Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

"Michelin Star", Status Impian Dunia Resto

18 Maret 2021   13:24 Diperbarui: 23 Mei 2022   22:12 1983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Panduan Michelin. Sumber: www.guide.michelin.com

Jika di dunia perhotelan dikenal pemeringkat bintang, dari bintang satu hingga lima. Dan di industri aviasi juga ada sebutan "Five Star Airlines" yang dikeluarkan Skytrax. 

Tahukah Anda, di bisnis restoran kelas atas pun ada sistem pemeringkat? Inilah yang disebut sistem pemeringkat Michelin Star yang sangat bergengsi. 

Michelin Star adalah sistem pemeringkat khusus restoran yang dikembangkan dan digunakan 'Michelin Guide' untuk menilai restoran berdasarkan kualitasnya. 

Menariknya, Michelin sendiri adalah sebuah pabrikan ban mobil terkenal yang berasal dari kota Clermont-Ferrand, Prancis.

Sejarah panjang Michelin berawal dari "Compagnie Generale des Establissements Michelin SCA", nama lengkap Michelin, sebuah pabrikan ban multinasional Prancis yang didirikan dua bersaudara Andre dan Edouard Michelin. 

Perusahaan tersebut berdiri sejak tahun 1889 dan kini telah berkembang menjadi yang terbesar kedua di dunia setelah Bridgestone dan masih lebih besar dari Goodyear yang berada di posisi ketiga.

Andre dan Edouard Michelin. Sumber: www.bbc.co.uk
Andre dan Edouard Michelin. Sumber: www.bbc.co.uk
Sebagai pabrikan ban, Michelin juga melihat kepentingan dari sisi pengguna mobil, khususnya selama perjalanan mengemudi di jalan-jalan raya di seluruh wilayah Prancis. 

Maklum saja, saat itu belum ada aplikasi panduan jalan berbasis internet. Kebutuhan akan peta jalan dan buku panduan pun begitu penting.

Pada tahun 1900, hanya terdapat sekitar 3,000 mobil di negara Prancis. Demi meningkatkan penjualan mobil dan tentu saja ujungnya adalah untuk ban mobil, maka perusahaan pembuat ban mobil ini pun menerbitkan sebuah buku panduan untuk para pengendara mobil di Prancis.

Buku panduan bersejarah yang disebut "Michelin Guide" dengan sampul merah itu pun diterbitkan. Hampir sekitar 35,000 kopi dari buku edisi perdana ini didistribusikan secara gratis. 

Isinya berupa informasi yang umumnya sangat dibutuhkan para pengendara, seperti peta jalan, panduan bagaimana mengganti dan merawat ban mobil, daftar mekanik mobil, lokasi pompa bensin, tempat menginap dan makan.

Kantor Pusat Michelin di Clermont-Ferrand, Prancis. Sumber: Fabien1309/ wikimedia
Kantor Pusat Michelin di Clermont-Ferrand, Prancis. Sumber: Fabien1309/ wikimedia
Empat tahun berikutnya atau pada tahun 1904, kedua bersaudara itu menerbitkan buku panduan untuk wilayah negara Belgia. 

Begitulah, Michelin selanjutnya menerbitkan buku-buku panduan ke berbagai negara lainnya. Dari Algeria, Tunisia, Italia, Swiss, Jerman, Spanyol, hingga Italia selatan.

Penerbitan buku ini sempat tertunda selama Perang Dunia I dan kemudian dilanjutkan hingga tahun 1920. Namun, seperti banyak kisah legendaris lainnya. 

Sebuah kejadian tidak terduga bisa saja merubah segalanya. Begitu pula apa yang dilihat Andre Michelin pada akhirnya merubah konsep penerbitan gratis ini dan sekaligus merintis jalan ke arah Michelin Star yang kini dikenal di seluruh dunia.

Alkisah, dalam suatu kunjungan ke salah satu toko penjual ban, Andre melihat buku-buku panduan Michelin justru digunakan sebagai pengganjal bangku seorang mekanik. 

Dengan prinsip bahwa seseorang hanya akan menghargai sesuatu yang dibayarnya, maka Michelin Guide dengan sejumlah revisi pun mulai dijual seharga tujuh franc sejak tahun 1920. Tidak lagi diberikan secara gratis.

Edisi pertama Michelin yg bersejarah. Sumber: Michelin / www.scribd.com
Edisi pertama Michelin yg bersejarah. Sumber: Michelin / www.scribd.com
Buku Michelin Guide edisi terbaru ini mengalami banyak perubahan. Di bagian restoran, misalnya, dilengkapi dengan kategori tertentu. 

Begitu pula daftar hotel-hotel di kota Paris ikut ditambahkan. Sedangkan, iklan-iklan akhirnya dihapus. Semua ini dilakukan seiring dengan berubahnya status buku, dari gratis menjadi buku yang dijual secara komersial.

Namun, konten buku yang mendapat perhatian khusus adalah di bagian restoran. Menyadari kian populernya bagian restoran dari buku panduan ini, maka kedua pendiri Michelin pun merekrut sebuah tim inspektur yang bertugas mengunjungi dan melakukan review dari restoran yang dipilih. Namun, identitas sang pemilik tidak boleh diketahui.

Pada tahun 1926, Michelin Guide mulai memberikan status bintang bagi restoran berkelas yang biasanya disebut 'fine dining restaurants', yakni kelompok restoran yang memiliki konsep sangat berkelas dalam menyajikan layanan terhadap tamu-tamunya.

Kualitas makanan pun disiapkan para chef profesional yang telah memiliki pengalaman panjang di bidangnya. Dan tidak kalah uniknya, meskipun hidangan yang disajikan sangat lengkap, mulai dari makanan pembuka hingga penutup, tetapi porsi setiap jenis makanan biasanya sangat sedikit.

Awalnya, sistem pemeringkat Michelin sangat terbatas, yakni hanya ada status satu bintang. Selanjutnya, pada tahun 1931, Michelin Guide memperkenalkan sistem pemeringkat baru, mulai dari non bintang, hingga bintang tiga. Dan akhirnya, pada tahun 1936, kriteria sistem pemeringkat bintang secara resmi dipublikasikan.

Sistem Pemeringkat Michelin Star. Sumber: www.guide.michelin.com
Sistem Pemeringkat Michelin Star. Sumber: www.guide.michelin.com
Hasilnya memang menakjubkan. Buku Michelin Guide menjadi sebuah buku panduan yang sangat laris nyaris tanpa saingan. Sementara itu, Michelin  juga melakukan pemeringkat ke lebih dari 30,000 restoran di lebih dari 30 teritori di seluruh dunia. Dan seperti ditulis di laman resmi Michelin Guide, buku panduan ini telah terjual lebih dari 30 juta kopi di seluruh dunia.

Inilah cikal bakal Michelin Star yang melegenda. Para inspektur itu yang disebut "Michelin Restaurant Inspector" hingga kini tetap anonymous alias tidak boleh dikenal ketika sedang menginspeksi sebuah restoran. 

Sangat berbeda dengan seorang Food Blogger atau Foodie yang umumnya identitasnya dikenal luas. Seorang "Michelin Restaurant Inspector" bekerja bak seorang agen mata-mata CIA.

Dengan cara kerja inspektur yang serba rahasia, maka pihak restoran tidak bakal tahu saat mereka datang menyamar sebagai pelanggan biasa. 

Dari hasil inspeksi ini, mereka akan membahasnya bersama inspektur dari berbagai wilayah lain untuk menentukan restoran mana yang layak mendapatkan penghargaan di setiap edisi.

Dengan posisi yang begitu penting dalam menentukan suatu rating, maka seorang Inspektur memang wajib memiliki beberapa core values (nilai utama) sesuai standar tinggi dari Michelin Guide. Prinsip atau nilai utama itu di antaranya, Anonymity, Independence, Expertise, Reliability, Passion dan Quality.

Ilustrasi Michelin Inspector. Sumber: www.guide.michelin.com
Ilustrasi Michelin Inspector. Sumber: www.guide.michelin.com
Nilai Anonymity (tanpa nama), misalnya, bertujuan agar sang inspektur tetap tidak boleh dikenal agar dapat memastikan dirinya tidak mendapatkan layanan spesial yang bisa mengganggu kredibilitas Michelin Guide. 

Sedangkan, Independence (kebebasan) artinya sang inspektur wajib bekerja secara bebas dan tidak terikat pada organisasi manapun selain dari Michelin Group. Para Inspektur juga selalu membayar makanan yang sedang di-review.

Memang tidak mudah untuk menjadi seorang Inspektur. Tetapi, profesi ini kini menjadi salah satu profesi idaman di dunia. Betapa tidak, gaya hidup para inspektur memang sangat menarik. Selain banyak melakukan perjalanan ke berbagai negara, setidaknya tiga minggu dalam sebulan, mereka pun rutin mengunjungi berbagai restoran mewah. Sedikitnya 10 restoran dalam seminggu. Dan semuanya dibayar perusahaan. Amazing!

Lalu apa saja yang biasanya dinilai dari sebuah restoran untuk bisa masuk sebagai salah satu restoran yang direkomendasikan untuk memperoleh Michelin Star?

Berdasarkan panduan Michelin Guide, ada lima kriteria pemeringkat yang selalu menjadi acuan, yakni:

1) Kualitas produk; 2) Penguasaan rasa dan teknik memasak; 3) Kepribadian dari sang chef (koki) yang direpresentasi pada saat pengalaman makan; 4) Keselarasan dalam rasa yang disajikan; 5) Konsistensi dalam setiap kunjungan inspektor.

Tampilan makanan di restoran michelin star. Sumber: theculturetrip.com
Tampilan makanan di restoran michelin star. Sumber: theculturetrip.com
Dari situs "Fine Dining Lovers", per November 2020, terdapat 2.160 restoran bintang satu, 385 dengan bintang dua, dan ada 106 yang menyandang predikat paling bergengsi dengan bintang tiga. 

Negara Prancis, sebagai tempat lahirnya Michelin Guide, memegang peringkat pertama sebagai negara dengan penyandang restoran Michelin Star terbanyak di dunia. Sedangkan posisi kedua dan ketiga jatuh ke tangan Jepang dan Italia, dua negara yang juga kondang dengan tradisi kulinernya.

Daniel Humm, chef terkenal. Sumber: www.elitetraveler.com
Daniel Humm, chef terkenal. Sumber: www.elitetraveler.com
Meskipun Michelin Star'sejatinya diberikan ke restoran, tetapi peranan seorang chef (koki) begitu krusial untuk memastikan kualitas tinggi yang disandang sebuah resto. 

Tidak mengherankan gaji seorang chef di restoran berstatus Michelin begitu menggiurkan. Dan tidak jarang banyak chef kondang akhirnya mengembangkan restorannya sendiri. Misalnya saja, Gordon Ramsay, Alain Ducasse, dan lain-lain.

Alain Ducasse, chef dan pemilik resto Michelin Star di London. Sumber: br1dotcom/ wikimedia
Alain Ducasse, chef dan pemilik resto Michelin Star di London. Sumber: br1dotcom/ wikimedia
Bagaimana dengan Indonesia? 

Meskipun beberapa situs pernah menyebutkan beberapa nama restoran di Bali sebagai penyandang status Michelin Star, namun merujuk ke situs resmi Michelin Guide, belum ada satupun restoran Indonesia mendapatkan predikat bergengsi ini.

Tentunya ada banyak alasan di balik itu. Selain Michelin Star sendiri memang belum meliputi Indonesia dan sejumlah negara lain, restoran kaliber Michelin Star pun dianggap tidak cocok dengan bisnis kuliner di Indonesia. Salah satunya, yaitu harga makanan di restoran ini sungguh luar biasa mahal.

Tarif sekali makan di resto Michelin Star bisa setara dengan makan sekeluarga di restoran kelas menengah di Jakarta. Boleh jadi, itu sebabnya pihak Michelin belum melirik pasar Indonesia. Meskipun beberapa resto ternama di Bali pun konon sudah sangat layak menyandang predikat Michelin Star.

Status Michelin Star juga tidak berlaku permanen. Kualitas makanan harus selamanya terjaga baik dan konsisten, jika tidak mau kehilangan status bergengsi tersebut. 

Michelin Star Inspector tidak segan merekomendasi untuk menurunkan peringkat resto tersebut, jika ditemukan kualitas makanan tidak sesuai standar yang telah ditetapkan.

Gordon Ramsay, chef terkenal. Sumber: ITP Images/ www.thenationalnews.com
Gordon Ramsay, chef terkenal. Sumber: ITP Images/ www.thenationalnews.com
Dan itulah yang pernah terjadi dengan beberapa restoran milik chef selebritas Gordon Ramsay. 

Bagi sang koki kondang ini, kehilangan Michelin Star ibarat kehilangan seorang pacar saja. "I started crying when I lost my Stars," kata Ramsay dalam suatu wawancara.

Jika Ramsay hanya merasa bak kehilangan pacar, tidak demikian dengan Bernard Loiseau, seorang chef ternama lainnya. 

Setelah terdengar rumor bahwa restoran miliknya akan kehilangan satu bintang dari tiga bintang yang disandangnya, Loiseau pun bunuh diri. Tragis! 

Begitulah, memegang predikat tertinggi di industri kuliner tidak mudah. Tekanan besar untuk terus menjaga konsistensi kualitas makanan bisa membuat depresi sebagian chef.

Restoran Bernard Loiseau di Saulieu-Burgundy, Prancis. Sumber: www.bernard-loiseau.com
Restoran Bernard Loiseau di Saulieu-Burgundy, Prancis. Sumber: www.bernard-loiseau.com
Selain kategori Michelin Star yang sudah terkenal, Michelin Guide sejatinya juga mengakui keberadaan banyak restoran lainnya yang dianggap potensial menjadi kandidat. 

Itu sebabnya, selain sistem pemeringkat Michelin Star, juga terdapat kategori "Bib Gourmand" dan "The Plate" yang lebih mengarah ke restoran kelas menengah. Tentunya tetap dengan kualitas masakan sangat bagus, namun dengan harga yang lebih terjangkau.

Kembali ke Indonesia. Sekalipun secara resmi belum ditemukan restoran berstatus Michelin Star, tetapi masakan Indonesia sendiri sudah banyak yang disajikan di berbagai restoran yang direkomendasikan di Michelin Guide. 

Setidaknya di kategori "Bib Gourmand" dan "Michelin Plate". Restoran-restoran ini tersebar dari Singapore, Hong Kong, Amsterdam hingga New York.

Sistem pemeringkat Michelin Star memang telah diakui secara global. Namun demikian, tidak berarti restoran tanpa status terkenal itu tidak berkualitas. Pada ujungnya, setiap orang memiliki selera yang berbeda. Bukankah begitu?

***

Kelapa Gading, 18 Maret 2021

Oleh: Tonny Syiariel

Referensi: 1, 2, 3, 4

Catatan: Semua foto-foto yg digunakan sesuai keterangan di foto masing2.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun