"Maaf, aku membuatmu terkejut! Aku mampir karena penasaran wangi masakanmu. Oh,ya, Aku Aceng, tinggal di kampung ini juga," sapa Aceng dengan raut wajah bersalah.
Gadis itu hanya diam dan tersenyum saja. Rupanya sang gadis yang pandai memasak itu tidak bisa mendengar sekaligus berbicara. Ia seorang tunarungu dan tunawicara.
"Maaf,ya, aku kurang sopan mampir mendadak seperti ini. Tapi karena sudah kepalang, bolehkah aku masuk ?"
Dengan bahasa isyarat yang seadanya, Aceng mencoba berinteraksi dengan gadis yang tidak diketahui namanya itu. Gadis itu tersenyum lagi dan mempersilahkan Aceng masuk dan menyiapkan masakannya untuk Aceng, tamunya.
Ternyata masakan yang harum itu adalah Lempah Kuning, dan bumbu yang membuatnya demikian semerbak adalah belacan. Aceng pun tanpa segan mencicipi masakan itu dengan lahap. Tampak keringat di wajahnya mulai bercucuran karena rasa pedas lempah itu. Namun Aceng menjadi semakin semangat menikmatinya hingga membuat sang Gadis tertawa melihatnya.
Setelah selesai melahap Lempah Kuning itu, Aceng berpamitan.
"Terima kasih atas makanannya. Kamu hebat sekali memasaknya. Aku pamit dulu. Jika berkenan, aku akan mampir lagi nanti,"ucap Aceng dengan perlahan-lahan agar mudah dimengerti oleh gadis itu.
Sepanjang jalan Aceng tersenyum bahagia seperti orang yang jatuh cinta pada pandangan pertama. Malam harinya, bayangan sang Gadis masih begitu nyata dalam ingatannya. Ia pun menumpahkan isi hatinya dalam lagu cinta sambil memetik dambus kesayangannya yang bertangkai kepala rusa. Kodok-kodok seperti biasanya menemaninya dengan menguak merdu.
Kwakkk..! Kwakkk...! Wakk...! Wakkk!
"Adakah cara agar dia bisa sembuh, ya ? Aku ingin mendengar suaranya. Pasti sangat merdu seperti suara para dewi," gumam Aceng di sela lantunan lagunya.
Tiba-tiba ada suara lantang yang menjawab, "Aku tahu caranya !"