

Jika ada peringkat dunia yang sama sekali tidak membanggakan, maka inilah salah satunya. Jakarta kerap menempati peringkat pertama di antara kota-kota di dunia yang diperkirakan tenggelam pada tahun 2100. BBC pun ikut menegaskan status Jakarta sebagai "The Fastest Sinking City" di dunia.

Kepadatan kota yang ikut membebani Jakarta. Sumber: dokumentasi pribadi
Kepadatan kota yang ikut membebani Jakarta. Sumber: dokumentasi pribadi
Sebagian wilayah di Jakarta Utara bahkan sudah tenggelam sekitar 2.5 meter dalam 10 tahun terakhir. BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) pernah menyebut laju maksimum penurunan tanah mencapai 6 cm per tahun. Ditambah dengan kian naiknya permukaan air laut, ibu kota Indonesia inipun kian terancam.

Lalu, apa yang telah dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk menghadapi ancaman ini? 

Selain upaya pengalihan ekstraksi air tanah ke air PAM, juga telah dibangun Tanggung Laut Raksasa (Giant Sea Wall) yang masih terus dikerjakan. Pemerintah Pusat sendiri telah memutuskan untuk memindahkan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur.

Ketika Jakarta berubah seperti kota Venice. Sumber: Lastri Kurnia / KOMPAS
Ketika Jakarta berubah seperti kota Venice. Sumber: Lastri Kurnia / KOMPAS
Dengan segala upaya yang sudah dan masih terus dilakukan Jakarta dan kota-kota di atas ini, prediksi akan tenggelamnya mungkin saja tidak akan pernah terjadi. Atau setidaknya bisa diperlambat. 

Betapapun, tenggelamnya kota-kota ini sebagian memang disebabkan perubahan alam. Tetapi, sebagiannya lagi akibat ulah warga kota itu sendiri. Kini saatnya untuk lebih bersahabat dengan lingkungan kita. Setuju?

Jika tidak, pada suatu masa di abad berikutnya, boleh jadi kota terapung tidak lagi monopoli Venezia. 

***

Kelapa Gading, 18 Oktober 2021

Oleh: Tonny Syiariel

Referensi: 1, 2, 3, 4, 5, 6

Catatan: 

1) Foto-foto yang digunakan adalah dokumentasi pribadi dan sebagiannya lagi sesuai keterangan di masing-masing foto.

2) Artikel ini ditulis khusus untuk Kompasiana. Dilarang menyalin/menjiplak/menerbitkan ulang untuk tujuan komersial tanpa seijin penulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun