Pada 16 Juni 2011 sudah terdengar rencana pembangunan replika Hallstatt di Tiongkok. Dan setahun berikutnya, pada 2 Juni 2012, China Minmetals Corporation, membuat Hallstatt KW dalam ukuran skala penuh (full-scale) di kota Huizhou, provinsi Guangdong.
Memang bukan China namanya, jika tidak jago dalam membuat produk tiruan. Namun demikian, tetap saja, wisatawan manapun selalu mencari yang asli. Begitu pun dengan wisatawan asal negeri Panda dan mancanegara, yang terus mengalir ke Hallstatt, Austria.
Dalam bahasa industri, ‘overtourism’ atau kondisi di mana jumlah wisatawan di sebuah destinasi wisata dianggap terlalu tinggi, maka warga setempat pun mulai merasakan terganggu. Tentu saja, kecuali bagi pemilik hotel, restoran, toko suvenir, dan lain-lain.
Bayangkan saja, kota kecil berpenduduk sekitar 800 jiwa ini harus menerima rata-rata 3000 wisatawan setiap hari sepanjang peak season atau musim puncak wisatawan bepergian. Jelas sudah, warga kota yang tidak terkait dengan industri pariwisata pun menjadi terganggu. Belum lagi perilaku sebagian wisatawan asal Asia yang hobi swafoto itu sungguh tidak elok. Ada saja wisatawan yang berpose di teras rumah atau kebun kecil milik penduduk lokal tanpa permisi.
Dalam sebuah wawancara dengan CNN, Michelle Knoll, Manager Kantor dari Badan Pariwisata Hallstatt mengatakan, “There will be a focus on quality tourism in the future.” Sebuah aturan telah ditetapkan untuk mengatur jumlah wisatawan yang masuk. Akan ada waktu masuk yang ditentukan untuk bus wisata. Dan jumlah maksimum dibatasi masksimal 54 bus per hari atau setengah dari biasanya. Tentu saja, prioritas akan diberikan untuk grup bus wisata yang mempunyai reservasi hotel di Hallstatt.
Namun, sebelum sistem baru itu diimplementasi pada Mei 2020 lalu sesuai rencana awal, covid-19 telah datang. Dan bukan sekedar membatasi, tapi badai covid-19 seolah menyapu bersih kota ini dari semua kunjungan.
Kini Hallstaat kembali sepi. Bagi sebagian penduduknya, setidaknya ada sedikit kelegaan menikmati kembali Hallstatt-nya yang dulu.
Kelapa Gading, 6 Oktober 2020
Oleh: Tonny Syiariel