Mohon tunggu...
Tonang Dwi Ardyanto
Tonang Dwi Ardyanto Mohon Tunggu... Dokter - Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Dosen, Dokter, ... Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Verifikasi Oh Verifikasi

1 Februari 2016   17:50 Diperbarui: 2 Februari 2016   04:54 2301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengapa Bagian Keuangan begitu "kejam"? Begitu "kaku"? Karena mereka bekerja berdasarkan bukti material, bukti otentik, bukti hitam di atas putih. Kalau sampai terbukti mereka mencairkan tanpa landasan bukti seketat itu, maka mereka harus mempertanggung jawabkan, meski hanya serupiah sekalipun. 

Dalam kenyataannya kok bisa beda-beda ya antar instansi? Ada bagian keuangan yang "pengertian", ada yang sangat "strict", ada yang longgar, ada pula yang mengajak "86". Sebenarnya, acuannya sama, regulasinya sama, tetapi memang masing-masing pihak yang terlibat, jelas berpotensi memiliki penafsiran dan implementasi bervariasi. 

Menghadapi "bagian keuangan" seperti itu, ada yang yang kemudian terjebak "yang penting prosedur terpenuhi, hasil tugasnya urusan nanti", disamping tentu saja lebih banyak yang tetap berusaha memenuhi dan menjaga baik "isi" maupun "kemasan prosedural". Dalam hal ini memang berlaku pembagian KPK terhadap tindakan korupsi sebagai "by sistem, by need and by greed". Kita semua berpotensi untuk menjadi atau terjebak pada salah satu atau lebih dari ketigas kondisi tersebut.

Tapi kok verifikator sampai mengurusi rekam medis? 

Awal JKN 2014, Kemenkes sebagai regulator belum menerbitkan Petunjuk Teknis Verifikasi. Padahal proses verifikasi harus sudah berjalan. Akhirnya BPJSK menerbitkan Buku Petunjuk Verifikasi Klaim. Baru pada Juni 2014, terbit Permenkes 28/2014 yang salah satu bagiannya menjelaskan tentang proses verifikasi:

Jadi, Buku terbitan BPJSK itu ditetapkan oleh Permenkes sebagai panduan. Definisi awal proses verifikasi menurut Pemenkes 28/2014 sebenarnya "hanya" menguji kebenaran administrasi pertanggung jawaban pelayanan". Mirip sekali dengan kerja "Bagian Keuangan" tadi. Tetapi di lapangan, mereka juga mendapatkan tugas sesuai isi Buku Petunjuk Teknis Verifikasi. 

Di dalamnya ternya tugasnya lebih dari "sekedar" verifikasi seperti isi Permenkes 28/2014 tersebut. Masalahnya, buku itu sah. Jadi verifikator memang memiliki alasan dengan langkahnya yang suka bikin keki karena dirasa masuk terlalu jauh. Salah satu isu sentralnya adalah akses ke Rekam Medis. Perlu kejernihan berpikir bersama agar meminimalkan benturan akibat beda sudut pandang itu juga (akan dibahas tersendiri). 

Sebenarnya sejak terbitnya Permenkes 28/2014, juga diskusi-diskusi terkait verifikasi, teman-teman BPJSK sudah berusaha lebih menahan diri. Tetapi memang secara regulasi, masih ada kewenangan itu. Apalagi variasi pemahaman. Maka risiko terjadi salah paham memang masih ada. 

Lantas bagaimana? 

Kembali, lebih tepat bila masalah seperti dalam awal tulisan ini, diselesaikan di TKMKB. Di sanalah bisa didiskusikan dengan jernih. Isi TKMKB adalah wakil dari RS dan Faskes lainnya, serta wakil dari 5 organisasi profesi (IDI, PPNI, IBI, PDGI, IAI). Dengan demikian, masalah bisa didudukkan, karena bukan tidak mungkin antara pihak RS dan verifikator sama-sama memiliki alasan. Justru perlu didudukkan agar bisa diurai masalahnya menuju suatu solusi. 

Hasilnya bisa dijadikan yurisprudensi. Kalau masalah seperti di atas itu "diselesaikan secara adat" atau sekaligus "dibiarkan menggantung karena saling curiga", maka tidak akan menghasilkan apa-apa selain justru menambah masalah.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun