Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Pesona Palembang, Kotanya Wong Kito

8 Februari 2021   09:34 Diperbarui: 8 Februari 2021   10:42 3990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jembatan Ampera, Ikon kota Palembang. Sumber: koleksi pribadi

Bukan tanpa alasan Palembang pernah ditunjuk sebagai tuan rumah salah satu ajang olahraga paling bergengsi di Asia. Tidak juga percuma kota ini menyandang nama sebagai salah satu kota tertua di Indonesia. Palembang memang memiliki hampir segalanya sebagai destinasi wisata olahraga, budaya, sejarah dan kuliner yang layak dikunjungi. Ayo, kito ke Palembang! 

Siapa yang belum kenal Palembang? Ibukota Provinsi Sumatra Selatan ini tentunya sudah sangat kondang di bumi nusantara. Tidak saja di era terkini, tetapi jauh sejak zaman Kerajaan Sriwijaya. Bahkan kota berjuluk "Kota Pempek" ini diakui sebagai salah satu kota tertua di Asia Tenggara, sejajar dengan kota tua lainnya seperti Luang Prabang di Laos.

Kota ini pun kini kian mudah diakses. Bandara internasional Sultan Mahmud Badaruddin II melayani hampir semua maskapai penerbangan nasional. Selain itu, kota Palembang pun kini mudah dicapai lewat jalan darat. Apalagi setelah diresmikannya Jalan Tol Trans Sumatra dari Bakauheni ke Palembang pada bulan November 2019 lalu.

Sejarah Palembang, ibukota provinsi Sumatra Selatan tidak terlepas dari sejarah gilang gemilang Kerajaan Sriwijaya di masa lalu. Ketika Sriwijaya berjaya dari abad ke 9 hingga abad 11, Palembang adalah ibukotanya. Saat itu kerajaan ini menguasai jalur perdagangan penting di belahan barat kepulauan Indonesia, termasuk Selat Malaka yang sangat strategis.

Kawasan terbuka di depan Benteng Kuto Besak. Sumber: koleksi pribadi
Kawasan terbuka di depan Benteng Kuto Besak. Sumber: koleksi pribadi
Palembang kini bertumbuh pesat sebagai salah satu kota perdagangan yang sibuk. Dengan populasi sekitar 1.8 juta jiwa, kota ini pun menjadi kota terpadat kedua di Pulau Sumatra setelah Medan. Bahkan ketika bersiap sebagai tuan rumah bersama Jakarta untuk ajang "2018 Asian Games", kota ini membangun berbagai infrastruktur, termasuk sistem 'Light Rail Transit' (LRT).

LRT Palembang adalah LRT pertama di Indonesia. LRT yang mulai beroperasi pada 1 Agustus 2018 lalu itu menghubungkan bandara Sultan Mahmud Badaruddin II ke Kompleks Olaharaga Jakabaring. Di kompleks ini juga terdapat Stadion Gelora Sriwijaya, kandang Sriwijaya FC yang berjuluk "Laskar Wong Kito".

Meskipun demikian, industri pariwisata di Bumi Sriwijaya harus diakui belum berkembang seperti yang diharapkan. Tahun 2018, misalnya, Palembang hanya dikunjungi sekitar 2.1 juta wisatawan, termasuk sekitar 12 ribu wisatawan mancanegara. Tahun 2019 pun tidak ada perkembangan signifikan. Padahal, jika melihat potensi wisata yang dimiliki, maka Palembang seharusnya mampu menjaring lebih banyak wisatawan.

Pernah dijuluki
Pernah dijuluki
Sebagai salah satu kota sungai di Indonesia, Palembang boleh berbangga karena pernah disebut-sebut sebagai "The Venice of Indonesia". Venice atau Venezia adalah sebuah kota di atas air di negara Italia yang sangat termasyhur di dunia. Julukan ini bukan sekedar isapan jempol. Kota yang dilewati Sungai Musi ini memang menawan hati.

Seperti kota-kota sungai lainnya di dunia, atraksi wisata utama di kota Palembang berada di sepanjang sungai Musi yang membelah kota Palembang menjadi dua. Sungai sepanjang 750 km dari Kepahiang di Bengkulu dan bermuara di Selat Bangka, sejak zaman Sriwijaya memang sudah terkenal sebagai sarana transportasi utama di kota ini.

Salah satu lambang kota yang membuat kota Palembang kian memesona adalah Jembatan Ampera yang mengagumkan. Jembatan cantik ini membentang sepanjang 1,117 meter di atas Sungai Musi, menghubungkan dua kawasan di Palembang, yakni Seberang Ulu dan Seberang Ilir.

Jembatan Ampera- Palembang. Sumber: koleksi pribadi
Jembatan Ampera- Palembang. Sumber: koleksi pribadi
Jembatan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat) mulai dibangun tahun 1962 dengan biaya pembangunan yang diambil dari dana pampasan perang Jepang. Pada saat peresmiannya di tahun 1965, jembatan elok ini sempat menjadi jembatan terpanjang di Asia Tenggara.

Menariknya, sesuai dengan desain konstruksi, awalnya bagian tengah jembatan bisa diangkat dengan peralatan mekanis. Kapal-kapal dengan ketinggian tertentu pun bisa melewatinya. Akan tetapi, sejak tahun 1970 aktivitas turun naik bagian jembatan sudah tidak dilakukan lagi.

Konon kabarnya Bung Karno mendapatkan inspirasi dari Tower Bridge, sebuah jembatan ternama di London yang dibangun tahun 1886. Bagian tengah jembatan indah itu memang bisa buka tutup. Bedanya, Tower Bridge masih tetap terawat dengan baik dan hingga kini masih bisa buka-tutup.

Masih di sekitar Jembatan Ampera dan Sungai Musi, ada beberapa objek wisata budaya dan sejarah yang layak dikunjungi, antara lain Benteng Kuto Besak, Masjid Agung Palembang dan Kampung Kapitan.

Perahu motor melaju di depan Benteng Kuto Besak. Sumber: koleksi pribadi
Perahu motor melaju di depan Benteng Kuto Besak. Sumber: koleksi pribadi
Benteng Kuto Besak adalah bangunan keraton dari abad ke 18 yang pernah menjadi pusat Kesultanan Palembang. Berbeda dengan sebagian besar benteng kuno di Indonesia, yang umumnya dibangun bangsa penjajah, baik Portugis maupun Belanda. Benteng Kuto Besak dibangun oleh Sultan Muhammad Bahauddin pada tahun 1780 dan selesai tahun 1797.

Benteng yang masih terlihat kokoh ini ini kini ditempati Kodam II Sriwijaya. Sedangkan area di depan benteng telah dibangun sebuah alun-alun yang menjadi tempat hiburan terbuka bagi masyarakat Palembang. Dari kawasan ini juga Anda bisa menikmati keindahan Sungai Musi serta pesona Jembatan Ampera, khususnya jelang sunset. 

Tidak jauh dari Benteng Kuto Besak atau hanya sekitar 300 meter, kita bisa mengagumi keindahan arsitektur Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin I atau biasa disebut Masjid Agung Palembang. Masih mau ikut, bukan? Yuk, jalan kaki saja ya.

Masjid Agung Palembang. Sumber: koleksi pribadi
Masjid Agung Palembang. Sumber: koleksi pribadi
Masjid berkapasitas 15,000 jamaah ini dibangun antara tahun 1738-1748 dengan gaya arsitektur campuran yang menawan. Ada pengaruh arsitektur Eropa, Tiongkok dan tentu saja arsitektur nusantara sendiri. Gaya arsitektur Eropa terdapat pada bentuk jendela masjid yang besar dan tinggi.

Sedangkan pengaruh arsitektur Tiongkok bisa dilihat pada bagian atap masjid utama. Pada bagian atap berbentuk limas itu terdapat jurai menyerupai tanduk kambing yang melengkung. Bentuk melengkung dan lancip adalah ciri khas bentuk atap klenteng.

Di depan Masjid Agung atau persis di ujung jalan menuju Jembatan Ampera, ada salah satu spot foto menarik. Apalagi bagi yang suka menabung koleksi foto instagrammable. Inilah Bundaran Air Mancur Palembang. Sebuah bundaran ikonik yang tampil layaknya Bundaran Tugu Selamat Datang di depan Hotel Indonesia Jakarta.

Bundaran Air Mancur Palembang. Sumber: koleksi pribadi
Bundaran Air Mancur Palembang. Sumber: koleksi pribadi
Palembang juga masih menyimpan sejarah lainnya yang tersembunyi di suatu kampung tua bernama Kampung Kapitan. Cara mencapainya bisa lewat darat maupun lewat sungai. Bagaimana kalau kita naik (perahu) getek? Dari dermaga Benteng Kuto Besak (BKB) ada getek yang siap menyeberangkan kita ke Kampung Kapitan. Asyik!

Kampung Kapitan adalah sebuah kawasan cagar budaya yang bersejarah. Terletak di tepi sungai Musi tepat di sisi barat jembatan Ampera, kawasan ini dikenal sebagai pemukiman pertama etnis Tionghoa di Palembang sejak masa penjajahan Belanda.

Nama "Kapitan" sendiri berkaitan dengan adanya rumah tiga perwira pada masa itu. Di zaman Belanda, Kapitan adalah gelar untuk para petinggi di kalangan masyarakat Tionghoa di Asia Tenggara.

Kampung Kapitan ini sudah dibangun sejak abad ke 16. Namun, seiring berjalannya waktu, dari bekas pemukiman tua ini hanya tersisa dua rumah bernuansa Tionghoa yang kini dijadikan cagar budaya.

Kampung Kapitan Palembang. Sumber: baka_reko_baka/wikimedia
Kampung Kapitan Palembang. Sumber: baka_reko_baka/wikimedia
Rupanya hubungan sejarah Palembang dengan etnis Tionghoa tidak hanya di Kampung Kapitan. Ada kisah lainnya yang tidak kalah menarik. Dan itu bisa kita temukan di Pulau Kemaro yang sangat terkenal. Pulau yang merupakan sebuah delta kecil di Sungai Musi ini bisa dicapai dengan getek atau speed boat. Dari jembatan Ampera, pulau ini hanya berjarak sekitar 6 km dan dapat dicapai dalam waktu 20 - 30 menit.

Selain memiliki Klenteng Hok Tjing Rio dan Pagoda berlantai 9 yang sangat instagrammable, pulau bersejarah ini juga dibalut sebuah kisah legenda yang menarik. Legenda tentang kisah cinta antara Tan Bun An, seorang saudagar dari Negeri Tiongkok dengan Siti Fatimah, seorang putri Kerajaan Palembang. Kisah cinta mereka bahkan dituliskan di sebuah batu di samping klenteng.

Pagoda di Pulau Kemaro. Sumber: koleksi pribadi
Pagoda di Pulau Kemaro. Sumber: koleksi pribadi
Bukan hanya legenda, Pulau Kemaro juga dikenal dengan sejarahnya sebagai salah satu pos penjagaan. Alkisah, dalam persinggahannya di Sriwijaya, Laksamana Cheng Ho yang legendaris pernah menetap di Pulau Kemaro dalam rangka menumpas perompak laut asal Tiongkok. O ya, Pulau Kemaro biasanya sangat ramai pada saat perayaan Cap Gomeh atau hari ke 15 pasca Hari Raya Imlek. 

Di samping objek-objek wisata ternama di atas, Palembang juga masih memiliki beberapa atraksi wisata lainnya, seperti Masjid Cheng Ho, Museum Balaputradeva, Klenteng Soei Goeat Kiong dan Bukit Siguntang. Namun, jika masih ada waktu tersisa, tidak ada salahnya ikut berburu kuliner khas di kota ini.

Klenteng Soei Goeat Kiong yg berada dekat sungai Musi. Sumber: koleksi pribadi
Klenteng Soei Goeat Kiong yg berada dekat sungai Musi. Sumber: koleksi pribadi
Palembang memiliki banyak makanan khas yang harus dicicipi. Akulturasi dari beragam budaya di kota ini menghasilkan suatu kekayaan kuliner yang begitu variatif. Dari pempek, tekwan, martabak, hingga sop ikan pindang yang super duper maknyus.

Pempek tentunya menjadi yang paling terkenal. Puluhan jenama kondang bersaing menjaring pelanggan, seperti Pempek Pak Raden, Candy, Lenny, dan lain-lain. Ketenaran pempek segera terlihat ketika check in di bandara untuk bersiap pulang ke Jakarta. Puluhan dus oleh-oleh yang dibawa wisatawan hampir semuanya adalah dus dengan nama berbagai pempek terkenal di kota itu. :)

Palembang memang serba lengkap. Dan suatu saat ketika pandemi telah berlalu, jangan ragu untuk menempatkan kota ini sebagai pilihan perjalanan wisatamu. Yuk, kito ke Palembang!

Kelapa Gading, 8 Februari 2021

Oleh: Tonny Syiariel

Referensi: 1

Catatan: Foto-foto yg digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali 1 foto di Kampung Kapitan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun