Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

My Kompasiana Journey, dari "Pejalan" ke "Penjelajah"

2 Januari 2021   07:13 Diperbarui: 2 Januari 2021   08:52 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolase foto-foto penulis. Sumber: koleksi pribadi

"Time sure flies.” Begitulah rasanya jika Anda menikmati suatu perjalanan. Waktu seakan terbang begitu cepat. Tanpa terasa, saya sudah hampir delapan bulan ikut berlabuh di rumah besar Kompasiana. Dua ratus lima puluh enam hari yang indah telah kulalui. Sebuah langkah pertama ke dunia literasi yang ternyata telah memberikan sejuta sensasi selama bersamanya.

Delapan bulan memang waktu yang relatif masih pendek. Apalagi jika dibandingkan dengan waktu yang telah dilewati banyak Kompasianer lainnya. Namun, bisa juga dianggap telah cukup lama. Cukup lama untuk seharusnya menulis lebih banyak lagi. Hahaha.

Yang pasti, bagi saya sendiri, berada di platform sehebat Kompasiana selalu membuatku merasa baru dan muda. Suatu komitmen untuk selalu mau belajar dan terus belajar, layaknya seorang newbie yang baru bergabung di sebuah komunitas.

Henry Ford, pendiri Ford Motor Company, pernah mengatakan, “Anyone who stops learning is old, whether at twenty or eighty. Anyone who keeps learning stays young.”

Dunia Kompasiana memang sangat menarik. Bagi saya sendiri yang selama lebih dua dekade berkecimpung di industri pariwisata, Kompasiana ibarat sebuah destinasi literasi. Setiap kanal ibarat pilihan tujuan wisata berbeda yang memesona. Deretan bacaan berkelas begitu melimpah.

Mau belajar menulis? Selama ada kemauan, pasti banyak jalan di Kompasiana. Deretan penulis handal begitu kerap membagikan kiat-kiat menulis yang jitu. Jurus-jurus sakti juga tidak kurang disebar. Coba saja baca tulisan-tulisan Daeng Khrisna Pabichara, Romo Bobby (Ruang Berbagi) dan Pak I Ketut Suweca. Yang penting mau belajar. Dan terus belajar.

O ya, tentu saja bukan soal tulis menulis saja. Di sini pun kita menemukan ratusan artikel nan inspiratif yang disajikan setiap hari. Dan di sepanjang waktu begitu banyak informasi terkini ikut dibagikan. Berbagai liputan dari lapangan hijau hingga dunia bisnis dan teknologi. Mulai dari puisi yang indah, sampai dunia politik yang penuh intrik. Serba lengkap!

Itulah Kompasiana yang saya kenal sedikit lebih dekat sejak April 2020 lalu. Akan tetapi, jika boleh  menoleh lebih jauh ke belakang, nama Kompasiana bukanlah nama yang asing bagiku. Seperti kebiasaan dari dulu hingga sekarang. Jika hendak bepergian ke manapun, saya selalu mencari referensi dan informasi apapun tentang destinasi wisata yang dituju.

Dalam beberapa kesempatan, sebagian artikel yang saya temukan via mesin pencari google, ternyata ditulis Kompasianer di blog Kompasiana. Tetapi, perkenalan dengan Kompasiana hanya sebatas itu. Lagipula, saya tidak pernah membayangkan bisa ikut menulis di Kompasiana seperti sekarang. It's just beyond my imagination! 

Adalah Kompasianer Ira Lathief, yang kebetulan juga seorang Tour Leader, yang suatu waktu membagikan tautan artikelnya di Kompasiana ke sebuah whatsapp group yang menginspirasi saya untuk ikut menulis di Kompasiana.

Kenapa menulis?  Tentu saja karena pada dasarnya saya suka dunia literasi. Meskipun selama belasan tahun tidak pernah menulis artikel apapun. Selain itu, saya hanya ingin berbagi pengalaman panjang berkarir di industri pariwisata serta perjalanan keliling dunia selama ini. Tanpa bermaksud memamerkan apapun. Toh saya bisa bepergian pun, karena memang profesiku seorang Tour Leader. Bekerja keras melayani wisatawan dari Indonesia ke manapun. Mungkin mirip dengan profesi lainnya, seperti pilot, pramugari, travel writer, dan lain-lain, yang juga sering bepergian.

Sebagian koleksi bukuku. Hobi yg mengantarku ke mancanegara. Sumber: koleksi pribadi
Sebagian koleksi bukuku. Hobi yg mengantarku ke mancanegara. Sumber: koleksi pribadi
Singkatnya, persis pada tanggal 21 April 2020, saya pun segera membuat akun di Kompasiana. Dan di hari yang sama bertekad menayangkan sebuah artikel pertama. Sedikit keraguan sempat melintas, apalagi kabarnya di Kompasiana sudah ada ribuan penulis. Namun, jika tidak mencobanya, mana tahu respons pembaca. Dan jika tidak sekarang, kapan lagi. It's Now or Never.

Alhasil, sebuah artikel pertama yang awalnya berjudul "Namanya Postcard!" pun berhasil diunggah. Anda tahu perasaanku? So excited! Artikel itupun segera dibagikan ke beberapa WAG di asosiasi Tour Leader maupun yang terkait dengan dunia pariwisata.

Akan tetapi, belum lama disebar, judul artikelku berubah serta diberi label "Artikel Utama". Sungguh, saat itu saya belum memahami makna label semacam itu, baik “Pilihan” maupun “Artikel Utama”. Malahan lebih fokus ke judul yang diganti. Sama sekali tidak mengerti bahwa pelabelan AU itu begitu bermakna. :)

Dari judul awal “Namanya Postcard!” pun diganti menjadi "Menjelajah Objek Wisata Dunia melalui Koleksi Postcard".  Tidak mengapa. Judul yang baru itu memang sesuai isi artikel. Dan paling penting, artikel pertamaku sudah berhasil muncul di Kompasiana.

Baca juga: "Menjelajah Objek Wisata Dunia melalui Koleksi Postcard"

Koleksi postcard yg menyimpan cerita. Sumber: koleksi pribadi
Koleksi postcard yg menyimpan cerita. Sumber: koleksi pribadi
Bukan hanya judul yang pernah diganti Admin, tapi sumber foto pun demikian. Meskipun, kesalahan tidak menuliskan sumber foto itu diikuti sepotong surat cinta peringatan. Sebuah teguran yang begitu berarti. Ahaha.

Setidaknya, teguran itu membuatku segera mempelajari "Ketentuan Konten" dan lain-lain. Sebelumnya, malah tidak mengerti bagaimana menulis keterangan foto. Seperti kebiasaan lama, ketika mencoba sebuah barang elektronik, dll. Setelah gagal baru baca buku panduan. 😊

Artikel pertama itu membuatku makin terpacu. Hatiku pun kian bungah ketika mendapatkan delapan vote pertama dari para Kompasianer handal. Di antaranya, Daeng Pical Gadi, Bung Irwan Rinaldi, Mas Himam Miladi dan Mas Eka Kartika. Anda tahu kan siapa mereka? Semuanya Kompasianer populer dan layak jadi panutan.

Bak seorang "Pejalan", sebutan yang diberikan Kompasianer idola lainnya, Pak I Ketut Suweca kepadaku beberapa waktu lalu, saya memang sangat menikmati proses belajar di blog keroyokan ini. Berjalan santai, dari level Debutan ke Junior. Lanjut menuju tingkat Taruna, hingga kini mencapai "Penjelajah" persis di penghujung tahun 2020 lalu.

Cukup lama untuk menuju ke tahapan ini. Tidak mengapa. Ibarat sedang berjalan-jalan ke sebuah destinasi wisata. Saya tidak harus fokus pada diri sendiri, pada jalan panjang di depanku saja. Tetapi, sesekali berhenti sejenak, mencoba untuk mengagumi juga setiap keindahan alam di sekitarnya.

Begitu pula di dunia Kompasiana. Begitu banyak artikel bermutu yang tentunya sayang sekali jika dilewati begitu saja. Hampir setiap ada waktu, saya pasti berusaha mampir membaca dan berikan vote. Sering juga ikut menyapa sambil menjaga silaturahmi.

Jika diperjalanan ada istilah 'photo stop' dan 'coffee stop'. Boleh jadi, keduanya itu bisa disandingkan dengan 'blog walking' di jagat Kompasiana. Aktivitas ini membuka mata dan hati untuk selalu mau belajar dari siapapun. Jangan pernah merasa sudah cukup tahu. Seperti pepatah lama di dunia persilatan, “Di atas langit masih ada langit.”

Sejujurnya, saya bukan seorang sprinter atau pelari cepat. Juga jauh dari seorang pebalap yang mampu melahap setiap etape dengan cepat. Saya hanya seorang Pejalan yang ingin konsisten menulis. Setidaknya dua artikel setiap minggu. Dan di hari-hari lain, saya adalah pembaca di Kompasiana.

Di awal tahun 2021 ini, jika kembali melihat pencapaianku sepanjang 21 April – 31 Desember 2020, tentunya tidak banyak yang patut dibanggakan. Masih sangat jauh jika dibandingkan puluhan atau mungkin ratusan Kompasianer lainnya. Namun demikian, saya tetap bersyukur atas semua pencapaian sejauh ini. Rasa syukur dan selalu berterima kasih, seperti yang kerap diajarkan Kompasianer Senior Katedrarajawen yang saya hormati.

Bisa menulis di Kompasiana saja sudah senang. Lalu, bisa mengenal serta menjalin persahabatan dengan sesama Kompasianer lainnya adalah suatu berkat tersendiri. Dan secara tidak langsung, juga ada hikmah tersembunyi di balik pandemi covid-19. Andaikata tidak terjadi pandemi selama ini, boleh jadi saya tidak akan pernah menulis di Kompasiana. A blessing in disguise.

Dari data statistik yang selalu tampil di laman profil, terlihat beberapa data singkat yang mudah dibaca. Misalnya, dari 96 artikel yang ditulis, terdapat 72 artikel yang mendapatkan label AU. Sedangkan, 24 lainnya berstatus Pilihan. Tentu saja, saya patut berterima kasih kepada Admin Kompasiana yang telah memercayakan label tersebut untuk artikel-artikelku.

Tahun ini harus lebih rajin lagi. :) Sumber: tangkapan layar Kompasiana
Tahun ini harus lebih rajin lagi. :) Sumber: tangkapan layar Kompasiana
Di samping mendapatkan label di atas, saya juga tidak lupa untuk kembali berterima kasih atas kepercayaan lain yang diberikan Kompasiana. Namanya, Si Centang Biru. Ini momen spesial yang tidak terlupakan. Persisnya, pada 5 Agustus 2020 lalu.

Tidak lama setelah menayangkan artikel ke-40 bertajuk "Milan, di Antara Mode, Bola dan Duomo", sebuah notifikasi berbeda muncul. "Selamat, akun Anda telah diverifikasi". Wow! Bahagia sekali. Tetapi, di samping senang, saya pun sepenuhnya mengerti. Setiap kepercayaan harus dihargai dengan menulis lebih baik lagi. Ada tanggung jawab yang menyertainya.

Perjalanan di Kompasiana masih sangat panjang. Saya hanya perlu menikmatinya. Dari satu tahapan ke tahapan berikutnya. Bukankah kata orang “Success is a journey, not a destination”. Jadi nikmati saja proses sepanjang perjalanan, tidak sekedar mengejar hasil akhirnya.

Di akhir tahun 2020, tepat pada tanggal 31 desember 2020, sang "Pejalan" akhirnya menapak ke tingkat  “Penjelajah”. Jika dianalogikan seperti etape di lomba balap sepeda “Tour de France” yang legendaris, maka etape berikutnya dari Penjelajah ke Fanatik terbentang sebuah rute yang sangat panjang. Tetiba jadi pingin nyanyikan lagunya Beatles, "The Long and Winding Road". Hahaha.

Namun, beruntung di Kompasiana ada sang Maestro Tjiptadinata Effendi, panutan kita semua, yang selalu memberikan inspirasi. Jika mau sukses harus konsisten menulis. “Jangan menulis gaya Lumba-lumba,” tulis Pak Tjipta dalam sebuah artikelnya. Tahu kan sifat lumba-lumba? 

Dan jangan pula seperti "Firework", tulisnya lagi di artikel yang lain. Hanya meroket sesaat, kemudian menghilang dalam kegelapan malam. Siap, Pak Tjipta! 

Akhirulkalam, saya ucapkan banyak terima kasih untuk semua sahabat Kompasianer yang selama ini rutin menyapa, berikan apresiasi dan motivasi. Juga kepada Admin Kompasiana yang begitu piawai mengelola platform keren ini. 

Last but not least, betapa mungkin melupakan berbagai petuah dari sang munsyi di Kompasiana, siapa lagi kalau bukan Daeng Khrisna Pabichara. Seorang penulis terkenal yang selalu murah hati berbagi ilmunya di sini. Seperti sebuah ungkapannya, "Kebisaan itu dimulai dari kebiasaan".  

Kelapa Gading, 02 Januari 2020

Oleh: Tonny Syiariel

Catatan: Foto-foto koleksi pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun