Dengan gambar-gambar yang menarik (biasanya foto pemandangan atau obyek wisata ternama), postcard menjadi salah satu pilihan yang menarik saat itu. Daripada menulis surat yang panjang, maka cukup mengirim kabar-kabari via postcard, sekaligus menjelaskan keberadaanmu saat itu.
Dengan pilihan foto di postcard yang sangat selektif, sehingga ada semacam garansi bahwa kata postcard identik dengan pemandangan cantik nan mempesona.
Dalam bahasa Inggris, pasangan kata 'picture-postcard' pun digunakan untuk mendeskripsikan suatu tempat yang sangat menarik.
Dalam konteks cetak foto inilah kita mengenal istilah ukuran postcard atau ukuran cetak standard 3R yang dikonversi menjadi 8,9 cm x 12,7 cm. Saat itu jika mengatakan cetak ukuran postcard, maka maksudnya tentu saja ukuran 3R.
Kini postcard juga mengalami transformasi. Tidak sekedar sebuah kartu pos biasa, seperti cerita di atas, tapi mulai sering digunakan sebagai media untuk 'branding' dan lain-lain.
Di beberapa gerai kafe terkenal, di hotel dan shopping mall, kita kadang menemukan postcard gratis dengan disain menarik. Tujuannya tentu saja untuk citra atau membangun merk tertentu.
Jika pada suatu era, postcard ikut mewarnai aktivitas penpal (sahabat pena, yang kini tidak banyak dikenal generasi Y), yang selain surat-menyurat, juga saling berkirim dan bertukar postcard, maka kini ada ‘postcrossing’. Apakah itu?
Postcrossing adalah suatu proyek online yang memungkinkan para anggotanya untuk mengirim dan menerima kartu pos dari seluruh dunia. Tagline-nya, “Send a postcard and receive a postcard back from a random person somewhere in the world!”.
Sejak diluncurkan pada 14 Juli 2005 oleh Paulo Magalhaes, Postcrossing telah berkembang cukup pesat dengan jumlah anggota mencapai 750,000 yang tersebar di 212 negara. Dan per Januari 2019, tercatat sudah lebih 50 juta postcard terkirim!
Meskipun puncak kejayaan postcard telah lewat, seiring penggunaan handphone dan berbagai platform sosmed lainnya, namun postcard masih diminati banyak turis.