Bak cendawan di musim hujan. Deretan perusahaan startup penerbangan muncul di mana-mana. Dari Amerika Utara, Eropa, Afrika hingga Asia. Krisis pandemi seakan tidak menghalangi para entrepreneur untuk terjun ke bisnis penerbangan berbiaya murah yang selalu menggoda. Krisis ini bahkan dianggap membuka peluang besar di pangsa pasar penerbangan tertentu.
Kehadiran maskapai penerbangan baru, khususnya kategori LCC (Low Cost Carrier) sejatinya telah dimulai sejak kuartal pertama tahun 2021 ini. Harian bergengsi The Wall Street Journal (WSJ) bahkan sempat memasang headline sensasional pada April lalu. "More Than 90 New Airlines Are Launching in 2021. They Say It's the Perfect Time."
Awalnya banyak yang skeptis. Tetapi, kini berita itu kian terbukti. Harian ternama asal New York itu sebetulnya mendapatkan informasi yang sangat meyakinkan dari Avolon Holdings Ltd, salah satu perusahaan leasing pesawat terbesar di dunia. Avolon tentu saja tahu persis peta pasar yang setiap saat bisa saja berubah.
Situasi ini memang tidak terlepas dari rentetan kisah sedih lainnya. Akibat pandemi covid-19, puluhan maskapai di dunia terpaksa mengurangi drastis jaringan penerbangannya. Bahkan sebagian berhenti beroperasi di sepanjang tahun 2020.
Dampak yang ditimbulkannya ikut menghiasi berbagai media. Mulai dari armada pesawat yang harus dikembalikan ke Lessor; pemutusan hubungan kerja terhadap kru pesawat maupun staf perusahaan lainnya; hingga minta perlindungan pemerintah dari ancaman kebangkrutan.
Alhasil, pesawat-pesawat di tangan Lessor raksasa pun makin menumpuk. Begitu pula pasar tenaga kerja (baca: kru pesawat) yang siap bekerja juga melimpah.
Dan yang paling atraktif boleh jadi adalah ‘leasing package’ yang ditawarkan perusahaan penyewaan dan pembiayaan pesawat. Bagi para Lessor, semakin cepat pesawat mereka mengudara semakin baik. Every minute counts!
Di sisi lain, banyak pengusaha pun selalu mencari peluang untuk memasuki industri ini. Dan ketika maskapai besar makin kepayahan mengelola armadanya yang gemuk, biaya operasional yang tinggi, serta sibuk membayar cicilan hutang yang terus menggunung, sebuah peluang pun terbuka lebar.
Apalagi atmosfer bisnis ini sepertinya sangat mendukung. Seperti yang disampaikan Steven Udvar-Hazy, Executive Chairman Air Lease Corporation kepada CAPA (Centre for Aviation), "Cheap money, capital, cheap aircraft, and pilots," ujarnya. Itulah ramuan modal awal yang kini tersedia. Mendirikan sebuah maskapai pun terasa kian mudah. Air Lease Corporation sendiri adalah salah satu Lessor ternama asal Los Angeles- AS.
Selain itu, ada pra-kondisi lain yang tidak boleh dilupakan. Maskapai baru, misalnya, tidak memiliki beban masa lalu (kewajiban hutang) sehingga lebih mudah untuk melakukan manuver bisnis. Hasilnya, seperti yang kita saksikan kini, maskapai baru muncul di mana-mana. Tidak terkecuali di kawasan Asia Tenggara.
Di negeri Paman Sam, contohnya, muncul beberapa maskapai baru, seperti Avelo Airlines, Breeze Airways, Avatar dan Connect Airlines. Avelo adalah yang pertama kali mengangkasa di bulan April 2021 lalu. Lalu diikuti Breeze di bulan Mei 2021. Sedangkan Connect diperkirakan launching di Oktober mendatang.
Breeze Airways menyimpan kejelian bisnis yang tidak kalah menarik. Maskapai yang bermarkas di Utah- AS ini menawarkan 36 rute non-stop ke 16 destinasi di Amerika Serikat. Yang sungguh menakjubkan, 95% rute yang dilayani ternyata belum pernah diterbangi maskapai lain secara non-stop. Super jeli!
Play Airlines, misalnya, datang dari kota cantik Reykjavik di Islandia. Lalu Sky Alps dari Bolzano yang merupakan pintu gerbang menuju pegunungan indah Dolomite di Italia utara. Ada lagi Flyr dan Norse Atlantic Airways, start-up airlines asal kota Oslo- Norwegia. Dan duo maskapai paling gres asal Spanyol, yakni Canarian Airways dan World2Fly.
Tidak hanya di benua Amerika dan Eropa yang kian disibukkan maskapai baru. Benua Afrika pun ikut menyaksikan maskapai baru di tengah pandemi yang masih melanda dunia. Dari Afrika Timur, Barat, sampai Afrika Utara. Beberapa di antaranya, FlyWestAf Airline– Gambia, Green Africa Airways– Lagos, Nigeria dan Skybird Airlines – Cairo, Mesir.
Bagaimana dengan kawasan Asia? Dengan pasar penerbangan yang begitu besar di benua ini, tentu saja banyak pebisnis pun tidak mau melewatkan peluang menjajaki bisnis penerbangan. Apalagi di negara seperti India dan China yang memiliki wilayah geografi luas serta pasar domestik besar.
Negara seperti Pakistan, Korea Selatan, Vietnam, Malaysia dan Indonesia pun ikut terjun ke bisnis ini. Meskipun pada saat yang sama, sebagian besar maskapai di negara-negara ini sedang kesulitan. Di Korea Selatan sudah terdengar kehadiran Aero K atau KAIR Airlines, LCC terbaru di negara itu.
Nama maskapai penerbangan asal kota Sialkot itu bisa saja membuat penumpang asal Indonesia keder untuk menaikinya. Pasalnya, nama maskapai ini adalah Air Sial! Aha, rupanya “sial” di sini bukan berarti tidak beruntung. Namun, merupakan akronim dari "Sialkot International Airport Ltd." (SIAL).
Industri penerbangan global memang masih jauh dari pulih. Tetapi, siapapun tidak mau tertinggal jauh ketika pasar penerbangan diprediksi kembali bergairah dalam beberapa tahun ke depan. Dan ketika semua sumber daya tersedia, inilah saat terbaik untuk membangun sebuah maskapai baru.
Persis seperti yang diberitakan harian WSJ pada April lalu. Lagi pula angkasa biru masih sangat luas untuk dijelajahi. Dan bagi pebisnis, “The sky is the limit”.
***
Kelapa Gading, 10 Agustus 2021
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan: Semua sumber foto yg digunakan sesuai keterangan di masing2 foto
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI