Kuliner Indonesia memang bisa ditemukan di banyak kota terkenal di dunia. Dari Sydney-Australia sampai New York-AS. Namun, tidak ada yang bisa menandingi reputasinya di Amsterdam. Di ibu kota dan sekaligus kota terbesar di Negeri Kincir Angin inilah, Indonesian Food (Makanan Indonesia) begitu berjaya.Â
Warisan kuliner Nusantara sejatinya tidak kalah dibandingkan budaya kuliner negara manapun di dunia. Tetapi, secara global harus diakui, popularitas makanan Indonesia yang direpresentasi kehadiran restoran-restoran Indonesia masih tertinggal dibandingkan kuliner beberapa negara Asia lainnya.
Di Prancis dan Spanyol, misalnya, wisatawan lebih mudah menemukan restoran Chinese maupun Japanese dibandingkan Restoran Indonesia. Bahkan Restoran Thai, dari sesama Negara di Asia Tenggara, pun lebih banyak tersebar di berbagai pelosok dunia. Tentu saja, banyak faktor pendukung di balik ketenaran makanan dari negara-negara tersebut.
Akan tetapi, tidak demikian di Amsterdam, Belanda. Di kota yang juga terkenal sebagai Kota Sepeda ini, makanan khas Indonesia tampil meyakinkan. Bahkan bisa bersaing dengan makanan Asia ternama lainnya, seperti Chinese food dan Japanese food yang selama ini sangat dominan di banyak kota besar lainnya di Eropa.
Di kota yang dikelilingi kanal-kanal ini, restoran Indonesia dapat dengan mudah ditemukan di mana-mana. Mulai dari kawasan sekitar Damrak yang selalu ramai, di alun-alun terkenal seperti Rembrandtplein, hingga ke kawasan pinggir kota Amsterdam. Kota indah ini pun bak sebuah kota di Indonesia saja.
Kehadiran begitu banyak restoran Indonesia di Amsterdam maupun di kota-kota lain di Belanda bisa dimaklumi. Selain faktor sejarah kolonialisme di masa lalu, Belanda juga merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk asal Indonesia terbanyak di dunia. Setidaknya sekitar tiga juta diaspora asal Indonesia bermukim di Negeri Tulip ini.Â
Masuknya pendatang asal Indonesia dalam beberapa dekade terakhir pun ikut membawa berbagai budaya dari tanah air. Tidak terkecuali warisan budaya kuliner Nusantara. Kombinasi kedua faktor inilah yang kian memperkaya khazanah budaya kuliner di negeri Belanda.
Alhasil, ratusan makanan Indonesia pun mulai menginvasi negara ini. Bukan hanya yang berstatus makanan nasional saja yang disajikan. Seperti misalnya, Soto, Nasi Goreng, Rendang, Gado-gado dan Sate. Namun, berbagai kuliner khas dari daerah lain pun ikut tampil di menu dari banyak restoran Indonesia di sini.
Rijsttafel, yakni hidangan ala Hindia-Belanda yang tampil bak parade makanan dari berbagai daerah di Nusantara.
Sebut saja di antaranya, Soto Betawi, Pempek Palembang, Lumpia Semarang, Siomay Bandung, dan sebagainya. Bahkan sajian khusus seperti Nasi Tumpeng pun ada. Dan tentu sajaRijsttafel (Rice Table) sendiri bisa ditemukan di banyak restoran Indonesia. Satu di antaranya terdapat di Restaurant Indrapura, salah satu restoran Indonesia terkemuka di Amsterdam. Situs perjalanan The Culture Trip menempatkannya sebagai salah satu tempat terbaik untuk menyantap makanan Indonesia dalam sebuah artikel bertajuk "The Best Places to Eat Indonesian Food in Amsterdam".
Indrapura yang berdiri di Rembrandtplein, salah satu alun-alun di pusat kota Amsterdam, memang telah lama menjadi resto favorit banyak pecinta kuliner Indonesia di Amsterdam. Tidak heran, restoran berkapasitas sekitar 100 tempat duduk ini selalu ramai pengunjung. Dan tidak sedikit wisatawan dari berbagai negara lain yang jatuh cinta dengan menu andalannya itu.
Selain Indrapura, tidak kalah menariknya adalah kiprah Restaurant Jun yang dikelola chef Edy Junaedy yang selalu ramah menyapa semua tamunya. Dalam dua kali kunjungan ke restoran ini, saya harus mengakui kehandalan chef Edy. Sajian makanannya memang patoet dipoedjikan.
Bahkan lokasinya yang agak di pinggir kota tidak menghalangi banyak tamu langganannya untuk rutin berkunjung ke restorannya. Apalagi restoran ini kabarnya selalu mengganti menu setiap tiga bulan. Dari berbagai review positif dari tamu-tamunya pula yang akhirnya mengantar Jun Restaurant meraih penghargaan bergengsi "Traveller's Choice 2020" dari Tripadvisor.
Bagaimana dengan menunya? Sama dengan restoran Indonesia lainnya, Jun juga menawarkan Rijsttafel. Tetapi, saya sendiri lebih suka memilih beberapa menu ala carte yang tidak kalah menggoda. Satu di antaranya yang paling saya sukai adalah Soto Ayam. Maklum pecinta soto! :)
Amsterdam memang surga bagi pecinta masakan khas Indonesia di Eropa. Namun, keliru jika menganggap bahwa setiap resto hanya menyiapkan berbagai makanan tertentu yang sudah dikenal luas saja. Misalnya, Nasi Goreng, Rendang, Gado-gado atau Soto. Mari kita mampir ke salah satu restoran populer lainnya, yakni Desa Authentiek Indonesisch Restaurant.
Restoran yang kondang di kalangan grup wisatawan asal Indonesia ini bisa membuat pecinta kuliner tercengang. Daftar menunya begitu variatif. Dari Bakmi Goreng Jawa, Laksa Betawi, Ayam Penyet, Batagor, Nasi Padang, hingga Ayam Rica Manado ada di sini. Sungguh komplit!
Kata 'authentiek' yang menempel di nama restorannya pun semacam garansi. Restoran Desa selalu memastikan racikan bumbunya selalu autentik. Wisatawan asal Indonesia yang sedang di Belanda maupun warga Belanda yang kangen makanan asli Indonesia tidak bakal kecewa singgah di Desa. Hm, jadi kangen kembali ke Desa.
Seperti di bisnis lainnya, setiap restoran Indonesia di Amsterdam pun berusaha membangun branding-nya di pasar yang ketat. Satu lagi restoran Indonesia yang tidak kalah sukses adalah Indonesisch Restaurant Long Pura. Restoran dengan nuansa Bali yang kental ini termasuk dalam deretan resto Indonesia yang juga meraih rating tertinggi dari Tripadvisor.
Tidak mengherankan, seorang Reyno Terranova yang sudah bermukim di Amsterdam sejak tahun 1998 pun ikut merekomendasikan restoran ini. Reyno sendiri adalah salah satu pelaku wisata yang sangat berpengalaman mengatur berbagai kunjungan wisatawan asal Indonesia di Belanda.
Masih ada yang lain? Tentu saja. Bahkan bisa dibilang tidak lengkap rasanya menyebut deretan restoran Indonesia di atas tanpa menyebut nama restoran yang satu ini. Restoran ini malahan disejajarkan dengan restoran sekelas Michelin Star. Itulah Ron Gastrobar Indonesia. Makanan Indonesia memang bisa tampil meyakinkan di tangan para chef nan handal. Â
Ron Gastrobar Indonesia dikawal salah seorang chef terkenal asal Indonesia, yakni Chef Agus Hermawan. Menariknya, dari berbagai sumber, Agus Hermawan juga dikenal sebagai Duta Kuliner Indonesia di Belanda yang ditunjuk Menparekraf Indonesia. Kuliner memang bisa menjadi sarana efektif untuk ikut mempromosikan budaya Indonesia. Tidak hanya di pasar Belanda, tetapi juga ke seluruh benua Eropa.Â
Amsterdam masih memiliki banyak restoran top lainnya. Tidak hanya restoran besar yang berjaya, beberapa restoran kecil pun tidak kalah sigap menyediakan aneka masakan khas Indonesia yang menggugah selera. Nah, jika Anda berada tidak jauh dari Dam Square, pusat keramaian di Amsterdam, boleh juga singgah di Eethuis Sie Joe yang berada tidak jauh dari situ.
Restoran Sie Joe meyediakan aneka makanan khas Indonesia. Di antaranya, bakmi goreng, bihun baso, nasi goreng kambing, lontong, ketoprak, dan lain-lain. Begitu pula berbagai makanan kecil, seperti Lumpia, Lemper, dan Spekkoek alias lapis legit. Menarik, bukan? Pantas saja ada yang menyebut resto ini bak sepenggal Jakarta di kota Amsterdam. :)
Kuliner sejatinya bisa menjadi salah satu alat efektif untuk memperkenalkan budaya suatu bangsa. Suatu jembatan untuk ikut mempromosikan pariwisata nasional. Saya jadi membayangkan ketika deretan makanan khas ini menjadi corong promosi daerah asal masing-masing.Â
Rendang pastinya mewakili Sumatra Barat. Gado-gado boleh merepresentasi Jakarta. Lalu Ayam Rica menyuarakan Sulawesi Utara. Dan Soto Ayam (Lamongan) menggaungkan nama Jawa Timur. Sebuah restoran Indonesia pun pada ujungnya bisa juga menjadi semacam etalase pariwisata nasional. Tempat ideal untuk memamerkan semua kekayaan budaya Nusantara.
Jadi, setelah makan-makan di Amsterdam, lanjut jalan-jalan ke Indonesia. Sedap!
***
Kelapa Gading, 1 Oktober 2021
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan:
1) Semua foto yang digunakan adalah sesuai keterangan di masing-masing foto.
2) Artikel ini ditulis khusus untuk Kompasiana. Dilarang menyalin/menjiplak/menerbitkan ulang untuk tujuan komersial tanpa seijin penulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H