Jika di dunia perhotelan dikenal pemeringkat bintang, dari bintang satu hingga lima. Dan di industri aviasi juga ada sebutan "Five Star Airlines" yang dikeluarkan Skytrax.Â
Tahukah Anda, di bisnis restoran kelas atas pun ada sistem pemeringkat? Inilah yang disebut sistem pemeringkat Michelin Star yang sangat bergengsi.Â
Michelin Star adalah sistem pemeringkat khusus restoran yang dikembangkan dan digunakan 'Michelin Guide' untuk menilai restoran berdasarkan kualitasnya.Â
Menariknya, Michelin sendiri adalah sebuah pabrikan ban mobil terkenal yang berasal dari kota Clermont-Ferrand, Prancis.
Sejarah panjang Michelin berawal dari "Compagnie Generale des Establissements Michelin SCA", nama lengkap Michelin, sebuah pabrikan ban multinasional Prancis yang didirikan dua bersaudara Andre dan Edouard Michelin.Â
Perusahaan tersebut berdiri sejak tahun 1889 dan kini telah berkembang menjadi yang terbesar kedua di dunia setelah Bridgestone dan masih lebih besar dari Goodyear yang berada di posisi ketiga.
Maklum saja, saat itu belum ada aplikasi panduan jalan berbasis internet. Kebutuhan akan peta jalan dan buku panduan pun begitu penting.
Pada tahun 1900, hanya terdapat sekitar 3,000 mobil di negara Prancis. Demi meningkatkan penjualan mobil dan tentu saja ujungnya adalah untuk ban mobil, maka perusahaan pembuat ban mobil ini pun menerbitkan sebuah buku panduan untuk para pengendara mobil di Prancis.
Buku panduan bersejarah yang disebut "Michelin Guide"Â dengan sampul merah itu pun diterbitkan. Hampir sekitar 35,000 kopi dari buku edisi perdana ini didistribusikan secara gratis.Â
Isinya berupa informasi yang umumnya sangat dibutuhkan para pengendara, seperti peta jalan, panduan bagaimana mengganti dan merawat ban mobil, daftar mekanik mobil, lokasi pompa bensin, tempat menginap dan makan.
Begitulah, Michelin selanjutnya menerbitkan buku-buku panduan ke berbagai negara lainnya. Dari Algeria, Tunisia, Italia, Swiss, Jerman, Spanyol, hingga Italia selatan.
Penerbitan buku ini sempat tertunda selama Perang Dunia I dan kemudian dilanjutkan hingga tahun 1920. Namun, seperti banyak kisah legendaris lainnya.Â
Sebuah kejadian tidak terduga bisa saja merubah segalanya. Begitu pula apa yang dilihat Andre Michelin pada akhirnya merubah konsep penerbitan gratis ini dan sekaligus merintis jalan ke arah Michelin Star yang kini dikenal di seluruh dunia.
Alkisah, dalam suatu kunjungan ke salah satu toko penjual ban, Andre melihat buku-buku panduan Michelin justru digunakan sebagai pengganjal bangku seorang mekanik.Â
Dengan prinsip bahwa seseorang hanya akan menghargai sesuatu yang dibayarnya, maka Michelin Guide dengan sejumlah revisi pun mulai dijual seharga tujuh franc sejak tahun 1920. Tidak lagi diberikan secara gratis.
Begitu pula daftar hotel-hotel di kota Paris ikut ditambahkan. Sedangkan, iklan-iklan akhirnya dihapus. Semua ini dilakukan seiring dengan berubahnya status buku, dari gratis menjadi buku yang dijual secara komersial.
Namun, konten buku yang mendapat perhatian khusus adalah di bagian restoran. Menyadari kian populernya bagian restoran dari buku panduan ini, maka kedua pendiri Michelin pun merekrut sebuah tim inspektur yang bertugas mengunjungi dan melakukan review dari restoran yang dipilih. Namun, identitas sang pemilik tidak boleh diketahui.
Pada tahun 1926, Michelin Guide mulai memberikan status bintang bagi restoran berkelas yang biasanya disebut 'fine dining restaurants', yakni kelompok restoran yang memiliki konsep sangat berkelas dalam menyajikan layanan terhadap tamu-tamunya.
Kualitas makanan pun disiapkan para chef profesional yang telah memiliki pengalaman panjang di bidangnya. Dan tidak kalah uniknya, meskipun hidangan yang disajikan sangat lengkap, mulai dari makanan pembuka hingga penutup, tetapi porsi setiap jenis makanan biasanya sangat sedikit.
Awalnya, sistem pemeringkat Michelin sangat terbatas, yakni hanya ada status satu bintang. Selanjutnya, pada tahun 1931, Michelin Guide memperkenalkan sistem pemeringkat baru, mulai dari non bintang, hingga bintang tiga. Dan akhirnya, pada tahun 1936, kriteria sistem pemeringkat bintang secara resmi dipublikasikan.
Inilah cikal bakal Michelin Star yang melegenda. Para inspektur itu yang disebut "Michelin Restaurant Inspector" hingga kini tetap anonymous alias tidak boleh dikenal ketika sedang menginspeksi sebuah restoran.Â
Sangat berbeda dengan seorang Food Blogger atau Foodie yang umumnya identitasnya dikenal luas. Seorang "Michelin Restaurant Inspector"Â bekerja bak seorang agen mata-mata CIA.
Dengan cara kerja inspektur yang serba rahasia, maka pihak restoran tidak bakal tahu saat mereka datang menyamar sebagai pelanggan biasa.Â
Dari hasil inspeksi ini, mereka akan membahasnya bersama inspektur dari berbagai wilayah lain untuk menentukan restoran mana yang layak mendapatkan penghargaan di setiap edisi.
Dengan posisi yang begitu penting dalam menentukan suatu rating, maka seorang Inspektur memang wajib memiliki beberapa core values (nilai utama) sesuai standar tinggi dari Michelin Guide. Prinsip atau nilai utama itu di antaranya, Anonymity, Independence, Expertise, Reliability, Passion dan Quality.
Sedangkan, Independence (kebebasan) artinya sang inspektur wajib bekerja secara bebas dan tidak terikat pada organisasi manapun selain dari Michelin Group. Para Inspektur juga selalu membayar makanan yang sedang di-review.
Memang tidak mudah untuk menjadi seorang Inspektur. Tetapi, profesi ini kini menjadi salah satu profesi idaman di dunia. Betapa tidak, gaya hidup para inspektur memang sangat menarik. Selain banyak melakukan perjalanan ke berbagai negara, setidaknya tiga minggu dalam sebulan, mereka pun rutin mengunjungi berbagai restoran mewah. Sedikitnya 10 restoran dalam seminggu. Dan semuanya dibayar perusahaan. Amazing!
Lalu apa saja yang biasanya dinilai dari sebuah restoran untuk bisa masuk sebagai salah satu restoran yang direkomendasikan untuk memperoleh Michelin Star?
Berdasarkan panduan Michelin Guide, ada lima kriteria pemeringkat yang selalu menjadi acuan, yakni:
1) Kualitas produk; 2) Penguasaan rasa dan teknik memasak; 3) Kepribadian dari sang chef (koki) yang direpresentasi pada saat pengalaman makan; 4) Keselarasan dalam rasa yang disajikan; 5) Konsistensi dalam setiap kunjungan inspektor.
Negara Prancis, sebagai tempat lahirnya Michelin Guide, memegang peringkat pertama sebagai negara dengan penyandang restoran Michelin Star terbanyak di dunia. Sedangkan posisi kedua dan ketiga jatuh ke tangan Jepang dan Italia, dua negara yang juga kondang dengan tradisi kulinernya.
Tidak mengherankan gaji seorang chef di restoran berstatus Michelin begitu menggiurkan. Dan tidak jarang banyak chef kondang akhirnya mengembangkan restorannya sendiri. Misalnya saja, Gordon Ramsay, Alain Ducasse, dan lain-lain.
Meskipun beberapa situs pernah menyebutkan beberapa nama restoran di Bali sebagai penyandang status Michelin Star, namun merujuk ke situs resmi Michelin Guide, belum ada satupun restoran Indonesia mendapatkan predikat bergengsi ini.
Tentunya ada banyak alasan di balik itu. Selain Michelin Star sendiri memang belum meliputi Indonesia dan sejumlah negara lain, restoran kaliber Michelin Star pun dianggap tidak cocok dengan bisnis kuliner di Indonesia. Salah satunya, yaitu harga makanan di restoran ini sungguh luar biasa mahal.
Tarif sekali makan di resto Michelin Star bisa setara dengan makan sekeluarga di restoran kelas menengah di Jakarta. Boleh jadi, itu sebabnya pihak Michelin belum melirik pasar Indonesia. Meskipun beberapa resto ternama di Bali pun konon sudah sangat layak menyandang predikat Michelin Star.
Status Michelin Star juga tidak berlaku permanen. Kualitas makanan harus selamanya terjaga baik dan konsisten, jika tidak mau kehilangan status bergengsi tersebut.Â
Michelin Star Inspector tidak segan merekomendasi untuk menurunkan peringkat resto tersebut, jika ditemukan kualitas makanan tidak sesuai standar yang telah ditetapkan.
Bagi sang koki kondang ini, kehilangan Michelin Star ibarat kehilangan seorang pacar saja. "I started crying when I lost my Stars," kata Ramsay dalam suatu wawancara.
Jika Ramsay hanya merasa bak kehilangan pacar, tidak demikian dengan Bernard Loiseau, seorang chef ternama lainnya.Â
Setelah terdengar rumor bahwa restoran miliknya akan kehilangan satu bintang dari tiga bintang yang disandangnya, Loiseau pun bunuh diri. Tragis!Â
Begitulah, memegang predikat tertinggi di industri kuliner tidak mudah. Tekanan besar untuk terus menjaga konsistensi kualitas makanan bisa membuat depresi sebagian chef.
Itu sebabnya, selain sistem pemeringkat Michelin Star, juga terdapat kategori "Bib Gourmand" dan "The Plate" yang lebih mengarah ke restoran kelas menengah. Tentunya tetap dengan kualitas masakan sangat bagus, namun dengan harga yang lebih terjangkau.
Kembali ke Indonesia. Sekalipun secara resmi belum ditemukan restoran berstatus Michelin Star, tetapi masakan Indonesia sendiri sudah banyak yang disajikan di berbagai restoran yang direkomendasikan di Michelin Guide.Â
Setidaknya di kategori "Bib Gourmand" dan "Michelin Plate". Restoran-restoran ini tersebar dari Singapore, Hong Kong, Amsterdam hingga New York.
Sistem pemeringkat Michelin Star memang telah diakui secara global. Namun demikian, tidak berarti restoran tanpa status terkenal itu tidak berkualitas. Pada ujungnya, setiap orang memiliki selera yang berbeda. Bukankah begitu?
***
Kelapa Gading, 18 Maret 2021
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan: Semua foto-foto yg digunakan sesuai keterangan di foto masing2.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H