Dengan pilihan ini, memberi kesempatan juga bagi peserta yang memang harus dirawat, tetapi juga benar-benar tidak sanggup bila harus membayar selisih bila naik kelas. Namun peserta dan masyarakat juga perlu tahu bahwa dalam kondisi demikian, RS juga menerima klaim sesuai kelas tempat dirawat, bukan sesuai hak kelas peserta. Jadi tidak berarti RS "ambil untung" dengan kondisi seperti ini.Â
Bagaimana kalau benar-benar semua kamar juga penuh?
Permenkes 28/2014:
6. Bila semua kelas perawatan di rumah sakit tersebut penuh maka rumah sakit dapat menawarkan untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan yang setara dengan difasilitasi oleh FKRTL yang merujuk dan berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan.Â
Seperti uraian sebelumnya, sebenarnya memang RS justru "harus menolak" bila benar-benar tidak sanggup merawat pasien. Tentu ada proses penanganan kegawatan dan stabilisasi sebelum dirujuk. Dalam hal ini, maka layanan publik dalam bentuk Sistem Penanganan Gawat Darurat Terpadu atau sejenisnya menjadi sangat penting. Beberapa Pemda telah mengembangkan dan melaksanannya. Misalnya di Jawa Tengah dan khususnya Kota Surakarta. Fasilitas SPGDT juga membantu dalam klausul poin nomor 4 dan 5 tadi bila memang lebih memungkinkan untuk dirujuk ke RS yang masih memiliki fasilitas sesuai hak kelas peserta.Â
Dengan memahami berbagai kondisi terkait naik dan turun kelas perawatan ini, diharapkan muncul saling pengertian antar pihak dalam JKN: masyarakat, penyedia layanan (faskes dan nakes) maupun BPJSK. Tentu semua dalam payung pemerintah.Â
Â
#SalamKawalJKN
Â
Â
Â