Jika sedikit berimajinasi. Hydra mirip sebuah amfiteater raksasa. Rumah-rumah putih bersusun ibarat tempat duduk penonton yang mengelilingi suatu arena, yakni teluk kecil yang dipadati kapal layar dengan berbagai ukuran. Dan begitu ada kapal besar masuk arena, kita seakan sedang menyaksikan seorang gladiator yang hendak maju berlaga.Â
Pada abad ke 17, Hydra pernah berkibar sebagai salah satu pusat niaga di Timur Mediteranian. Sebagian dari sejarah pulau ini sekarang tersimpan di dalam Museum Hydra yang dihiasi beberapa buah meriam dan jangkar di depannya.
Setidaknya, penting untuk mengenal lebih jauh sejarah pulau ini. Namun, sebagian wisatawan asal Asia rupanya lebih memilih membelanjakan lima euro-nya untuk sebuah suvenir. Hahaha.
Mendekati pukul dua siang, Anna Maru terlihat mulai merapat kembali ke dermaga untuk menjemput penumpangnya. Kapal-kapal berukuran besar memang tidak bersandar di dermaga selama mampir di Hydra. Hanya boleh menurunkan dan menaikkan penumpang.
Perjalanan selanjutnya adalah rute pulang dengan singgah di pulau terbesar di Saronic, yaitu Pulau Aegina. Dari Hydra ke Aegina ditempuh dalam waktu sekitar dua jam. Kapal kami merapat di Agia Marina, yang menghadap ke arah Piraeus, sementara kota Aegina sendiri berada sekitar 15 km di sisi lain pulau.
Di antaranya melewati perkebunan kacang pistachio, zaitun, anggur, dan kawasan pemukiman pertama di pulau ini. Tak lupa juga mengunjungi Gereja Santo Nectarios, sebuah gereja Yunani Ortodoks yang indah.