Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar hemoglobin yang terlalu rendah karena kurangnya asupan makanan. Dua hari ditransfusi darah, kadar hemoglobin Kiki kembali normal. Tapi dokter menyarankan pemeriksaan lanjutan karena curiga ada pertumbuhan sel yang tidak biasa.
Pemeriksaan di RSUI dan hasil biopsi di RSCM mengkonfirmasi kecurigaan itu. Kiki didiagnosis kanker serviks stadium 3A. Ia harus menjalani penyinaran, lalu dievaluasi. Jika diperlukan, bisa dilanjutkan dengan kemoterapi.
Mulailah rutinitas baru. Setelah berbagai pertimbangan, akhirnya diputuskan Kiki diantar ke RSCM dari Depok oleh adik kami yang ketiga setiap dini hari untuk menjalani penyinaran.
Kiki juga minum suplemen kesehatan 'Utsukushi' dan 'Subarashi' dari Jepang, atas saran seorang sahabat. Para penyintas kanker yang mendapat manfaat dari suplemen ini, berbagi testimoni dan ikut menyemangati Kiki.
Di RSCM sendiri, para pasien yang sama-sama harus menjalani penyinaran, juga saling menyemangati, terdorong oleh nasib dan rutinitas serupa.
Kondisi Kiki sempat membaik. Optimisme sempat merekah. Tapi kemudian kondisinya menurun lagi. Pemeriksaan-pemeriksaan berikutnya menunjukkan kankernya sudah menjalar ke organ internal lainnya, termasuk ginjal.
Kiki makin lemah. Badannya tinggal tulang berbalut kulit. Dokter memutuskan untuk dirawat inap di RSCM untuk observasi. Alhamdulillah Kiki bisa segera dapat kamar yang memadai.
Sejumlah kawan, termasuk pimpinan DPRD DKI serta sahabat yang kebetulan menjadi salah satu pimpinan di RSCM, turut mengulurkan bantuan sebisa mungkin dalam kapasitas mereka masing-masing, yang mengetahui kondisi adik kami itu. Perhatian dan simpati mereka turut membesarkan hati Kiki.
Tapi perburukan yang dialami Kiki terus berlanjut. Dokter menyampaikan, tidak banyak lagi yang bisa mereka lakukan. Sebelum hilang kesadarannya, Kiki sempat menyampaikan ingin ketemu lagi dengan Ibu dan putra tunggalnya.Naluri Seorang Ibu
Atas bantuan pihak RSCM, Ibu dan putra tunggal Kiki difasilitasi untuk bisa bertemu langsung, pada Kamis (16/11/23) malam.
Menyaksikan Ibu terisak-isak mengusap-usap kepala Kiki sambil terus berdoa, sementara Kiki hanya bisa merespon dengan menggenggam lemah, menjadi pemandangan yang memilukan. Di telinga Kiki, Ibu berbisik mengikhlaskan jika memang sudah saatnya anak bungsunya itu berpulang.
Sama memilukannya ketika melihat K, putra tunggal Kiki, termenung melihat Ibunya yang terbaring nyaris tidak bergerak lagi. Hanya desis suara alat bantu oksigen dan denting teratur indikator jantung yang menandakan masih ada kehidupan.Esok harinya, suara alat bantu oksigen dan indikator jantung makin melambat. Tapi Kiki masih bertahan. Seolah ada yang ditunggu. Tapi mulutnya sudah membisu.